Act 54. Into The Storm

1.1K 130 89
                                    

Previous Act :

Aku masih berdiri kaku di titik yang sama. Menatapnya, menyelidik. "Saya benar-benar tidak enak hati, lho. Kamu menyembunyikan apa, sih? Persetan dengan surprise-nya, deh. Katakan saja sekarang. Saya mau tahu."

"Aduh Kian, sudah ah! Jangan dibahas lagi. Ayo kita mandi. Burung saya sudah peliket minta kamu cuci." Ia menarik tanganku, membawaku ke luar kamar.

"Jawab dulu, Saprol!" Aku memberontak, tapi ia tetap tersenyum tenang menanganiku.

"Nanti kamu tahu sendiri, sayang."

Sejak itulah aku benar-benar menunggu hari ulang tahunku. Menunggu jawaban darinya. Menunggu kebenaran akan semua yang sekarang disembunyikannya. Tapi benar, aku tidak enak hati. Semoga ini hanya perasaanku saja.

☽❁☾

Seperti sebelumnya, April seringkali pulang larut malam. Terkadang aku mendapatinya tertidur di sebelahku tanpa sempat berganti pakaian. Keringatnya, rambutnya yang  lebat dan menutupi wajahnya itu, napasnya yang terkadang mengorok saking lelahnya jadi pemandangan yang biasa di dua minggu terakhir sebelum ulang tahunku. Aku masih tidak tahu kenapa ia terus menyembunyikan perihal usaha kami. Tidak tahu juga apa saja yang disembunyikannya selain itu. Semakin hari aku semakin dibuat penasaran, tak kunjung dapat jawaban. Sialnya aku ...

Seiring April yang terlihat makin sibuk, Clarissa pun demikian. Perempuan satu itu jadi sering menghilang untuk menenangkan diri. Ia tak lagi ikut denganku makan di kantin atau bersenda gurau santai seusai kuliah. Membuat banyak pasang mata memburuku untuk menanyakan alasannya mundur dari kehidupan kampus. Sayang, aku tak bisa bicara banyak. Tentang hujatan Diana pada Clarissa juga bukan tanggung jawabku karena Clarissa sendiri yang enggan menerima bantuanku. 

Sekarang ...

"Saya kesepian di kampus." celetukku pada Clarissa yang sudah mengepak rapi buku-bukunya ke tas. Dosen kelas terakhir di depan kami bahkan belum beranjak dari mejanya tapi Clarissa sudah ambil ancang-ancang. Ah, perempuan ini.

"Kesepian kenapa? Kamu punya banyak teman selain saya. Jihan juga menemani kamu kemanapun. Untuk apa lagi kamu butuh saya?" Senyumnya, menarik risleting tasnya kemudian menyelendangkannya di bahu. Aku pernah mengatakan ini pada Jihan. Aku bilang, untuk apa ada aku kalau Clarissa sudah punya teman seperti Jihan, untuk apa lagi aku ada untuknya. Tak kusangka, hari ini dia menembak balik kalimatku padaku. 

"Sore ini kamu senggang?"

Clarissa menggelengkan kepala. "Tidak. Saya ada yang harus dikerjakan di rumah. Saya harus bantu ibu saya menyusun materi kuliah dan buat power point. Setelahnya langsung mengerjakan tugas sampai malam."

"Ah, iya ya ... akhir-akhir ini kamu fokus sekali, ya?" Tundukku, kecewa.

Ia tertawa kecil. "Tentu saja harus begitu. Kita sudah masuk semester 2. Dua bulan lagi UTS. Lagipula, kuliah itu bukan cuma main-main, lho." Lembutnya. Ringan tapi menyindir. Aku akhir-akhir ini memang lebih banyak melamun dan kesulitan menerima materi. Bisa-bisanya dia berkata begini tanpa ragu sedikitpun.

Clarissa hendak meninggalkan kursinya, "Besok saya ulang tahun." kalimatku membuatnya terhenyak dan kembali duduk.

Perempuan yang hari ini menggerai rambutnya itu kembali mendarat di kursinya. "Besok, ya." Bisa kulihat kalau ia sedang kikuk merangkai kata.

Bad Boy Cliches (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang