Act 47. I'll Do It!

1K 135 107
                                    

Previous Act :

"Orang ini... Kalian ada yang kenal dengan wajah ini?" tanya, April.

Haikal dan April menggelengkan kepala. Melihatku masih tertegun pada layar, mereka bertiga serentak menatapku.

"Kian, kamu kenal orang ini?" tanya Haikal, hati-hati.

Aku mengangguk pahit.

"Dia itu siapa?" tanya April, khawatir. "Dia ada masalah dengan kamu?"

Aku menggelengkan kepalaku, lemah. "Dia itu..."

☽❁☾

Ares ...

Satu nama yang dulu mampu menggetarkan hatiku yang naif dan memberi warna di hidupku yang selalu hanya hitam dan putih.

Ia bukan seorang laki-laki yang super tampan, super pintar, sangat kaya ataupun anak pewaris perusahaan bak tulisan klise dalam novel-novel amatir. Dia hanya dirinya, seorang laki-laki yang terlihat sempurna karena caranya menikmati setiap detik di hidupnya dengan bangga dan antusias.

Terbayang lagi bagaimana ia tersenyum padaku. Terasa sekali bagaimana sorot matanya memberi hangat ke hatiku setiap kali mata kami bertemu.

Tapi laki-laki itu bukanlah orang yang mudah. Dia bukan laki-laki tipikal kebanyakan yang bisa kau temui di sembarang tempat. Dia itu keanehan, sebuah anomali. Sebuah kelainan yang terpatri sedemikian rupa sehingga indah dan tak mudah dilupakan.

Hal itu pertama kali kusadari saat kencan pertama kami.

Saat itu hari Minggu terik yang cerah. Ia berjanji akan menungguku di mall yang ingin kami kunjungi. Aku pun berangkat cepat-cepat ke sana, berniat untuk hadir sebelum dirinya agar ia mengerti antusiasku. Tapi bukan itu yang akhirnya terjadi ...

Yang terjadi adalah aku yang terus mengitari mall, mencari-cari dirinya di keramaian hingga dua jam suntuk tanpa hasil. Setiap kali aku mengiriminya pesan jawabannya selalu sama. "Find Me!"

Saat itu aku belum banyak tahu dirinya, aku tidak begitu mengenal dirinya luar dan dalam, aku juga tidak tahu maksud dari apa yang dilakukannya ini.

Satu kali, dua kali, tiga kali, empat kali menyambangi berbagai titik yang baru kulewati. Di kali terakhir aku pun menyerah. Tenggelam dalam putus asa dan sakit hati. Saat itu pikirku ... Ares hanya mempermainkanku saja, sejak awal ia memang tak pernah datang. Ia berpura menerima perasaanku, berpura menembakku jadi pacarnya. Aku ini hanya mainan yang sekarang dikerjai dan besok dijadikan bahan cerita untuk teman-temannya. Dia menipuku!

Kedua mataku berkaca-kaca. Hati kecilku yang dulu sangat rapuh itu menangis dan menjerit dalam keramaian. Aku ingat dengan jelas bagaimana teduhnya pohon di luar mall yang menaungi kursi kayu yang kududuki. Angin semilir yang bertiup dingin menerpa panasnya siang menjelang sore itu. Melodi sendu yang makin membuatku hancur. 

Aku pun menyerah.

"Ares, terimakasih sudah mengajakku berkencan denganmu. Ini kencan yang menyenangkan. Aku terus mencarimu dan kau tak ada di manapun aku memandang. Meski begitu, terimakasih sudah membuatku berkeliling di tempat ini. Aku melihat lebih banyak karenamu.

"Di sini bukan saja ada keramaian dan canda tawa. Kenyataannya ada juga sedih dan amarah. Aku tidak akan lupa dengan hari ini.

"Kalau besok kau ingin membuka rahasiaku, menertawakanku di depan teman-temanmu. Silakan. Itu hakmu. Tapi perasaanku untukmu itu nyata. Tidak seperti janjimu hari ini."

Bad Boy Cliches (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang