Previous Act :
"Saya ingin menghidupkan lagi diri kamu. Menghidupkan lagi hubungan kita. Maka dari itu, saya ingin mengajak kamu pergi.
Ia berlutut di hadapanku, seperti seorang laki-laki yang hendak melamar, menggenggam tanganku dengan tangannya. "Istriku, ayo honeymoon denganku ..."
Lalu, aku bingung harus menjawabnya dengan kalimat seperti apa. Menatap wajah alay tampannya yang merindukanku pun, aku tak kuasa.
☽❁☾
Entah hipnotis macam apa yang digunakan April padaku. Keesokan sorenya, aku dan dirinya sudah berada di stasiun. Duduk manis menunggu kereta kami sambil makan gorengan dan menatapi sekeliling. Aku sendiri lupa kapan aku mengiyakan ajakannya. Apakah saat tengah malam tadi? Atau saat aku bangun tidur tadi pagi? Aku benar-benar lupa. Jelasnya, sejak kemarin siang ia berlutut dan sok manis di depanku, ia tak henti-hentinya mengulang pertanyaannya itu sampai aku jenuh. Ia sengaja membuatku mumet berkepanjangan.
Caranya membujukku dan mengulang pertanyaannya sangat anti-mainstream. Persis seperti admin akun jualan di Instagram yang cerdik menipu netizen. Contohnya begini, "Eh, Kian. Kamu tahu tidak? Berdasarkan penelitian, kaum milenial yang punya sederet foto indah di Instagram dianggap memiliki hidup yang menyenangkan. Mereka dianggap menarik secara fisik dan dianggap berkecukupan."
"Oke, terus? Apa hubungannya dengan kita? Bukannya foto promosi kaus di Instagram kamu sudah bagus, ya?" tanyaku serius sembari melipat pakaian yang sudah kusetrika.
"Poinnya bukan itu, Kian. Berdasarkan hasil survey terhadap pengguna Instagram, lokasi tempat pengambilan foto dan hashtag yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kesan yang ditampilkan post tersebut. Maka dari itu, kalau instagram kamu isinya hanya selfie tidak jelas, tidak akan dianggap menarik atau potensial."
"Oke, lalu apa lagi?" Datarku sambil kembali menyetrika.
"Nah, untuk mendapatkan foto yang bagus, tentunya kamu harus mengunjungi tempat yang bagus juga, 'kan. Jogja punya baaaanyak tempat bagus yang patut dijadikan spot selfie. Jadi kamu mau 'kan honeymoon dengan saya di sana?"
"Ah, sianjing. Sudah lekat-lekat didengarkan, tahunya ujungnya cuma promo honeymoon. Jadi makelar travel saja sana, gih! Bantu setrika juga tidak, malah bacot terus. Sana-sana!" Usirku, melemparkan handuk bekasnya ke wajahnya. "Awas kalau bicara lagi, saya timpuk pakai setrikaan tahu rasa, lho!"
"Yeee shipal, namanya juga usaha!" Ia dan kru yang bertugas pun mengundurkan diri dari hadapanku, pemirsa satu-satunya. Tadinya kupikir akan berhenti di situ. Eh, rupanya ...
Berselang satu jam kemudian, saat aku sedang memasak makan malam kami dalam magic jar, dia kembali bicara. "Kenapa ya, penulis novel banyak yang mengambil Jogja sebagai setting lokasi? Penulis terkenal juga banyak yang lahir dari kota itu, lho. Apa ini tandanya kamu harus ke sana juga biar Wattpad-mu sukses?"
"Berisik!" Kali ini, giliran centong sayur yang kugetok ke ubun-ubun kepalanya.
"Aw.. ewe..." Dia berpura kesakitan, memberiku wajah jenaka yang membuatku ingin menjitaknya dengan gada milik Thor. Bukannya berkaca dari kesalahannya, dia malah menjulurkan lidah sambil bergoyang pinggul dan memutar-mutar centong itu di atas kepala. "Tapi bohong, pukulanmu tidak sakit, hweee!"
"Terserah." Dinginku, tak perduli.
Tak sampai di situ, ia beraksi lebih jauh dengan berdiri dan berjoget menyanyikan lagu himne kebangsaan terbarunya, mengejekku yang sibuk mengaduk-aduk beras dalam magic jar. "Satu lagu untuk Kian, istriku! Qwerjaq lembut bagai qudaq, sampai lupaq orang tua... Minum Oskadon SP! Teng dong teng dong deng deng deng." Ia terus berjoget,makin membuatku ilfil mampus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Cliches (BL Novel)
RomanceTidak ada seorangpun yang sempurna di muka bumi ini. Semua klise itu tak nyata. Mereka tak ada di sana saat aku membutuhkannya. Klise itu, bisakah aku mewujudkannya? A wattpad boys love roman (novel) fully created by Kanata Gray. Novel Debut : 08...