Act 19. Playing Detective

2.1K 255 43
                                    

Previous Act :

Seperti yang sudah disebutkan pak Dion, akun itu menyebut-nyebut nama kafe pak Dion, bahkan jadwal kerjaku juga disebutnya. Akun itu bertingkah seolah benar-benar milikku dan bertindak mirip denganku. Selama rapat berlangsung aku berusaha untuk tidak memikirkan itu. Tapi tetap saja terpikirkan.

Baru saat rapat evaluasi harian ditutup, ketakutanku jadi nyata. Sebuah pesan mencurigakan masuk ke ponselku, menanyakanku tentang akun itu.

Ini Kian yang di Blued, kan?

Maaf, anda siapa? Balasku.

Lalu laki-laki itu mengirimkan sebuah foto padaku. Seorang pria berusia sekitar 28 tahun dengan tubuh gempal dan jenggot tipis yang terlihat kasar. Telanjang dada. Kamu bilang nomormu yang itu rusak, aku disuruh kontak ke nomor ini. Kamu lupa, ya? Kita janji ketemu, lho. Kamu masih di kafe, kan? Tadi katanya minta dijemput?

Aku harus bagaimana, sekarang?

☽❁☾

Para pegawai pantry masih sibuk mencuci ini dan itu. Aku, Fiza dan Hafids sibuk menaikkan bangku ke atas meja, menutup kafe. Seperti biasanya, Fiza dan Hafids akan mengobrol, saling mencubiti tangan satu sama lain, berlagak romantis ala anak SMA yang sedang pacaran kalau sedang beres-beres. Padahal mereka selalu mengatakan kalau mereka tidak ada perasaan apapun pada satu sama lain. Tapi lihatlah mereka ... Entah berapa kali lagi aku harus bilang kalau mereka itu cocok dan harusnya pacaran.

Sementara pandanganku terpancang pada dua love birds di seberangku, kulit pundakku merasakan sentuhan seseorang. Sebuah tangan besar dan tebal. Begitu aku memutar tubuh, laki-laki bertubuh gempal yang sebelumnya mengirimiku pesan menghadapku sambil mesem-mesem. Feeling-ku mengatakan orang ini brengsek. Dari caranya melihatku saja aku sudah tahu apa yang ia inginkan. Tubuhku ...

"Sudah waktunya pulang, kan? Kita ke kosku, yuk. Mengobrol sebentar ..." katanya. Ia bahkan tidak menyapa, bersopan-santun atau bertanya dulu padaku. Benar-benar tidak ada etika.

Tanganku mengepal, rahangku mengatup. Kesal karena harus menghadapi hal seperti ini. Aku tidak mengerti mengapa bisa sampai seperti ini. Apa akun itu membuatku terlihat seperti orang murahan? Sex oriented? Hanya Tuhan yang tahu, aku belum baca post apa saja yang dimuat akun palsu itu di Blued

Aku melirik pada Fiza dan Hafids, meminta pertolongan. Sialnya, mereka terlalu asyik berbincang. Aku juga belum sempat bilang pada mereka tentang ini saat rapat tadi bubar. Aku harus menghadapinya sendirian...

"Tolong tunggu di sudut sana, ada yang ingin saya bicarakan dengan anda." tegasku. Menghadapinya seperti lelaki tangguh, seperti yang pernah diajarkan ayahku. Lelaki itu tidak bersembunyi di balik ketiak siapapun, harus liat dan mau ambil risiko. Dan sekarang aku sedang melakukannya. Mengambil risiko dengan memberanikan diri untuk menghadapi orang ini sendirian. Lagipula masih ada banyak pegawai di sini, apa yang harus kutakutkan? Meski begitu aku tidak yakin kalau orang berkepala pelontos itu bisa tahan emosi saat tahu telah dibohongi akun palsu itu. Tapi, meski begitu tak ada salahnya mencoba untuk bermediasi.

Selesai dengan beberapa meja terakhir, aku menghampirinya dengan mantap. Laki-laki yang sepertinya rajin ke gym itu menoleh sambil tersenyum lebar begitu menyadari kedatanganku. Ciri-ciri pria yang suka dengan apa yang dilihatnya. Ah, tentu saja ... aku tampan di matanya. Dia hanya punya tubuh yang bagus tapi wajahnya biasa saja. Aku kebalikannya, hanya punya wajah dan tubuh ala kadarnya. Seindah itukah aku di matanya sampai-sampai ia menginginkanku?

"Sudah selesai, ya? Yuk ..." ia nyaris beranjak. Aku menarik jaketnya agar ia kembali ke posisinya semula.

"Hei, sebentar. Tolong diam dulu di sini sebentar. Saya harus pamit pada bos saya." Kilahku, padahal semua pegawai sudah boleh pulang kalau tugasnya sudah selesai, "Ada yang saya ingin katakan pada anda."

Bad Boy Cliches (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang