Saat napasmu bersatu denganku, saat itulah aku sadar ...
Semua ini salah. Ini sebuah kesalahan fatal. Ini kematian ...
Untukku dan untukmu.
☽❁☾
Previous Act :
"Kian!" aku hendak beranjak dari dudukku, ia menarik tanganku. Membuatku terduduk lagi di tempat semula. "Aku ingin kita kembali seperti dulu."
"Apa maksudmu?" sergahku.
"Seperti dulu. Seperti sebelum kedatangan Cheska yang menghancurkanmu. Jauh sebelum kau mengenal Ares dan menyalahkanku seperti sekarang ..."
Aku tak bisa menjawabnya.
"Kembalilah jadi adikku ..."
☽❁☾
"Tidak ... kalau kau mengatakan ini hanya karena impulsmu saja, aku enggan. Bukan sekali ini saja kau mengatakan hal bodoh untuk membuatku patuh. Aku sudah hidup denganmu nyaris seumur hidupku. Jangan membodohiku ..."
Farin menundukkan pandangannya lagi, menekuri lantai dengan tubuh lesu yang putus asa saat aku meninggalkannya di kamar. Permintaannya tadi sama sekali tak membuatku terpicu. Aku akan terus bersikeras menjaga jarak dengannya. Setidaknya hingga aku benar-benar stabil dan bisa menerima lagi dirinya di rumah ini. Demi kebaikanku sendiri.
Kembali pada rutinitasku. Aku biasa menjaga warnet, melayani jasa ketik, menyalin dokumen, bahkan mengerjakan makalah anak SMA atau anak kuliah untuk tambahan uang jajan. Pemasukan bulanan tempat ini tak banyak tapi juga tak sedikit. Cukup untuk menggaji diriku sebagai satu-satunya pekerja dan membayar tagihan lain seputar usaha ayahku ini. Kalau gajiku, bisa dibilang cukup untuk biaya kebutuhanku sendiri, namun tidak cukup untuk biaya kuliah atau cicilan kendaraan.
Meski kuakui uangku bisa saja kupakai untuk membiayai les demi meningkatkan kompetensiku, aku tetap saja tidak punya waktu untuk keluar dari sini lama-lama. Penggantiku tidak bisa sepenuhnya kupercaya. Bagaimanapun aku adalah satu-satunya orang yang paling perduli dengan tempat ini, karena ini milik ayahku.
"Bang Kijun!" Aku mengejutkan pria kurus itu. Pengangguran yang setiap hari menongkrong tak jelas di tempatku. "Terimakasih sudah menggantikanku. Abang bisa kembali bersantai."
"Oke, bos!" Ia mengacungkan jempol. Gigi taringnya yang ompong terlihat saat ia tersenyum dengan mulutnya yang bau rokok, "Abang balik ke bilik atas ya, bos!"
"Sip, bang!" Pria itu kembali ke satu-satunya bilik yang tidak disewakan di warnet ini. Satu-satunya meja komputer di lantai atas yang belum dibangun sepenuhnya. Menjadikan lantai atas sebagai rumah keduanya. Tempat kabur dirinya dari kenyataan. Sama denganku, aku juga di sini demi melarikan diriku dari pandangan orangtuaku yang melihatku dengan sebelah mata.
"Om, jadi berapa?" Seorang anak SMA yang bolos sekolah menanyakan biaya sewa bilik komputernya dengan wajah kelelahan. Lingkaran matanya begitu jelas, pakaiannya berantakan.
"Jadi lima belas ribu." Lalu transaksi antara penyewa dan yang menyewakan terjadi. Anak itu langsung pergi setelah membayar kewajibannya.
Sesampainya aku di bilik anak tadi, aku dikejutkan dengan bercak sperma yang mengotori keyboard dan layar. Anak tadi sudah mencoba membersihkannya, tapi ia melakukannya dengan asal. Abu rokok juga bertebaran di meja dan lantai.
Pemandangan yang sudah biasa kulihat di sini.
Terkadang, terpikir olehku untuk menempatkan kamera rahasia di setiap bilik warnet ini. Membersihkan sisa kekacauan saja tidak cukup. Aku ingin melihat mereka mengacaukan diri mereka. Menatap layar penuh nafsu sambil merangsang diri mereka sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Cliches (BL Novel)
RomansTidak ada seorangpun yang sempurna di muka bumi ini. Semua klise itu tak nyata. Mereka tak ada di sana saat aku membutuhkannya. Klise itu, bisakah aku mewujudkannya? A wattpad boys love roman (novel) fully created by Kanata Gray. Novel Debut : 08...