Act 34. Half Day Made of Tears

1.3K 154 118
                                    

Previous Act :

"Saya pikir kamu lebih kuat dari ini." Sindirku, merengkuh tangannya di tanganku.

"Saya pikir kamu lebih peka dari ini." balasnya, menyamaiku. Mengejekku setiap kali ia mengulang apa yang kulakukan. Khasnya Clarissa. "Sesekali saya harus memberi kamu pelajaran. Saya harus meninggalkan kamu biar kamu kehilangan saya."

"Kehilangan? Maaf saja, saya tidak peduli kamu ada atau tidak." dinginku.

"Oh." Clarissa mengangguk, sakit. "Kamu baru kehilangan seorang perempuan yang baik dan banyak berkorban untuk kamu. Selamat, ya."

"Kamu baru kehilangan seorang laki-laki jahat yang sangat membencimu. Selamat, ya." 

☽❁☾

Ibu sempat menelepon Farin, menanyakan keberadaannya. Farin bilang begitu selesai mengantar pulang teman perempuannya ia langsung kembali ke kamar kosnya untuk beristirahat. Mendengar itu, aku lebih dari bahagia. Tak sabar bertemu Farin lagi, ingin segera bicara padanya. Terus berharap jika dirinya tak mengabaikanku seperti saat kami di pesta pernikahan beberapa jam lalu.

Aku ingin memeluknya, menciumnya, bicara dalam dengannya. Aku ingin kami kembali seperti sebelumnya. Satu lagi, aku ingin ia memaafkanku atas kesalahan yang kulakukan dengan pak Dion.

Lalu mobil kami tiba di tempat tujuan. Ibu sudah menelepon pemilik rumah kos, mengatakan jika mereka mengizinkanku masuk ke kamar Farin. Begitu mobil benar-benar berhenti dan dimatikan, ibuku bilang, "Kami akan mengantar Clarissa pulang. Kami akan segera menjemputmu pulang setelahnya. Jadi jangan harap kamu bisa berlama-lama di sana." tajamnya, padaku.

"Semoga kamu sial di dalam sana." Clarissa mendesis, mengutukku dengan kalimatnya.

"Tentu, semoga sialku juga berbalik padamu." balasku, sengaja membuatnya makin kesal hingga ia melipat tangan dan membuang wajahnya dariku.

"Kian, jaga dirimu. Jangan melakukan hal yang tidak-tidak. Kamu ke sini hanya untuk bicara dengannya." Ayahku mengingatkan.

"Baik, Ayah."

"Berjanjilah kamu tidak akan mengecewakan kami." Kali ini ayah melongok ke belakang. Memperlihatkan dirinya yang menaruh kepercayaan yang begitu besar padaku. Maaf ayah, aku mungkin akan melanggarnya. Sementara itu ibu tak menatapku barang sedetikpun. "Jaga dirimu, nak."

"Tentu, Ayah." dengan jantung berdegup kencang, aku turun dari mobil, memasuki rumah kos itu dengan semangat. Si pemilik kos menyambutku. Ia menggiringku ke kamar Farin dengan sopan. Kupikir service yang diberikannya hanya sampai situ. Nyatanya, ia menyuruhku tak menutup pintu kamar Farin. Ia juga mengamati kami dari ruang tamu besar tempat beberapa penghuni lain sedang nongkrong. Seolah tak memberi kebebasan apapun pada kami.

"Kian." Ini pertama kalinya Farin menyebut namaku lagi setelah sekian lama. Aku yang berdiri di ambang pintu nyaris lompat ke tubuhnya, memeluknya erat. Sialnya, kami sedang diamati. Farin celingak-celinguk ke luar, seperti menanti seseorang. "Ayah dan ibu mana?"

"Mereka mengantar Clarissa. Hanya aku yang ke sini." tukasku. Mendengarku bicara, wajah Farin yang semula ramah, berubah kembali dingin. Seolah tak menginginkanku di sini.

"Masih marah?" tanyaku, baik-baik. Masih berdiri di ambang pintu kamarnya sementara ia menduduki kasurnya di lantai. Tak mempedulikanku atau bahkan memintaku masuk. Tidak ada yang berubah. Ia tetap dingin. Sialan! Meski hatiku nyaris meledak, yang tampil di wajahku hanya perih dan kecewa. Aku tak mungkin memperlihatkan amarahku dan menghancurkan kesempatan ini. "Farin."

Farin mengalihkan pandangannya padaku. Ia menepuk kasurnya, menyuruhku duduk sedikit jauh darinya. Masih begitu dingin padaku. "Sini."

Aku dengan senang hati duduk di kasurnya. Kepalaku otomatis melanglangbuana, mengitari seluruh ruangan. Terkesan dengan kamar yang terlihat rapi dan terurus ini. Ini pertama kalinya aku melihat kamar ini. Saat aku melihatnya dulu, dengan Farin kamar ini hanya kamar kosong yang hening. Sekarang, terlihat begitu nyaman dengan berbagai barang yang disusun sedemikian rupa. Membuatku seolah berada di kamar lamanya, di rumah kami. 

Bad Boy Cliches (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang