Previous Act :
Jihan terdengar seperti orang yang mulai menangis, telepon langsung ditutup begitu saja. Ia sama khawatirnya denganku. Aku sampai tidak bisa berpikir tenang saking khawatirnya. Bukan karena aku berlebihan, hanya saja reaksi Jihan sudah lebih dari cukup untuk membuatku yakin jika Clarissa dalam bahaya. Jihan bukan tipe perempuan yang ricuh atau sering meruah dan banyak bicara tidak perlu. Dia seorang perempuan baik-baik yang jarang bereaksi. Sudah tentu tangisnya Jihan menandakan hal besar yang serius.
"Clarissa, kamu di mana?" geramku, terus mengusik ponselku. Menghubungi sana-sini mencari informasi.
Sementara jemariku berlarian di atas layar, hatiku makin bergejolak. Mulai takut. Ya Tuhan, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi pada Clarissa. Kalau ada apa-apa dengannya, aku akan jadi orang pertama yang menyesal dan merasa bersalah.
Tuhan, mudahkanlah aku menemukannya.
☽❁☾
Kendaraanku kupacu lekas-lekas, menerobos angin malam yang dinginnya menusuk. Gelap malam dan jalanan membuatku merasa was-was, malam ini aku tidak berkendara di rute biasanya dan ini begitu mencekam. April bahkan khawatir, kami sempat bertengkar karena ia terus menahanku agar tidak pergi.
Meski nyaris tersesat dua kali, aku tiba di lokasi yang disebutkan Jihan dalam waktu kurang dari satu jam. Sudah tentu tempat hiburan malam ini jauh sekali dari kosku, wajar jika aku tetap memakan banyak waktu meski nyatanya jalanku begitu lancar menuju tempat ini.
Kuparkirkan motorku di depan sebuah kafe di seberang tempat hiburan malam itu. Selesai mengunci motor dan mengaitkan helmet, kedua kakiku langsung berlari menuju pintu masuk tempat hiburan itu. Begitu melihat bouncer yang menatapiku dari kepala hingga kaki, nyaliku langsung ciut. Bagaimana tidak, tempat seperti ini sangat asing bagiku. Jangankan datang ke tempat ini, berpikir untuk dugem saja aku tidak pernah. Lazim kalau aku jadi auto-norak dalam sepersekian detik.
Setelah menanyakan table atas nama Ortiz, si bouncer tadi memberi arahan. Aku hanya tersenyum sok nyaman begitu ia membiarkanku masuk begitu saja setelah ia menjawab pertanyaanku. Beruntung dia tidak melihat setelan pakaianku. Aku tidak terlihat clubbing-ready. Ini kuliah-ready look. Tapi sudahlah.
Begitu masuk, telingaku disambar dentuman musik yang keras dan memekakan telinga. Cahaya gemerlap bersinaran, berputar, bergantian menciptakan suasana temaram tapi semarak yang sedemikian rupa sambil diiringi pemandangan berupa mereka yang tengah berdansa dan mabuk.
Aroma asing langsung tercium begitu aku melewati kerumunan orang-orang yang menghalangi jalanku. Aroma alkohol dan rokok melambung di manapun aku berada. Bercampur dengan aroma parfum menyengat yang dikenakan perempuan-perempuan berpakaian seronok yang sedang bermesraan dengan lawan main masing-masing.
Bukannya aku tidak pernah minum. Saat perayaan dengan keluarga aku juga suka menenggak minuman keras. Tapi tidak seperti ini. Tidak segila ini. Aku minum hanya untuk mencicipi dan menghormati saja. Bukan untuk melupakan sesuatu atau menciptakan kenikmatan dari hal yang semu. Jika saja minuman itu direbut dari tangan mereka, mereka akan sadar betapa dansa dan senangnya mereka hanya fatamorgana belaka.
Setelah menerobos kerumunan, aku langsung mengitari sudut-sudut tempat ini. Mencari wajah-wajah yang kukenal di antara penghuni meja-meja yang ada. Baru lima menit mengorbit, wajah Ortiz, Agit dan kawanannya kutemukan. Mereka mengacungkan gelas mereka, memanggil namaku. Mengundang sopan seolah aku akan bergabung meski nyatanya tidak.
"Gabung, bro! Duduk oy, sini!" Ortiz menepuk sofa, mengundangku. Begitupun temannya yang lain, sok akrab denganku. Bertingkah seperti itu hanya karena mereka merasa harus. Begitu aku duduk seperti permintaannya, Ortiz kembali buka mulut. "Duh, tepat waktu, bosku. Minuman masih banyak brozkies! Cheers!" Ortiz mengangkat gelasnya, teman-temannya pun demikian. Mereka menenggaknya seperti orang kehausan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Cliches (BL Novel)
RomanceTidak ada seorangpun yang sempurna di muka bumi ini. Semua klise itu tak nyata. Mereka tak ada di sana saat aku membutuhkannya. Klise itu, bisakah aku mewujudkannya? A wattpad boys love roman (novel) fully created by Kanata Gray. Novel Debut : 08...