Act 25. Codes

1.9K 198 27
                                    

Previous Act : 

"Ah, jadi benar, Cheska itu sepupumu rupanya ... Anjing!"

"Apa kamu bilang tadi? ANJING?" Kali ini Clarissa mencengkeram apronku dengan kuku jemarinya yang panjang, berlagak genit menyebalkan. Mencondongkan tubuhnya padaku dengan wajah menghina. "Uhm, hebat sekali, ya ... Adik dari orang yang merenggut perawannya sepupu saya sekarang memohon-mohon bangku kuliah pada orang tua saya. Kalau saya buka identitas kamu dan kakakmu pada orang tua saya, kuliahmu pasti batal, uangmu pasti hangus seperti uangnya si Fiza itu!

"Jadi tolong ya, Rizkian Fahrentia, jangan macam-macam dengan saya ... Okay. Sekali saja kamu mengusik saya, saya bisa meruntuhkan semua rencana mulia orang tua kamu. Tapi ya, tidak mulia-mulia amat, sih. Toh anaknya bodoh dan harus menyogok untuk bangku kuliah. Hahahaha ..." Ia mendorongku tak sopan dengan jemarinya.

"Huh ..." Aku meniupkan udara ke langit, berusaha menjaga tenangku. Jika saja Clarissa seorang laki-laki dan kami sedang berada di kesepian, aku pasti sudah menghantam mulutnya dengan bogem mentahku. Sialnya, kenyataan yang terjadi tidak demikian. "Jadi kamu tahu semuanya tentang Farin, Cheska dan saya?"

"Lebih dari itu." Clarissa memberiku senyuman jahat khasnya. "Apa kamu masih bisa berpikir kalau hidup kamu akan tenang setelah ini? Jangan harap."

Lalu seketika, aku merasa jika perang antara aku dengannya baru saja dimulai.

☽❁☾  

Baru beberapa detik aku memercikkan api kemarahan lewat mataku, Clarissa malah tertawa. "AHAHAHAHA!" Tawanya yang keras membuatku bingung sekaligus kikuk setengah mati karena orang-orang di sekitar kami mendadak mengamati kami dengan saksama. 

Tanpa sadar tanganku bergerak-gerak gelagapan. "Hei, hei! Kamu ini kenapa? Jadi dilihat orang-orang, tahu!" Desisku, sedikit berbisik. 

"Kamu lihat wajah kamu tadi? Itu lucu sekali. Hahahaha."

"..." Aku hanya mampu terdiam sambil menatapinya, kesal.

Tawa Clarissa mulai reda, senyumnya masih mengembang jelas di bibirnya. Ia pun kembali menatapku dengan dua bola matanya yang dihinggapi contact lens warna hijau. "Kian, Kian ... Kamu pikir saya begitu peduli dengan Cheska? Orangtua saya dan orangtuanya dia itu tidak dekat sejak Cheska menikah. Tidak usah khawatir. Saya bukan ancaman untuk kamu, saya tidak ada masalah apapun denganmu atau kakak kamu. Saya ke sini murni karena perlu uang. Mengerti?" Ia menepuk pundakku dengan penuh perhatian. 

"Cih, santai sekali kamu ini. Lalu apa kabar dengan Fiza? Kamu kenapa sih tidak bisa santai dengan dia?!  Gara-gara kamu, mood hari ini jadi tidak enak, tahu!"

Kali ini Clarissa melenguh jemu sambil melemaskan kedua tangannya. Menggantungkannya di udara seraya terlihat putus asa. "Ceritanya panjang. Untuk sekarang, bersikaplah sewajarnya. Saya juga sedang memikirkan cara untuk buat Fiza mau bicara dengan saya. Setidaknya tunggulah saja. Saya akan menyelesaikan masalah saya sendiri. Jangan ikut campur urusan kami kecuali saya memintanya ..."

Aku melipat tanganku, memberi wajah tak perduli. "Cih, siapa juga yang mau bantu perempuan seperti kamu. Ge-er sekali." Aku membalikkan tubuhku sambil berjalan malas, kembali ke stand

Sementara itu dari belakangku, Clarissa nyaris mengejarku. Hanya saja ia terhalang pelanggan yang tiba-tiba menghampirinya untuk membeli snack kecil yang dijajakannya. 

☽❁☾    

Sejak pukul 7 malam, semangat kami mulai melempem. Bazar hari ini memang mungkin tidak seramai weekend nanti, tapi energi kami terkuras habis. Aku yang sebelumnya begitu semangat menyapa pengunjung, menawarkan produk, berbasa-basi meski sering tak diacuhkan, sekarang letoy tak berdaya. Begitupun Clarissa yang bersembunyi di bawah meja stand, bersatu dengan perkakas dan tong sampah yang menutupi keberadaannya. 

Bad Boy Cliches (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang