Act 18. Catfished

2.1K 246 38
                                    

Previous Act : 

Ponselku bergetar, sebuah pesan masuk ke ponselku.

Kian, hari Senin datanglah pukul 8. Bapak tunggu di pelataran mal. pak Dion tidak seramah biasanya, ia bahkan tidak menyematkan emoji, smiley atau apapun yang biasa disematkannya kalau chat denganku.

Boleh, pak. Memangnya ada apa ya, pak?

Ada hal yang harus saya bicarakan dengan anda. Anda? Tidak biasanya Pak Dion menggunakan kata itu untuk menunjukku.

Ini tentang pekerjaan, Pak? tanyaku, spontan.

Tidak, hanya saja ada yang perlu anda pertanggungjawabkan. Saya ingin konfirmasi tentang suatu hal. Kita bicarakan begitu saya bertemu anda.

Aku akan kena marah rupanya. Huh ... Ada apa ini sebenarnya. Apa ini ulahnya April? 

  ☽❁☾  

Biasanya aku adalah seorang yang begitu bersemangat saat Senin datang, otakku sudah membayangkan bagaimana nikmatnya berseliweran dengan santai di kafe, melayani pengunjung dan memberikan mereka senyum terbaikku. Berbincang dengan teman kerja, sesekali bercanda dengan mereka, menyaksikan berbagai jenis orang tertawa dan berceloteh.

Tapi berbeda dengan biasanya, hari ini aku gelisah. Gamang karena pesan yang terkesan mengancam dari pak Dion. Sesuatu yang harus kupertanggungjawabkan. Memangnya apa? Benar aku pernah membantunya menyusun presentasi laporan keuangan, tapi hanya sebatas itu. Aku tidak melakukan intervensi terhadap angka-angka yang tertera. Aku hanya mengolahnya menjadi bentuk lain, diagram, chart, rank, apapun sebutannya. Kalaupun aku melakukan kesalahan seharusnya pak Dion tidak harus sampai seperti itu. Dia juga bisa memperbaikinya sendiri, tak ada alasan baginya mengirimiku pesan bernada dingin.

Atau mungkin benar jika ini bukan masalah pekerjaan, tapi hal lain. Kalaupun iya, aku tidak tahu di mana letak salahku.

Seperti janjiku pada pak Dion kemarin, aku datang dua jam lebih awal. Sengaja menunggunya di parkiran basement sesuai kesepakatan kami. Lalu sekitar pukul 8 tepat mobil Pak Dion meluncur ke depanku. Ia membuka kaca jendelanya, menyuruhku masuk ke mobilnya lewat gerakan kepalanya. Sudah tentu aku akan menurut dan masuk ke dalam mobilnya, menunggunya bicara.

Begitu mobilnya terparkir dengan rapi, pak Dion menghela napas panjang. Ia melirikku, namun tak sampai hati untuk sepenuhnya menoleh padaku. Bahkan setelah beberapa menit yang senyap dan canggung ia tak juga membuka mulutnya untuk mengawali pembicaraan. Aku terpaksa memulainya sendiri.

"Pak Dion, sebenarnya ada apa? Kalau soal pekerjaan saya bisa terima. Saya mungkin melakukan kesalahan yang tidak saya sadari selama bekerja. Sebelumnya saya minta maaf."

Pak Dion lagi-lagi menghela napas panjang. "Bukan itu, Kian. Kalau soal pekerjaan tidak ada masalah."

Aku menoleh sepenuhnya, padanya. "Lalu apa, Pak?"

Pak Dion mengotak-atik ponselnya, memperlihatkan layar berisi chat dirinya dengan Fiza. "Saya hanya ingin klarifikasi tentang kabar ini."

Fiza mengirimkan screenshoot sebuah akun Blued dengan fotoku pada pak Dion. Di akun itu ada fotoku, ada foto telanjang setengah badan, ada nomor yang diduga sebagai nomor ponselku yang disematkan dalam biodata, bersatu dengan keterangan lainnya tentangku."Kian, kalau kamu butuh uang, seharusnya tidak begini caranya. Kamu sudah jadi buah bibir anak-anak kafe. Mereka tahu tentang semua ini."

Mataku terpejam, menahan kesal. Berusaha tetap tenang meski emosiku nyaris meledak. "Pak Dion, saya akan persilahkan bapak mengotak-atik ponsel saya. Saya tidak pernah punya akun seperti itu, apalagi memajang foto tidak senonoh seperti itu. Nomor ponselnya juga bukan nomor ponsel saya. Saya cuma punya satu nomor ini saja dan tidak ada yang lainnya. Saya sudah sepenuhnya jujur pada bapak mengenai ini." Aku langsung merogoh ponselku, menyodorkannya pada pak Dion. Pak Dion mengecek ponselku dengan saksama. Bahkan chat-ku dengan Farin juga dibacanya. Tak hanya itu, history tentang aplikasi apa saja yang pernah ku-install lewat Playstore juga diceknya dengan cermat. Aku tidak merasa takut karena aku memang tidak pernah memasang aplikasi semacam itu di ponselku.

Bad Boy Cliches (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang