Act 51,5. April's Point Of View

890 128 33
                                    

Previous Act :

"Kian, saya tidak pernah bilang bisa membahagiakan kamu seutuhnya. Saya tidak pernah menjanjikan apapun kecuali berusaha sekuat tenaga saya untuk membantu kamu. Saya ini hanya anak kuliah. Lulus pun belum. Punya pekerjaan pun tidak. Saya belum bisa melakukan banyak hal bagi kamu, tapi saya akan terus berusaha.

"Tidak ada hal lain yang bisa saya lakukan kecuali berjuang untuk kamu. Kamu sendiri tahu saya sayang sekali pada kamu, Kian." Ia memelukku, tangisannya pecah untukku. Begitupun tangisku untuknya. Hatiku yang sakit ini makin membuncah karena terharu dengan ucapan April.

"April ..." Aku hanya bisa menyebut namanya sambil sesunggukan dalam dekapannya. Tanganku melingkar erat di tubuhnya, kami yang sama-sama menangis ini terus saja bersatu, saling menguatkan. Enggan dijatuhkan seorang penghardik yang hanya menumpang lewat dalam hidupku.

Kami akan lebih baik dari ini. April akan lebih baik dari ini.

Apapun yang terjadi, akan kubuktikan pada Ares. Akan kuperlihatkan. Akan kutunjukkan siapa Aprilku ini. Aku akan memperjuangkan April sebagaimana ia berjuang untukku.

☽❁☾

Saya berada di persimpangan. Benci hatinya Kian pada Ares adalah kepuasan. Puas hati saya adalah ketamakan. Kian tidak tahu kalau Ares telah menjanjikan ini untuk saya.

"Jangan khawatir. Aku tidak akan menghancurkan hubungan kalian. Aku tahu harus bagaimana saat menemuinya besok. Ikuti saja permainanku. Aku bisa membuatnya membenciku untukmu." Perkataannya semalam memberi saya ketenangan. Saya bisa menghadapi pertemuan kami tadi siang dengan memegang kalimatnya itu. Ares pun menepati janjinya meski namanya buruk di mata Kian.

"April ..." Kianku sesunggukan membasahi dada saya dengan air mata. Eratnya pelukan kami jadi saksinya. Kemunafikan dalam diri saya ini mengalir lewat senyuman picik yang keluar di wajah saya. Tak terlihat oleh Kian yang tak menyadari. Rasanya benar dan salah, sekaligus.

"Heh, kau! Berhentilah menyulitkan Kian. Dia sudah kehilangan banyak hal karenamu. Jangan menggunakan uangnya demi eksperimen-eksperimen kecil dalam hidupmu. Kau pikir uang di rekeningnya itu milikmu?!" Begitulah Ares menggertak saya saat kami bertemu di ruang tamu rumah depan.

"Jadi anda mau bilang kalau ke depannya, Kian akan mempermasalahkan uang hutang saya?" Saya melawannya.

"Iya. Apalagi kau tidak bisa menjamin kesejahteraan hidupnya Kian. Kau tidak sepertiku, aku bisa memberi Kian kehidupan sementara kau hanya bisa merampasnya sedikit demi sedikit. Kau mengerti arti ucapanku?" Parasnya menggambarkan tajam perkataannya. Saya tidak dihinanya secara langsung, tapi sakitnya menombak dada saya.

"Saya akan membayarnya. Saya akan berusaha mengembalikan uangnya Kian. Meski saya hanya bisa usaha kecil-kecilan, saya yakin saya bisa memperbaiki keadaan kami."

Ares menyilangkan kaki, begitu angkuhnya pada saya. "Kau pikir usaha kuliner itu mudah? Kau pikir jadi reseller itu gampang? Kalau tidak pintar-pintar kalian akan rugi sampai ke akar. Jangankan untung, balik modal saja tidak. Pikirmu kau sedang usaha, padahal kau sedang menimbun rugi saja.

"Lalu saat usaha itu runtuh, kau berlari ke usaha B, saat B runtuh, kau lari ke C dan seterusnya. Lalu karena tak satupun berhasil kau hanya akan menghabiskan modal tanpa hasil. Kau hanya akan mengeruk uangnya Kian dan membawanya hancur denganmu. Apalagi kau tidak punya tabungan untuk menyelamatkan diri kalian kalau kalian bangkrut. Apa kau tidak pernah berpikir sampai ke sana?"

Bad Boy Cliches (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang