Dari balik tembok rumah, Adit dan Arsen mengintipi pertengkaran kedua orang tuanya dengan penuh rasa cemas dan gelisah. Pertengkaran dua orang itu memang sudah jadi pemandangan sehari-hari, yang selalu membuat kakak beradik tersebut tidak betah berada di dalam rumah mereka sendiri.
Adit masih berumur 9 tahun saat itu. Sementara, Arsen masih berumur 8 tahun. Mereka berdua masih terlalu kecil dan tidak mengerti tentang penyebab kedua orang tuanya selalu bertengkar setiap saat.
Yang jelas mereka berdua tidak senang akan pertengkaran yang selalu membuat mereka merasa ketakutan dan sedih. Bahkan, sangking hebatnya pertengkaran itu, tubuh mereka pun selalu gemetar tiap kali melihat kedua orang tuanya beradu mulut satu sama lain.
"Ya sudah! Kalau Mas memang punya wanita lain, sebaiknya kita cerai saja." Ucap Novita dengan tegas.
"Baik, lebih bagus malah kalau kita cerai. Saya juga sudah bosan dengan kamu. Setiap hari kamu hanya mementingkan karier kamu sendiri. Tidak pernah mengurusi suami dan anak-anak kamu." Ucap Irfan dengan nada marah.
"Apa kamu bilang? Mementingkan karier? Mas, sekarang ini saya sudah berada di puncak kesuksesan karier saya. Dan ini semua merupakan hasil perjuangan saya selama bertahun-tahun. Harusnya kamu bisa memahami kesibukan saya sekarang ini."
"Ahh, sudah capek saya memahami kamu. Kamu selalu mementingkan karier dan urusan kamu sendiri. Kalau ada yang bisa disalahkan atas perceraian ini, pasti kamulah yang harus disalahkan." Keluh Irfan.
"Jangan hanya menyalahkan saya Mas! Kamu sendiri juga punya wanita lain. Berselingkuh di depan anak-anak kita. Bahkan Mas sampai pernah mengajak wanita itu pergi jalan-jalan dengan anak-anak. Apa Mas pikir itu semua tindakan yang benar? Saya juga lelah Mas melihat kamu setiap hari berselingkuh dengan wanita lain." Kata Novita dengan nada suara yang mulai bergetar. Matanya sudah tergenang air mata. Novita sudah tidak sanggup menghadapi suaminya itu.
"Saya jadi begini karena kamu tidak pernah ada untuk saya!" Bentak Irfan. "Ahh, sudahlah." Desisnya. "Saya sudah malas bicara dengan kamu. Besok saya akan segera mengurus perceraian kita. Sebaiknya kamu juga bersiap-siap untuk perceraian ini." Kata Irfan yang kemudian berlalu pergi dan meninggalkan rumah.
"Braaak!" Pintu rumah itu ditutup dengan sangat keras. Irfan berlalu pergi meninggalkan Novita yang hatinya sedang sakit seperti disayat sembilu.
Setelah suaminya pergi, dada Novita terasa sangat amat sesak sampai ia jatuh meluruh ke atas lantai. Wanita itu tidak kuat lagi menanggung masalah-masalah yang menenjejal tanpa mengenal habis.
Membuat Novita menangis. Dan entah kenapa beberapa detik setelah Novita menangis, tiba-tiba langit pun juga menangis.
Ya. Turun hujan di hari itu. Air mata yang mengalir deras melalui pipi halus Novita itu mirip dengan air hujan yang bergemericik deras di luar sana.
*****
Pelangi sangat senang hari itu. Setelah berhari-hari menunggu, akhirnya hujan turun juga. Pelangi pun segera mengambil payung warna merah muda miliknya dan bergegas pergi untuk mencari sesuatu. Mencari sesuatu yang dari dulu ingin sekali dia lihat.
"Hari ini aku pasti akan menemukan pelangi." Gumam Pelangi kepada dirinya sendiri.
Setelah itu, dia pun berjalan keluar rumah dan melangkah pergi dengan penuh semangat.
*****
Adit pergi dari balik tembok itu. Dia menghampiri mamanya yang sedang menangis. Anak sulung itu nampak sangat perhatian dengan mamanya.
"Jangan nangis, Ma! Jangan menangis!" Kata Adit sembari menyapu air mata ibunya itu dengan tangan-tangan kecilnya.
Namun, ibunya tetap tidak berhenti menangis. Sakit sehitam jelaga yang dirasakannya membuat Novita terus mengerang dalam tangisnya.
Sementara itu, Arsen yang sangat membenci papa dan mamanya langsung saja pergi dari rumah setelah menyaksikan pertengkaran hebat tersebut. Rasanya kebencian Arsen kepada orang tuanya sudah mencapai puncaknya pada hari itu.
Arsen berjalan di tengah rintik-rintik air hujan yang turun membasahi bumi. Dia membiarkan dirinya basah kuyup disirami oleh air hujan. Membuat dirinya lupa sejenak akan pertengkaran hebat yang terjadi barusan.
*****
Pelangi berjalan di bawah hujan. Saat itu dia belum berjalan terlalu jauh, masih di jalanan yang ada di depan panti asuhannya.
Untuk menghibur dirinya sendiri di tengah derasnya hujan itu, dia pun menyanyikan lagu kesukaannya, somewhere over the rainbow.
Sesekali dia juga memutar-mutar payungnya yang sudah basah terkena air hujan dan bermain-main di atas genangan air dengan menciprat-cipratkan air genangan tersebut sambil terus bernyanyi. Nyanyian yang keluar dari bibirnya itu mengalun merdu dan terdengar sangat indah.
Somewhere over the rainbow
Way up high
There's a land that I heard of
Once in a lullaby
Somewhere over the rainbow
Skies are blue
And the dreams that you dare to dream
Really do come true
Namun, tiba-tiba nyanyian itu pun terhenti. Ada sesuatu yang membuat Pelangi berhenti menyanyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Blind Rainbow
Teen Fiction[Teen Fiction] Follow dulu, baru dibaca. "Awal pertemuan kita bagai takdir. Antara aku dan dirimu seperti terikat oleh seutas benang tak kasat mata yang disebut kebetulan. Kita dengan semua perbedaan yang ada bertemu dalam keadaan tidak terduga. Da...