Arsen mengendarai motor Ninja warna merahnya dengan kecepatan tinggi. Nampaknya, Arsen masih terbawa suasana saat balapan liar kemarin malam.
Ya. Arsen memang sering balapan liar. Dunia malam sudah menjadi kebiasaan sehari-harinya. Balapan liar, pergi ke klub malam, ataupun sekedar keluyuran di malam hari sudah menjadi rutinitas sehari-hari bagi dirinya.
Namun, kali ini dia mengendarai motornya bukan karena sedang balapan, melainkan karena mengejar waktu agar tidak terlambat masuk sekolah. Ancaman mamanya tadi pagi nampaknya memang sangat ampuh untuk membuat Arsen mengurungkan niat untuk tidak masuk sekolah lagi hari ini.
*****
Pelangi melangkah pergi. Pagi ini dia beraktivitas seperti biasa, yaitu pergi ke sekolah. Seperti biasanya, hari ini dia juga pergi sendirian saja ke sekolahnya.
Dia tidak berangkat bersama-sama dengan teman-teman lainnya yang juga tinggal di panti asuhan yang sama dengannya. Sekolah Pelangi memang berbeda dari sekolah mereka. Maka dari itu, Pelangi selalu berangkat sendirian ke sekolahnya.
Tapi itu bukan masalah baginya. Dia tidak takut pergi kemanapun seorang diri. Dia pun asyik menyusuri jalanan yang ditapakinya dengan terus menghitung.
"Tujuh, delapan, sembilan, sepuluh,..."
*****
Arsen terus mengendarai motornya dengan kencang. Dia sangat kesal karena kemarin malam dia kalah dalam balapan liar. Dia meluapkan rasa kesalnya dengan terus ngebut tanpa memedulikan apapun yang ada di depannya.
Melaju cepat. Tanpa henti. Sampai tiba-tiba seseorang muncul di hadapannya. Jantung Arsen pun berdetak kencang setelah itu. Rasanya berdetak sangat kencang sampai jantungnya terasa mau copot.
Arsen berusaha mengerem motornya. Dia berusaha menghentikan laju cepat motor besar itu. Namun, laju motor yang sangat kencang membuat dirinya jadi kesulitan mengerem dan mengendalikan motor tersebut.
"Sial!" Desah Arsen pelan sambil terus berusaha menghentikan motornya.
Arsen pun terpaksa mengarahkan posisinya ke samping. Menghindari orang itu. Dia benar-benar takut akan menabrak orang itu.
"Bruuk!" Arsen menabrak. HAH? MENABRAK?
Untungnya Arsen hanya sedikit menabrak pohon. Tidak terlalu parah.
"Sialan!" Maki Arsen.
Kepalanya masih tertutup helm. Sehingga suara makian Arsen tadi tidak terlalu terdengar.
Arsen nampak kesal melihat seseorang yang tadi hampir mau ditabraknya. Kalaupun tadi dia benar-benar menabrak orang itu, maka ini sepenuhnya bukan menjadi salahnya. Salah orang itu sendiri yang dengan santainya melenggang berjalan di depan motor yang sedang melaju kencang.
"Kenapa dia tidak menghindar?" Pikir Arsen dalam hati.
Arsen memandangi orang yang tadi hampir ingin ditabraknya. Melihat orang itu, dirinya malah semakin kesal karena orang itu tidak merespon sama sekali keadaan Arsen yang baru saja "sedikit" menabrak pohon.
Orang tersebut malah terus berjalan dengan muka yang sangat ceria. Malahan bibirnya sesekali nampak tersenyum. Muka yang nampak tanpa beban. Tentu saja itu bukan raut muka orang yang hampir saja ditabrak.
Merasa diabaikan, Arsen pun berjalan cepat menghampiri orang itu. Nampaknya dia ingin membuat perhitungan dengan orang tersebut. Setelah sampai tepat di belakang punggung orang yang dimaksud, Arsen langsung memegang pundak orang itu dengan sangat kasar.
Setelah itu, dia segera membalikkan tubuh orang itu. Alhasil, kini orang itu pun jadi berhadapan dan bertatap muka dengan Arsen.
"Ada apa ya?" Tanya Pelangi dengan nada yang datar dan biasa saja. Selain itu, tampangnya pun sangat innocent seakan tidak terjadi apa-apa.
Arsen kaget melihat cara bicara dan ekspresi wajah itu. Menurut pikirannya, orang yang berada di hadapannya ini pastilah sudah tidak waras karena dia masih bisa bersikap santai setelah nyawanya hampir saja terancam bahaya.
"Lo ini? GILA atau BOSAN HIDUP?!" Seru Arsen dengan menekankan nada bicaranya pada kata gila dan bosan hidup.
"Maksud ucapan kamu apa sih? Saya tidak mengerti." Kata Pelangi dengan nada lembut.
"Heh! Udah tahu tadi di depan lo ada motor yang lagi ngebut. Tapi lo malahan santai aja gitu jalan. Lo itu seharusnya menghindar, bego! Gue sampe harus nabrak pohon untuk ngehindarin lo. Dasar, emangnya lo ini buta apa?!" Bentak Arsen sambil mengeraskan nada bicaranya.
"Oh, iya. Hmm... Saya ini memang buta." Ucap gadis itu lirih.
Tiba-tiba suasana menjadi hening untuk sesaat. Arsen tidak mengerti lagi apa yang harus diucapkan untuk menanggapi perkataan gadis itu.
"Maafkan saya ya. Lain kali saya akan lebih berhati-hati. Maaf." Ucap Pelangi lembut sambil menyodorkan tangannya. Berharap Arsen akan menjabat tangannya dan menerima permintaan maafnya.
Namun, Pelangi menyodorkan tangannya ke arah yang lain. Bukan ke depan Arsen. Dia juga menatap ke arah yang lain. Bukan ke arah Arsen.
Mata indahnya memang terbuka lebar dan bola matanya berbinar-binar. Tapi dia tidak bisa menyadari keberadaan Arsen. Nampaknya mata indah itu hanyalah hiasan. Dia tidak bisa merasakan penglihatan. Ya, gadis itu buta.
Arsen memandangi gadis itu. Dia memandanginya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Rambut panjang gadis itu sangat halus dan hitam. Rambutnya terurai indah.
Kulitnya putih seperti salju. Bentuk tubuhnya proporsional seperti seorang model. Dan sorot mata gadis itu juga sangat indah. Bola matanya berwarna coklat dan berbinar-binar. Namun sayang, mata indah itu tidak bisa melihat keindahan dunia.
"Dia cantik. Tapi dia buta." Kata Arsen dalam hati.
"Ahh, udahlah." Desah Arsen.
"Gue gak mau berurusan sama lo lagi." lanjutnya Bsambil berlalu pergi.
Pergi tanpa menjabat telapak tangan halus nan lembut itu. Dia mengabaikan tangan Pelangi begitu saja tanpa berkata apa-apa lagi.
*****
Jangan lupa vote, follow, sama komentar yaa
-XOXO

KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Blind Rainbow
Teen Fiction[Teen Fiction] Follow dulu, baru dibaca. "Awal pertemuan kita bagai takdir. Antara aku dan dirimu seperti terikat oleh seutas benang tak kasat mata yang disebut kebetulan. Kita dengan semua perbedaan yang ada bertemu dalam keadaan tidak terduga. Da...