"Teeet!" Bel masuk berbunyi. Hari itu, dengan sangat tumbennya, Arsen sudah menempati tempat duduknya yang berada di dalam kelas 11 IPS 1 dengan rapi. Padahal, selama ini dia selalu saja terlambat masuk kelas.
Arsen melihat ke sekelilingnya. Dia menoleh tepat ke belakang kursinya. Pandangannya tertuju pada kursi Nesa yang masih kosong, padahal bel masuk sudah berbunyi.
"Drap! Drap! Drap!"
Langkah kaki Nesa yang sedang berlari terasa sangat cepat dan mengeluarkan bunyi hentakan yang cukup berisik. Suara gantungan kunci berbentuk seperti lonceng yang dipasang pada tas ransel warna pink miliknya juga semakin menambah berisik kehadirannya.
"Hosh! Hosh! Hosh!"
Nesa nampak terdengar kelelahan. Namun, untungnya, berkat lari-lari kecil yang melelahkan itu Nesa berhasil masuk ke kelas sebelum pelajaran bu Sita dimulai.
Sesampainya di kelas, Nesa langsung duduk di kursinya. Dan beberapa detik setelah Nesa duduk, bu Sita tepat masuk ke kelas dan memulai pelajaran seperti biasanya.
"SELAMAT PAGI BU!" Seru anak-anak sekelas dengan keras.
"Ya, selamat pagi anak-anak! Sekarang, langsung buka buku kalian halaman 55. Ibu akan membahas tentang konflik dan kekerasan!"
Anak-anak sekelas pun langsung membuka buku mereka masing-masing, terkecuali Nesa. Dirinya nampak sibuk sendiri. Dia sibuk merobek kertas dan kemudian menuliskan sesuatu di atas kertas itu.
Arsen, URGENT banget nih. Malam ini kita harus manggung di kafe gue. Jadi, luangin waktu ya nanti malam!
Nesa menepuk pundak Arsen yang duduk di depannya. Setelah Arsen menoleh, Nesa pun langsung memberikan secarik kertas itu kepada Arsen.
Begitu membaca isi surat tersebut, Arsen langsung menuliskan balasannya untuk Nesa di kertas yang sama, tepat di bawah tulisan Nesa.
Kenapa ngasih tahunya mendadak sih Nes? Gue kan juga belum sempat latihan sama lo semua.
"Ya, anak-anak, ibu awali saja pembahasan kita pagi ini. Selama ini biasanya kita selalu menyamakan konflik dan kekerasan. Namun, sebenarnya konflik itu berbeda dengan kekerasan. Jadi, kalian tidak bisa menyamakan konflik dengan kekerasan, karena sebenarnya tidak semua konflik itu berdampak negatif, sementara kekerasan itu sudah dapat dipastikan memberikan dampak negatif. Dan bla bla bla." Bu Sita terus asyik bercuap-cuap ria di depan kelas menerangkan pelajaran.
Nampaknya bu Sita belum menyadari kalau ada dua orang murid di kelasnya yang bukannya memerhatikannya, eh tapi malah asyik surat-suratan.
Sementara itu Nesa pun kembali menulis sesuatu untuk Arsen dan kemudian menyerahkan lagi secarik kertas itu kepada Arsen.
Iya, sorry, sorry. Emang mendadak banget. Soalnya nyokap bilang banyak band-band lain yang juga udah pada ngantri buat manggung di sana.
Yang tersisa buat kita ya tinggal hari itu. Yah, walaupun kafe itu emang milik keluarga gue, tapi kata nyokap gue, kita harus tetep patuh sama peraturan. Karena hari lain udah dipesan sama anak band lain, jadi mau gak mau kita manggungnya hari ini.
Arsen pun kembali harus menulis balasan dan menyerahkan kertas itu lagi untuk Nesa.
Terus, si drummer baru gimana? Gue aja belum tahu siapa drummer baru kita.
Dengan cekatan tangan Nesa pun mengambil secarik kertas itu dari tangan Arsen yang terjulur ke belakang dan segera menulis balasan lagi untuk Arsen.
Hmm... Tenang aja, drummer baru kita oke banget kok. Nanti lo juga tahu siapa drummer barunya dan gimana kemampuannya. Yaudah ya, udahan dulu surat-suratannya. Entar ketahuan bu Sita. Bisa gawat.
Setelah menulis balasan untuk Arsen, Nesa menjulurkan tangannya ke depan dan memberikan kertas itu kepada Arsen. Segera setelah itu, Arsen pun langsung membaca tulisan yang ada di dalam kertas itu.
Namun, setelah membaca kalimat terakhir Nesa, tiba-tiba Arsen terkaget-kaget karena ada seseorang yang tiba-tiba menyentuh tangan kanannya.
Dan Arsen nampaknya tahu tangan siapa yang menyentuhnya itu.
"Ehem, sedang apa kalian berdua dari tadi?" Kata bu Sita sembari melotot bergantian ke arah Arsen dan Nesa.
"Hmm.. Kita gak ngapa-ngapain kok, Bu." Kata Nesa sambil mencoba tersenyum maksa dan bermuka innocent seakan tidak terjadi apa-apa.
Sementara itu, Arsen juga bertampang cuek, berpura-pura tidak ada yang terjadi.
Bu Sita yang tadi memandangi Nesa bicara kini memandang ke arah lain. Pandangannya tertuju kepada secarik kertas yang dipegang oleh Arsen. Bu Sita pun langsung saja merenggut kertas itu dan kemudian melihatnya.
"Uuups, mati gue sebentar lagi!" Nesa mengerang dalam hati.
"Oh, jadi ini yang kalian bilang tidak ngapa-ngapain?" Kata bu Sita sambil menatap bergantian ke arah mereka berdua dan mengacung-ngacungkan kertas surat-suratan itu di hadapan mereka.
"Sekarang, silahkan kalian berdua meninggalkan kelas saya!" Kata bu Sita dengan mata yang super melotot.
Secara terpaksa Arsen dan Nesa pun segera mengikuti perintah bu Sita dan beranjak pergi keluar kelas dengan langkah gontai.
*****
Jangan lupa vote, follow, sama komentar yaa
-XOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Blind Rainbow
Teen Fiction[Teen Fiction] Follow dulu, baru dibaca. "Awal pertemuan kita bagai takdir. Antara aku dan dirimu seperti terikat oleh seutas benang tak kasat mata yang disebut kebetulan. Kita dengan semua perbedaan yang ada bertemu dalam keadaan tidak terduga. Da...