Bab 20

7K 467 5
                                    

Teringat kejadian beberapa tahun lalu. Memori kejadian 9 tahun lalu itu nampaknya terputar lagi dalam otak Arsen. Memori kelam itu menampilkan sederetan visual peristiwa yang menjadi penyebab kebencian Arsen pada anggota keluarganya. 

Pada ayah, ibu, dan kakaknya. Memori itu seakan mengiris hati Arsen. Rasanya seperti tersayat sembilu.

Arsen sedang di kamar tidurnya saat itu. Usianya masih 8 tahun. Saat itu, di kamarnya sangat berantakan. Di lantai kamar yang berwarna putih itu dipenuhi oleh tetesan cat air yang berhamburan ke mana-mana.

Warna merah, kuning, hijau, biru, dan juga berbagai macam warna lainnya. Tetesan-tetesan cat air itu seakan membentuk sebuah lukisan abstrak di atas lantai. Sementara itu, dirinya sendiri sedang membuat sebuah lukisan di atas sebuah kanvas yang diletakkan di atas meja belajarnya.

Di tangan kanan Arsen, dia memegang sebuah kuas yang sudah berlumuran cat. Dia memoleskan kuas itu ke atas kanvas dan membentuk sebuah lukisan. Di dalam sebuah lukisan itu ada gambar ayah dan ibunya yang saling bergandengan tangan dengan latar belakang sebuah rumah yang indah.

Di lukisan itu juga ada gambar Arsen dan Adit yang masing-masing digambar di sisi ibu dan ayahnya. Arsen ada di sebelah ibunya, sementara Adit ada di sebelah ayahnya. Ekspresi semua orang dalam lukisan itu adalah ekspresi orang yang sedang tersenyum.

Ekspresi yang tentu saja sangat didambakan oleh Arsen. Seandainya mereka berempat bisa tersenyum bersama-sama seperti itu. Pasti rasanya akan sangat menyenangkan.

Sementara itu, di luar kamar Arsen, ada sebuah keriuhan yang terjadi. Ayahnya dan Adit baru saja pulang dari kegiatan memancing mereka. Adit mendapat peringkat satu lagi di kelasnya.

Oleh karena itu, ayahnya menghadiahi anak sulungnya itu dengan mengajaknya berjalan-jalan. Mereka pergi memancing dan makan-makan di restoran bersama-sama. Pokoknya, jalan-jalan yang menyenangkan.

Hanya berdua saja, hanya ayahnya dan Adit saja. Tak ayal, Arsen tidak pernah tahu bagaimana perasaan berjalan-jalan dengan seorang ayah karena memang Arsen tidak pernah diajak. Ya, sebagai anak yang selalu mendapat peringkat terbawah di kelasnya, Arsen memang tidak pernah merasakan hal-hal seperti yang dirasakan kakaknya.

Ayah Arsen adalah seseorang yang sangat tegas dan mementingkan hal-hal akademis seperti itu. Oleh karena itu, ayahnya seperti tidak pernah menganggap Arsen. Entah kenapa ayahnya sangat membenci anak keduanya itu hanya karena Arsen tidak bisa memberikan prestasi yang baik dan memiliki IQ yang cukup rendah.

Arsen mengintip dari balik pintu. Mencoba menelisik apa yang sedang terjadi di luar kamarnya. Mengamati setiap ekspresi kegembiraan yang tidak pernah didapatkannya.

"Ayah, ikannya besar banget ya, Yah!"

Kata Adit kecil sambil menenteng-nenteng sekantung plastik besar berisi air dan seekor ikan mas besar yang didapatnya dari kolam pemancingan tadi.

"Iya! Kamu hebat banget Adit! Bisa mancing ikan sebesar itu!" Puji ayahnya sambil mengelus-elus rambut anaknya itu.

"Tapi, kenapa Arsen gak diajak, Yah? Kan bakal lebih seru kalau ada Arsen."

"Kita gak perlu ngajak dia dan juga gak usah mikirin dia." Ucap ayahnya dengan tegas.

Adit kecil pun tersentak begitu mendengar ucapan ayahnya barusan. Walaupun masih kecil, tapi Adit nampaknya mengerti kalau selama ini ayahnya selalu membeda-bedakan dirinya dengan Arsen.

Melihat anaknya tersentak kaget seperti itu, ayahnya pun langsung mencari-cari alasan untuk membuatnya tidak terlihat seperti ayah yang jahat di mata Adit.

"Tentu aja dia gak usah kita ajak. Selama ini dia selalu malas belajar dan kerjaannya cuma melakukan apa yang dia mau saja. Cuma gambar-gambar gak jelas dan dia gak pernah belajar seperti kamu.

"Jadi, dia itu hanya bikin malu ayah aja karena di sekolah dia selalu jadi peringkat bawah. Tidak seperti anak ayah yang pintar ini. Sudah, kamu gak usah mikirin dia lagi. Sekarang, anak Ayah yang pintar ini harus istirahat ya. Mandi, terus langsung tidur. Jangan pikir yang macam-macam." Kata ayahnya sambil mengelus-elus rambut Adit dan tersenyum kepadanya.

Arsen menutup pintu kamarnya. Dia tutup celah kecil yang tadi terbentuk oleh pintunya dan dia putuskan untuk berhenti mengintipi fenomena kebahagiaan yang tidak pernah dia dapatkan itu.

Dia kemudian duduk di atas kasurnya sambil memeluk kedua lututnya erat. Dia iri dengan kakaknya yang selalu mendapat kebahagiaan dari ayahnya. Selain itu, dia juga kecewa karena ibunya tidak berada di sampingnya saat ini.

Jika ayahnya membenci dirinya, seharusnya ibunya berada di sampingnya dan menghiburnya sekarang ini. Bukankah seperti itu aturannya? Tapi itu tidak terjadi. Kini Arsen kecil menangis dalam diam sambil tetap memeluk kedua lututnya erat. Kemudian, dia biarkan kepalanya terbenam ke dalam pelukan lututnya itu dan terus menangisi kesedihannya dalam diam.

*****

Jangan lupa vote, follow, sama komentar

-XOXO

[END] Blind RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang