*Flashback*
Malam itu, setelah pulang dari puncak, Arsen nampak sangat lemas dan pucat. Di sekujur tubuhnya mengalir keringat dingin dan napasnya juga nampak tersengal-sengal. Oleh karena itu, setelah mengantarkan Pelangi pulang ke panti asuhan, Adit segera melajukan mobilnya menuju rumah sakit terdekat agarArsen bisa kembali dirawat.
"Lo kenapa, Sen? Gue sekarang lagi menuju ke rumah sakit. Lo tahan sebentar lagi ya, Sen." Ucap Adit yang mengemudikan mobilnya sambil terlihat panik dan sesekali melongok ke arah kursi belakang untuk melihat kondisi Arsen.
Namun, Arsen tidak menjawab. Sepertinya dia kesulitan untuk bicara. Jangankan untuk bicara, saat itu untuk bernapas saja sulit bagi dirinya. Napasnya tersengal-sengal dan semakin lama rasanya semakin sesak sehingga semakin sulit baginya untuk bernapas.
"Se....sak.... Se....sak.... se...kali...."
Tiba-tiba Arsen berbicara dengan terbata-bata dan dengan napas yang masih tersengal-sengal. Ucapan tersebut dapat dengan jelas menggambarkan kondisinya sekarang ini.
"Lo harus bertahan, Sen! Gue mohon." Desis Adit.
"Kita akan segera sampai di rumah sakit. Jadi, gue mohon lo harus bertahan." Ucap Adit sambil berusaha melajukan mobilnya lebih kencang lagi.
Setibanya di rumah sakit, Arsen pun segera dirujuk ke Unit Gawat Darurat. Dia langsung dibawa masuk ke dalam ruang UGD untuk diberikan alat yang dapat membantunya bernapas.
Sementara itu, Adit langsung menelepon ibu dan ayahnya untuk memberitahukan kondisi Arsen dan menyuruh mereka pergi ke rumah sakit secepatnya.
Dan sesampainya kedua orang tuanya di rumah sakit, mereka langsung menunggui Arsen tepat di depan ruang UGD bersama dengan Adit.
Mereka semua menunggu dengan sabar dan berharap semoga Arsen masih bisa bertahan. Ketika mereka semua sedang dilanda rasa cemas sekaligus panik, seorang dokter tiba-tiba keluar dari ruang tersebut.
Mereka bertiga pun segera menghampiri dokter tersebut. Berharap semuanya akan baik-baik saja. Namun, dokter itu menggelengkan kepalanya dengan raut wajah yang muram.
"Kami sudah berusaha sebaik mungkin." Lanjut dokter itu.
Dan tangis seorang ibu yang kehilangan seorang anaknya pecah saat itu juga. Sebuah tangisan yang mengharu biru tidak bisa lagi tertahankan dari sosok seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya.
Tangis itu pun kian menjadi saat dia memasuki ruangan dan menatapi kalau tubuh anaknya itu sudah terbujur kaku, dingin, dan tidak bergerak lagi. Tubuh itu benar-benar tidak bernyawa.
Sementara itu, sosok ayah dan kakak yang selama ini tinggal berjauhan dengan Arsen juga turut merasakan duka yang mendalam. Terlebih karena mereka hanya bisa sebentar saja merasakan kebersamaan dengan dirinya.
Perasaan sedih sekaligus menyesal menghantui batin mereka berdua karena selama bertahun-tahun mereka tidak ada di sisinya.
Suasana malam itu pun berubah menjadi mengharukan. Semua larut akan kesedihan yang mendalam karena kepergian Arsen. Kini dirinya telah pergi untuk selamanya.
Mereka semua akan selalu menyimpan kenangan indah bersama dirinya yang telah pergi dan mereka juga berharap agar dirinya mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Tuhan.
*****
Hujan akhirnya reda. Dan tangis itu pun juga reda bersamaan dengan redanya hujan. Kini Pelangi tertegun. Memandangi sisa-sisa air yang masih tergenang di lapangan basket itu dengan tatapan kosong dan tanpa makna.

KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Blind Rainbow
Teen Fiction[Teen Fiction] Follow dulu, baru dibaca. "Awal pertemuan kita bagai takdir. Antara aku dan dirimu seperti terikat oleh seutas benang tak kasat mata yang disebut kebetulan. Kita dengan semua perbedaan yang ada bertemu dalam keadaan tidak terduga. Da...