Arsen berpakaian serba hitam malam itu. Dia memakai kaus hitam disertai dengan outfit berupa jaket kulit hitam yang membalut tubuhnya yang berkulit putih. Selain itu, dia juga memakai celana jins belel warna hitam yang sudah robek-robek.
Sementara itu, sepatu yang dia kenakan juga berwarna hitam yang sudah bolong dan robek di beberapa bagiannya. Celana jins dan sepatu yang kondisinya robek dan bolong itu bukan dikarenakan Arsen tidak punya uang untuk membeli celana dan sepatu baru.
Tetapi semua itu lebih karena dia ingin terlihat berantakan di hadapan semua orang. Dia ingin semua orang yang melihatnya bisa segera tahu kalau dia adalah anak yang bermasalah dan kehidupannya memang berantakan.
Arsen menuruni anak tangga dua-dua secara tergesesa-gesa. Dia benar-benar harus pergi malam itu. Saat sudah selesai menuruni anak tangga, secara mengejutkan dia mendapati ibunya berdiri di hadapannya.
Padahal itu baru jam 7 malam, namun ibunya sudah berada di rumah. Sungguh suatu kehadiran yang benar-benar tidak terduga olehnya.
"Mau ke mana kamu malam-malam begini?" Tanya mamanya dengan tatapan yang berbeda dari biasanya.
Kedua bola matanya menatapi setiap inchi area di wajah Arsenyang pucat pasi seperti mayat itu dengan penuh perhatian dan ketulusan.
"Tumben mama udah pulang jam segini. Biasanya mama baru pulang tengah malam atau saat semua orang sudah tidur." Ucap Arsen acuh.
"Mama serius Arsen. Kamu harus menjawab pertanyaan mama. Kamu mau ke mana malam-malam begini? Muka kamu itu pucat sekali. Mama gak akan mengizinkan kamu pergi. Mama tahu kamu sedang sakit sekarang ini." Ucap mamanya sambil berusaha menyentuh kening Arsen.
Dia ingin mencoba meraba kening dan merasakan suhu tubuh anak laki-lakinya itu. Namun, ketika mamanya baru saja meletakkan telapak tangannya di kening Arsen, sontak Arsen langsung menyingkirkan telapak tangan lembut itu.
"Mama gak usah sok peduli sama aku. Kalaupun aku menghilang dari dunia ini, aku tahu Mama juga gak akan pernah peduli sama aku. Jadi, aku harap Mama bisa menyingkir dari hadapan aku sekarang dan gak usah sok peduli lagi sama aku." BentakArsen dengan agak keras.
"Kenapa kamu jadi bentak-bentak Mama? Mama kan hanya mengkhawatirkan kamu, Arsen." Ucap mamanya tulus. Dia memandangi sosok Arsen lekat-lekat dengan tatapan khawatir dan cemas.
"Sudah terlambat, Ma. Mama udah gak perlu pura-pura sok perhatian lagi. Aku udah gak butuh lagi semua kepura-puraan itu. Semuanya udah terlambat."
"Kenapa kamu selalu seperti ini, Arsen? Kenapa kamu selalu bersikap kasar dan dingin seperti ini? Memangnya apa kesalahan yang pernah Mama buat selama ini? Selama ini Mama sudah penuhi semua kebutuhan kamu.
"Motor, mobil, rumah, dan semua kebutuhan kamu yang lainnya sudah Mama sediakan. Tapi, sekarang kamu malahan gak tahu berterima kasih dan selalu bersikap buruk seperti ini sama Mama." Protes mamanya dengan nada bicara yang agak membentak. Mamanya merasa kalau selama ini dia telah melakukan tindakan yang benar.
"Asal Mama tahu, hidup ini gak cukup hanya sekadar materi. Dari dulu sampai sekarang Mama gak pernah sadar akan hal itu. Kita udah cukup kaya, Ma.
"Gak perlu numpuk-numpuk harta kekayaan lebih banyak lagi. Dan Mama gak usah cari uang sampai harus pulang larut malam setiap hari kayak gitu." Ucap Arsen dengan nada kecewa.
Dia sangat kecewa dengan mamanya yang hanya memprioritaskan materi di dalam kehidupannya selama ini.
"Yang aku butuh cuma perhatian dan kasih sayang yang selama ini gak pernah aku dapetin, Ma. Selama ini, apa Mama pernah pergi ke sekolah aku untuk ngambil rapor aku? Enggak. Mama gak pernah.
"Mama selalu nyuruh karyawan Mama untuk ngambil rapor aku. Terus, apa Mama pernah peduli kalau aku sakit? Enggak. Mama juga gak pernah peduli. Bahkan ketika aku dirawat di rumah sakit, cuma ada Bi Ijah yang nemenin aku di sana.
"Dan apa mama pernah tahu kalau aku ini kesepian? Enggak. Mama juga gak pernah tahu hal itu. Dan masih banyak lagi hal yang Mama gak tahu. Karena Mama emang gak pernah ada buat aku." Ucap Arsen dengan penuh nada kekecewaan yang bercampur dengan kemarahan.
Semua itu terucap saja dengan begitu lancarnya karena memang seperti itulah kenyataan yang terjadi dalam hidupnya, sehingga Arsen tidak perlu berpikir lagi untuk mengucapkan semua unek-uneknya selama ini.
Mamanya terdiam. Semua yang Arsen katakan memang benar adanya dan jelas-jelas terjadi. Mungkin sakit sehitam jelaga yang selama ini dirasakan oleh Arsen sudah menorehkan luka yang amat mendalam.
Dan akhirnya mamanya menangis dalam diam memikirkan semua kesalahannya kepada anak yang sangat kurang mendapat kasih sayang itu. Ketika mamanya masih menitikkan air mata kesedihan dan diselimuti oleh perasaan bersalah, Arsenmalah langsung pergi.
Dia pergi tanpa berkata apa-apa dan membuat mamanya semakin merasa bersalah. Sementara itu, dari lantai dua, Adit ternyata mengamati pertengkaran yang terjadi sedari tadi. Di satu sisi, dia merasa berdosa kepada mamanya karena dia tidak bisa berbuat banyak untuk bisa menghentikan sikap buruk Arsen.
Namun, di sisi lain dia juga merasa kasihan kepada adiknya yang sepertinya sudah lama menahan rasa sakit yang ada di dalam hatinya itu.
*****
Jangan lupa vote, follow, sama komentar
-XOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Blind Rainbow
Teen Fiction[Teen Fiction] Follow dulu, baru dibaca. "Awal pertemuan kita bagai takdir. Antara aku dan dirimu seperti terikat oleh seutas benang tak kasat mata yang disebut kebetulan. Kita dengan semua perbedaan yang ada bertemu dalam keadaan tidak terduga. Da...