Arsen terbangun dari tidurnya. Dia melihat jam dinding berbentuk gitar miliknya. Jam itu menunjukkan pukul 5 pagi. Hari itu Arsen ternyata bangun saat dunia masih cukup gelap dan saat ayam-ayam baru mulai berkokok, tidak seperti hari-hari biasanya yang selalu bangun kesiangan. Entah kenapa mimpi buruk yang merasuki pikirannya tadi malam seakan membuat dirinya tidak nyaman lagi untuk melanjutkan tidurnya.
Saat baru terbangun, tiba-tiba siluet orang itu muncul lagi di pikirannya. Entah kenapa sejak pertemuan pertama mereka -saat Arsen hampir menabrak Pelangi-, siluet dan bayangan Pelangi terus terbayang-bayang dalam otak Arsen.
Apalagi, saat sedang sedih seperti ini, bayangan Pelangi ampuh untuk menghilangkan rasa sedih Arsen. Mengingat senyum yang selalu terpancar dari wajah Pelangi bisa menjadi penyemangat baru dalam keterpurukannya yang begitu dalam.
Mengingat senyum yang nampak tulus itu bisa membantu meredam bara emosinya yang begitu meletup-letup akibat mengingat sederetan visual kelam itu. Entah kenapa mengingat Pelangi bisa sedikit menyejukkan hatinya.
Mengingat siluet tubuh Pelangi dan mengingat ekspresi keceriaan yang selalu dihadirkan oleh Pelangi tiba-tiba menggerakkan Arsen untuk melakukan sesuatu. Sesuatu yang sudah lama tidak dia lakukan. Melakukan sesuatu yang membuatnya terlihat nampak seperti orang bodoh di hadapan ayahnya selama ini.
Kini Arsen pun bergegas membuka sebuah lemari kecil yang ada di sebelah meja belajarnya. Tentunya, itu bukanlah lemari baju. Melainkan itu adalah lemari perlengkapan menggambar dan melukis yang sudah lama tidak dibukanya selama ini. Begitu indahnya seorang Pelangi, hingga dia ingin sekali melukis gadis itu.
"Udah lama gue gak ngelakuin ini. Kira-kira masih bisa gak ya?" Gumam Arsen kepada dirinya sendiri.
Dia pun mengambil selembar kertas dari sketchbook nya. Dia juga mengambil sebatang pensil 2B dan sebatang pensil HB dari tempat pensil usang berwarna coklat yang ada di lemari tua tersebut.
Setelah itu, dia pun berpindah ke meja belajarnya. Dia mulai membuat sketsa. Coretan demi coretan yang digambar di atas kertas itu lama-kelamaan membentuk sebuah sketsa yang berbentuk siluet wajah seorang gadis.
Gadis yang berbola mata coklat indah nan berkilau dan memiliki rambut panjang terurai yang sangat indah. Ya, sketsa itu adalah sketsa wajah Pelangi. Dia pun mengarsir sketsa wajah itu dengan menggunakan pensil 2B dan pensil HB miliknya secara bergantian. Dan ketika sketsa wajah itu hampir selesai, ada sesuatu yang terjadi.
Tiba-tiba ada sebuah noda merah yang mengotori kertas itu. Noda merah itu menetes dan terus menetes. Noda merah itu lama-kelamaan menjadi banyak dan hampir mengotori seluruh kertas itu.
Arsen mendongakkan kepalanya. Dia berusaha agar darah yang keluar dari hidungnya tidak semakin banyak. Nampaknya mimisannya kumat lagi. Tangan kanannya berusaha meraba-raba meja belajarnya. Berusaha mencari tisu untuk mengelap darah yang terus-menerus keluar dari hidungnya.
*****
Jam istirahat pagi. Pukul 09.30 WIB. Di perpustakaan sekolah. Perpustakaan di SMA Nusantara adalah sebuah gedung yang terpisah dari gedung sekolah. Gedung perpustakaan ini adalah gedung modern berlantai dua.
Di lantai satu, dinding gedung perpustakaan ini adalah dinding tembok biasa yang dicat dengan warna orange. Sementara itu, di lantai dua dinding perpustakaan ini adalah dinding yang terbuat dari kaca. Gedung perpustakaan yang cukup indah ini adalah salah satu tempat yang cukup nyaman bagi para siswa yang ingin mencari ketenangan.
Itulah sebabnya Arsen pergi ke sini saat jam istirahat ini. Dia ingin dapat menggambar sketsa wajah Pelangi dengan tenang di sini. Dia ingin sekali bisa menggambar wajah Pelangi dengan sebaik-baiknya dan memberikan sketsa wajah itu sebagai hadiah untuk Pelangi.
"Sret! Sret!"
Pensil Arsen terus menggoreskan garis-garis di atas selembar kertas putih. Garis-garis khayal yang nantinya akan membentuk sebuah sketsa. Setelah beberapa saat, garis-garis yang membentuk sebuah sketsa pun terbentuk. Kini Arsen melanjutkan pekerjaannya dengan mengarsir sketsa itu agar hasilnya menjadi lebih indah.
"Fiuuh! Akhirnya!"
Arsen menghela napas panjang. Seiring dengan embusan napasnya, dia menyelesaikan goresan terakhir dari sketsa lukisannya. Arsen pun tertegun. Dia terdiam sejenak mengamati potret diri Pelangi yang tercipta dari goresan yang diciptakan oleh tangannya.
Sekilas sketsa itu nampak mirip dengan Pelangi. Sangat mirip. Nampaknya kemampuannya tidak berubah. Dia masih sangat handal dalam bidang menggambar.
"Akh!"
Saat sedang serius menatap sketsa itu, tiba-tiba Arsen mengerang karena ada seseorang yang menutup matanya dari belakang.
"Ayo tebak siapa?"
Kata orang itu, berpura-pura sok misterius. Padahal, dari nada suaranya yang sangat manja itu sudah bisa tertebak siapa orang yang menutup mata Arsen secara tiba-tiba itu.
"Udahlah Nes! Gak usah bercanda!" Kata Arsen sambil menyingkirkan kedua telapak tangan Nesa dari wajahnya.
"Uuugh! Lo nih emang paling gak bisa diajak bercanda."
Kata Nesa sambil mengerucutkan bibirnya. Nampaknya dia agak kesal. Dia pun melipat kedua tangannya di depan dada, berlagak sok kesal kepada Arsen. Namun, Arsen tidak mempedulikan Nesa, sebaliknya dia hanya menatapi sketsa wajah Pelangi.
Merasa diabaikan, Nesa pun berusaha mencari tahu apa yang sedang dilakukan Arsen. Nesa menyipitkan matanya. Berusaha berpura-pura tidak melihat, padahal dia sedang berusaha memperhatikan apa yang sedang dilakukan Arsen melalui sudut matanya.
Dia berusaha menangkap apa yang sedang dilakukan Arsen sampai-sampai Arsen tidak menatapnya sedetik pun. Dia pun melihat ekspresi wajah Arsen yang sedang serius menatap sehelai kertas. Kertas yang sekarang sudah terisi dengan sketsa wajah seseorang. Secara refleks, Nesa pun langsung menanyakan tentang sketsa wajah itu.
"Wah! Bagus banget! Itu sketsa wajah siapa? Apa itu sketsa wajah gue? Sketsa ini lo yang buat, Sen? Kapan buatnya? Tadi?"
Serentetan pertanyaan langsung muncul dari mulut Nesa. Sifatnya yang memang cerewet itu kembali menyeruak dan nampak mengganggu pikiran Arsen.
"Bukan, ini bukan diri lo. Jadi, jangan banyak tanya lagi." Kata Arsen dengan sikap acuh.
Sejenak Nesa memperhatikan gambar sketsa wajah itu. Ya, itu memang bukan gambar dirinya. Namun, dia nampaknya tahu siapa seseorang yang tergambar di atas sehelai kertas itu.
Melihat Nesa mengamati gambar sketsa itu, Arsen pun buru-buru menyambar kertas itu dari atas meja dan berusaha menyembunyikan kertas itu dari hadapan Nesa.
"Udah Nes, lo gak usah ngerecokin gue lagi dan jangan ngikutin gue terus." Ucap Arsen sambil berlalu dari hadapan Nesa.
Nesa kesal karena Arsen selalu bersikap menyebalkan seperti itu kepadanya. Namun, sebenarnya ada yang membuatnya lebih kesal lagi. Dia lebih kesal lagi karena Arsen begitu memperhatikan gadis buta yang bernama Pelangi. Dia bahkan sampai membuat sketsa wajah segala untuk gadis buta itu.
"Siapa sih Pelangi? Kenapa juga Arsen sampai-sampai gambar wajah dia segala?"
Gerutu Nesa setelah Arsen berlalu dari hadapannya. Dalam hatinya sendiri, dia berjanji untuk menyelidiki hubungan yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua.
*****
Jangan lupa vote, follow, sama komentar yaa
-XOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Blind Rainbow
Teen Fiction[Teen Fiction] Follow dulu, baru dibaca. "Awal pertemuan kita bagai takdir. Antara aku dan dirimu seperti terikat oleh seutas benang tak kasat mata yang disebut kebetulan. Kita dengan semua perbedaan yang ada bertemu dalam keadaan tidak terduga. Da...