Bab 22

6.6K 443 5
                                        

Sore itu sepulang sekolah, Arsen menunggu di perempatan jalan komplek perumahannya yang biasa dilalui oleh Pelangi. Dia menunggu dengan duduk di atas sepeda motornya. Dia berharap kalau hari itu Pelangi akan melewati jalan itu.

Setelah beberapa saat menunggu, harapannya itu pun terkabul. Pelangi memang melewati jalan itu. Dia berjalan dengan tongkat bantu berjalannya seperti biasa. Sepertinya dia baru saja pulang sekolah karena dirinya masih berseragam saat itu. Seketika setelah melihat kehadiran Pelangi, Arsen pun langsung terperanjat dari atas motornya dan segera menghampiri Pelangi.

Begitu sampai di hadapan Pelangi, Arsen langsung memegang kedua bahu Pelangi dengan kedua tangannya. Sontak seseorang yang tiba-tiba memegang bahunya itu mengagetkan Pelangi yang sedari tadi sedang berjalan sendirian.

"Siapa kamu?" Tanya Pelangi sambil berusaha melangkah mundur dan menyingkir dari seseorang yang dia pikir adalah seseorang yang mencurigakan.

Arsen tidak menjawab. Dia hanya terus menatapi mata Pelangi lurus-lurus. Sementara itu, Pelangi yang sempat mencoba untuk melangkah mundur tidak bisa melanjutkan langkahnya karena tangan-tangan itu begitu kuat mencengkram bahunya.

Posisi tubuh Pelangi yang kini berada tepat di depan orang itu membuat Pelangi bisa merasakan seluruh hal yang ada pada orang itu. Posisinya yang begitu dekat membuatnya bisa merasakan suara hembusan napasnya yang terasa begitu berat dan membuat indra penciumannya bisa menghirup aroma tubuh yang begitu kuat itu.

"Arsen!? Kamu itu Arsen kan?" Tanya Pelangi berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau orang yang berada di hadapannya adalah Arsen.

"Huh!?" Arsen mendengus.

"Rupanya ketahuan juga!" Ucap Arsen yang nampaknya kesal karena dirinya lagi-lagi ketahuan oleh Pelangi.

"Wah, ternyata benar ya!" Ucap Pelangi yang kini sekarang tersenyum lega karena ternyata orang yang berada di hadapannya bukanlah orang yang mencurigakan.

"Kayaknya gue musti ganti jenis parfum deh biar lo gak bisa ngenalin gue lagi." Keluh Arsen.

"Jangan begitu! Aku suka dengan aroma parfum yang sedang kamu pakai sekarang ini. Wanginya sangat menenangkan. Jadi, jangan diganti!" Ucap Pelangi sambil tersenyum.

"Dasar! Jadi, sekarang lo udah berani nyuruh-nyuruh gue?"

"Ckckck!" Pelangi mendecak-decakkan lidahnya.

"Aku gak nyuruh-nyuruh kok. Aku kan cuma ngasih saran aja. Kamu harus bisa membedakannya dong." Protes Pelangi.

"Udah, jangan berisik lagi! Kalau lo terlalu berisik, gue bisa aja ngejahit mulut lo itu. Sekarang, lo cukup jawab pertanyaan yang gue tanyain aja. Heh, lo ini sebenarnya mau ke mana?"

"Ohh.. Tentu aja aku mau pulang ke panti asuhan. Memangnya kenapa?"

"Kasih tahu di mana alamat panti asuhan lo. Dan lo ikut gue. Kita naik motor aja. Gue gerah ngelihat lo jalan sambil nenteng-nenteng tongkat kayak gitu."

Pelangi tersenyum sendiri mendengar ucapan Arsen barusan. Sebenarnya dia ingin tertawa geli mendengar Arsen berkata seperti itu. Tetapi, dia menahan tawa itu untuk menjaga perasaan Arsen. Dia pun hanya bisa tertawa dalam hatinya sendiri saja.

"Kalau mau nganterin pulang ya bilang aja dari tadi. Gak usah pakai basa-basi dan ngomong muter-muter kayak gitu. Hihihi."

*****

Setibanya di panti asuhan Kasih Ibu, Arsen pun terperangah. Dia memandang ke sekelilingnya dengan tatapan penuh tanda tanya. Dalam memorinya, sepertinya dia pernah melihat rumah, pohon, dan papan nama yang ada di panti asuhan itu.

Dia pun seakan ingat kalau dia juga pernah melewati jalan yang ada di depan panti asuhan itu. Tapi entahlah, dia tidak mengerti kapan dia pernah melihat semua hal yang ada di sana. Mungkin bayangan kelam yang memenuhi otaknya membuat otaknya harus menghapus sebagian memori yang lainnya agar otaknya itu tidak terisi terlalu penuh.

Itulah sebabnya dia sulit untuk mengenang hal-hal lain dalam hidupnya kecuali mengingat kenangan-kenangan buruk yang selalu menyiksa batinnya.

"Ayo kita masuk! Kamu harus mampir dulu sebentar! Kamu kan sudah capek-capek nganterin aku!" Ajak Pelangi kepada Arsen untuk membalas kebaikan hati Arsen yang sudah mengantarkan dirinya pulang.

"Gak usah. Gue buru-buru." Ucap Arsen menolak tegas ajakan itu.

"Ayolah! Sebentar aja." Pinta Pelangi dengan nada sangat mengharap.

Pelangi pun kemudian menjulurkan tangannya ke depan. Dia berusaha meraih tubuh Arsen. Setelah dia berhasil meraih bahu Arsen, maka perlahan demi perlahan dia menurunkan tangannya untuk meraih lengan Arsen.

Setelah berhasil menemukan lengan Arsen, dia pun memegang erat lengan tersebut dan berusaha untuk menyeret Arsen masuk ke dalam panti asuhan.

"Hanya sebentar saja! Pokoknya kamu harus mampir dulu!" Ucap Pelangi sambil terus menarik tangan Arsen dan menyeretnya masuk.

Di sebelah kanan jalan, tepat di seberang panti asuhan itu, terparkir sebuah mobil Honda Jazz warna hitam. Sebenarnya, semenjak pulang sekolah tadi, mobil tersebut telah mengikuti perjalanan Arsen.

Ketika Arsen menghentikan motornya di depan panti asuhan itu, maka mobil itu pun juga menghentikan lajunya di jalan yang berseberangan dengan panti asuhan itu. Dari dalam mobil itu ada seseorang yang terus mengawasi kebersamaan mereka.

Walaupun melihat dari jarak yang cukup jauh, namun orang itu yang tidak lain adalah Nesa dapat dengan jelas menatapi kebersamaan Pelangi dengan Arsen. Nesa terus saja menggigit bibirnya dan berusaha tidak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang ini.

Namun, nampaknya dia harus percaya karena adegan yang dilihatnya sekarang ini benar-benar nyata. Tak ayal, Nesa pun jadi menatapkan pandangan penuh kebencian kepada Pelangi. Dia tidak mengerti kenapa Arsen bisa sedekat itu dengan seorang gadis buta seperti Pelangi dan malah bersikap acuh terhadap dirinya.

Setelah mengamati mereka berdua selama beberapa saat, maka Nesa pun buru-buru meninggalkan lokasi tersebut agar keberadaannya tidak keburu diketahui oleh Arsen.

*****

Jangan lupa vote, follow, sama komentar

-XOXO

[END] Blind RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang