Bab 10

9.3K 576 2
                                    

Hari ini hari Senin. Ya, tidak ada yang berbeda  ataupun spesial di hari Senin ini bagi kebanyakan orang. Namun, hal ini tidak berlaku bagi Arsen. 

Hari Senin ini adalah hari Senin yang buruk bagi dirinya. Hari yang buruk karena hari ini kakaknya resmi menjadi murid SMA Nusantara. Sekarang ini, Adit menempati kelas 12 IPA 4, kelas yang terkenal sebagai kelas unggulan.

Dan Arsen tidak senang akan hal itu. Pasti mulai hari ini akan banyak orang yang membanding-bandingkan dirinya dengan diri kakaknya yang hampir sempurna itu.

"Arsen! Arsen!"

Tiba-tiba Nesa berteriak memanggil Arsen sambil berlari-lari ke arahnya. Tentu saja teriakan Nesa itu membuyarkan lamunan Arsen yang sedang duduk terpekur sendirian di kantin saat itu.

Sebenarnya, sedari tadi Arsen sedang melamunkan kenangan-kenangan buruk di masa lalu, kenangan-kenangan buruk saat dia masih kecil, dan sakit hatinya akan kenangan-kenangan buruk tersebut.

Rasanya dadanya menjadi sesak ketika dia mengingat saat itu. Saat dia selalu dibanding-bandingkan dengan kakaknya.

"Lo tuh gak bisa ya pelan sedikit kalo manggil-manggil orang? Bisa gak sih manggil orangnya gak pake toa? Sampe budek kuping gue ngedenger lo teriak-teriak kayak tadi." Protes Arsen.

"Aduh, sorry deh sorry. Abis udah kebiasaan. Yaudah, gak usah dibahas lagi deh ya kebiasaan gue yang satu itu. Mending sekarang kita ngebahas topik yang lain aja. Ada yang pingin gue tanyain ke lo."

"Apaan yang mau lo tanya? Kalo lo mau tanya soal drummer band kita yang baru, jangan tanya gue. Tanya aja tuh sama si Tomo. Soalnya dia yang gue suruh buat nyari drummer yang baru."

"Aduh, bukan kok. Bukan. Gue bukan mau ngomongin soal drummer. Tapi, gue mau ngomongin tentang hal yang lain. Lo tahu gak sih Dam? Tadi tuh gue tabrakan sama cowok di koridor kelas. Terus, habis tabrakan, cowok itu langsung senyum sama gue dan dia minta maaf gitu ke gue. Padahal ya, dalam tabrakan itu sebenarnya gue yang salah. Jelas-jelas tadi gue yang lari-larian di koridor kelas sampai gue nabrak dia kayak gitu. Kan harusnya gue yang minta maaf, tapi malah dia yang minta maaf. Ya ampun, baik abis tuh cowok. Terus ya..." Kata Nesa yang terus bercerita dengan menggebu-gebu.

"STOP!" Arsen menghentikan Nesa yang sedang asyik bicara dengan cara membekap mulutnya menggunakan kelima jari tangan kanannya.

"Heh, jadi lo ketemu gue cuma buat bahas hal gak penting kayak gini? Gue gak peduli ya sama cowok yang lo ceritain atau siapapun itu. Kalau lo mau curhat, jangan sama gue. Curhat aja sana sama teman-teman cewek lo. Gue gak tertarik denger curhatan lo." Kata Arsen yang masih membekap mulut Nesa.

Nesa yang kesulitan bicara pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk melepaskan tangan Arsen yang masih membungkam mulutnya.

Kedua tangan Nesa berusaha melepaskan tangan Arsen. Dan Nesa pun berhasil melepaskan tangan Arsen. Kini dia bisa mengeluarkan suara lagi.

"Aduuuh, gue bukannya mau curhat. Dasar ya, makanya dengerin gue ngomong dulu sampai akhir. Tadi tuh sebenarnya gue mau ngomong kalau cowok yang gue tabrak barusan mirip banget sama lo.

"Namanya dia Adit. Bentuk wajahnya mirip sama lo. Bentuk matanya yang bulat mirip sama bentuk mata lo. Terus, bola matanya juga berwarna hitam pekat gitu. Sama kayak bola mata lo.

"Hidungnya sama-sama mancung kayak lo. Bahkan dagunya juga lancip, persis banget sama lo. Kulitnya putih dan badannya tinggi tegap, itu juga mirip sama lo. Cuma, dia itu bagaikan diri lo versi rapi. Kalau penampilan lo berantakan, sementara dia ini rapi banget. Rambutnya disisir rapi, berkacamata, dan tentu aja baju sama sepatunya gak kucel kayak lo." Jelas Nesa meneruskan bicaranya yang sempat tertunda tadi.

Mendengar Nesa bicara, Arsen pun langsung bisa tahu Adit yang dimaksudkan oleh Nesa. Ya, pasti Adit yang dimaksudnya adalah kakaknya sendiri. Sebagai saudara sedarah, jelas saja kalau mereka berdua mirip. Hanya mungkin sifatnya saja yang berbeda.

"Terus, kenapa emang kalau dia mirip sama gue?"

"Yaaaa, gak kenapa-napa sih. Cuma takjub aja. Ada dua orang yang fisiknya mirip. Eh, tapi sifatnya berkebalikan. Hehehe." Kata Nesa sambil sedikit tertawa.

"Hah?!" Arsen mendengus kesal.

"Kalau lo merasa sifat cowok tadi lebih baik dari gue, lo temenan aja sama cowok itu. Gak usah jadi teman gue lagi. Gue gak keberatan kok." Kata Arsen sambil kemudian berlalu pergi.

"Arsen! Tunggu! Lo salah paham, gue gak bermaksud gitu." Kata Nesa berusaha memanggil-manggil Arsen untuk menjelaskan kalau kalimat yang barusan dia ucapkan hanya bercanda.

Namun, Arsen tidak peduli. Dia tidak mendengarkan Nesa. Mungkin perasaan Arsen sekarang ini sedang sangat sensitif jika mendengar apapun yang berkaitan dengan kakaknya.

*****

Sepulang sekolah, Arsen bermaksud untuk pergi ke studio musik "The Blue Sky". Arsen dan teman-temannya memang berencana untuk latihan band di sana seusai sekolah.

Walaupun tadi Arsen agak tersinggung dengan ucapan Nesa, tetapi Arsen tidak ingin mengacaukan jadwal latihan dan bolos latihan hanya karena tersinggung akibat ucapan Nesa.

Arsen terus mengendarai motornya dengan kencang. Ya, melaju kencang di jalan raya seperti biasa. Setidaknya, saat melaju di atas motornya, Arsen bisa meringankan sedikit beban pikiran yang sudah bertumpuk dalam dirinya.

Namun, tiba-tiba di tengah perjalanan, motornya entah kenapa tidak mau melaju lagi. Motor Ninja berwarna merah itu benar-benar terhenti di tengah jalan raya besar yang dikelilingi oleh mobil-mobil dan motor-motor lain yang sedang melaju.

Sontak orang-orang pun membunyikan klakson karena ada motor yang tiba-tiba menghalangi jalan mereka.

"Ahhh, Damn. Sial. Kenapa sih nih motor? Nyusahin banget." Keluh Arsen sambil marah-marah sendiri karena motornya yang tiba-tiba mogok di tengah jalan.

*****

Jangan lupa vote, follow, sama komentar

-XOXO

[END] Blind RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang