Hari semakin sore. Arsen melirik jam tangan Rolex kesayangannya. Sudah pukul 4 sore saat itu. Namun, nampaknya suasana saat itu tidak terlalu terlihat seperti suasana jam 4 sore.
Saat itu, suasana sudah terlihat nampak gelap seperti suasana sore yang sudah menjelang malam. Awan-awan mendung terlihat bergumul dan saling berkumpul menyebabkan kegelapan sore itu. Nampaknya, hujan akan segera turun sebentar lagi.
"Seratus lima puluh lima! Fiuuh, akhirnya sampai juga deh!" Gumam Pelangi kepada dirinya ketika dia tiba di sebuah lapangan basket yang terletak di belakang komplek perumahan itu.
"Rino! Rino! Apa kamu sudah di sini?" Pelangi tiba-tiba memanggil-manggil nama seseorang dari tempatnya berdiri sekarang ini.
Dari luar lapangan basket, tepatnya dari balik sebuah pohon rindang yang berdiri kokoh dekat lapangan basket itu, Arsen mengawasi gerak-gerik Pelangi.
Sementara itu, dari lapangan basket itu sendiri, tiba-tiba muncul seorang anak kecil yang sedari tadi ternyata sedang menunggu pelangi dengan duduk sendirian di tempat duduk besi yang memiliki atap di atasnya.
Tempat duduk itu kelihatan seperti tempat duduk yang ada di halte bus, tapi versi kecilnya. Kelihatannya, tempat duduk itu diperuntukkan untuk para pemain basket yang sedang bertanding karena ada 2 tempat duduk yang letaknya berhadapan satu sama lain. Masing-masing tempat duduk ada di masing-masing sisi lapangan basket itu.
"Kak Pelangi!" Seru anak laki-laki kecil berbaju lusuh yang sedang membawa-bawa tumpukan koran di dadanya ketika dia tiba di hadapan Pelangi.
Melihat kemunculan anak itu, Arsen pun semakin merapatkan tubuhnya ke balik pohon tua itu. Mencoba menyembunyikan tubuhnya agar tidak terlihat.
Pelangi mencoba memindahkan tongkat berjalannya yang tadi digenggamnya dengan tangan kanannya ke tangan kiri. Kemudian, dia mnegulurkan tangannya untuk mencoba menyentuh bahu anak kecil yang sepertinya bernama Rino itu.
"Rino!" Kata Pelangi lembut setelah dia menemukan bahu anak itu.
"Iya kak! Kenapa kakak tiba-tiba mau ketemu aku?"
"Hmmm.... Ini! Kakak mau ngasih ini untuk kamu!" Kata Pelangi seraya menyodorkan tas plastik warna putih yang ada di tangan kirinya.
Rino pun meletakkan setumpukan koran yang masih belum laku terjual itu ke atas aspal lapangan basket. Kemudian, Rino mengambil tas itu dari pelangi.
Memandang tas plastik itu lekat-lekat dan kemudian langsung membuka isinya. Ternyata, di dalam sebuah tas itu ada sebuah kotak berbentuk balok yang dibungkus dengan kertas kado warna biru muda.
"Ini apa Kak?" Tanya Rino sambil mengocok-ngocok kotak itu. Dia penasaran dengan sesuatu yang ada di dalam kotak itu.
"Buka aja! Itu hadiah untuk kamu!"
Karena saking penasarannya, Rino pun langsung membuka bungkus kotak itu dengan cekatan. Dia benar-benar ingin tahu isi yang ada di dalam kotak itu.
"Wow! Ya ampun! Bagus banget Kak!" Kata Rino yang senang bukan kepalang karena tiba-tiba melihat sepasang sepatu sekolah baru berwarna hitam yang mengkilap begitu dia membuka kotak tersebut.
"Ini untuk aku, Kak?"
"Ya. Tentu aja."
"Tapi Kak, ini pasti mahal. Kakak pasti ngabisin banyak uang untuk beli sepatu ini." Kata Rino sambil tertunduk memandang sepatu itu lekat-lekat.
Dia merasa tidak enak mendapat hadiah dari orang yang hidupnya sama susahnya dengan dirinya.
"Rino gak usah mikirin itu. Alhamdulillah, kakak baru aja dapet sedikit uang tambahan. Jadi, kamu pakai aja sepatu itu dan pergi ke sekolah dengan rajin dengan menggunakan sepatu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Blind Rainbow
Teen Fiction[Teen Fiction] Follow dulu, baru dibaca. "Awal pertemuan kita bagai takdir. Antara aku dan dirimu seperti terikat oleh seutas benang tak kasat mata yang disebut kebetulan. Kita dengan semua perbedaan yang ada bertemu dalam keadaan tidak terduga. Da...