Sudah tiga hari ini Arsen tidur dan tak kunjung bangun. Semenjak kejadian pemukulannya waktu itu, dirinya belum juga sadarkan diri. Dia hanya bisa terbaring diam di ranjang rumah sakit.
Di dalam ruangan kamar tempat dirinya sedang diopname sekarang ini, ada seorang dokter dan seorang suster yang sedang memeriksa keadaannya. Mereka sedang memastikan apakah kondisinya sudah semakin membaik atau belum memberikan perkembangan apapun.
Sementara itu, di luar ruang kamar tedapat beberapa orang yang setia menunggu hasil pemeriksaan dokter tersebut. Mereka semua tentu saja anggota keluarga Arsen. Mamanya, kakaknya, dan bahkan ayahnya juga berada di sana.
"Cklek!"
Pintu kamar rumah sakit itu tiba-tiba dibuka. Dokter Banu bersama seorang suster yang tadi memeriksa keadaan Arsen akhirnya menampakkan diri dari balik pintu tersebut.
"Bagaimana...perkembangannya, dok?" Ucap mamaArsen seraya berjalan menghampiri dokter Banu.
Suara yang amat lirih dan penuh harap itu membuat hati dokter Banu terenyuh. Dokter Banu pun menatap sosok seorang ibu di hadapannya dengan tatapan cemas. Kemudian, dia menggelengkan kepalanya.
"Saya harap ibu dan anggota keluarga yang lainnya bisa terus berdoa untuk kesembuhan Arsen." Ucap dokter Banu yang kemudian berlalu pergi meninggalkan mereka semua.
*****
Dini hari di hari keempat tidur panjang Arsen!
Tentu saja para anggota keluarga merasa sangat cemas, melihat Arsenbelum sedikit pun membuka matanya. Namun, walaupun begitu, sisa-sisa harapan itu masih ada di dalam hati mereka masing-masing. Mereka masih berharap agar Arsen bisa kembali membuka matanya.
Dan ketika semua orang sedang meninggalkan ruang kamar itu untuk mendoakan kesembuhan Arsen, secercah harapan itu akhirnya terwujud. Arsen perlahan-lahan mulai membuka matanya.
Setelah kelopak mata itu mulai terbuka, pandangannya pun mulai sedikit demi sedikit bisa melihat sesuatu. Awalnya pandangan itu memang nampak kabur, namun lama-lama dia bisa melihat dengan jelas semuanya.
Dia melihat tangan dan kakinya dibalut dengan perban. Dia juga melihat selang infus yang tertancap di lengan kirinya serta botol cairan infus yang tergantung di samping kirinya. Dia juga melihat ranjang rumah sakit yang sekarang ini sedang ditidurinya.
Melihat semua itu, dia sadar kalau sekarang pasti dia sedang berada di dalam sebuah kamar yang ada di rumah sakit. Ya, dia ada di rumah sakit dan dia belum meninggal.
Tentunya, rasa syukur langsung menyelimuti diri Arsen begitu dia menyadari kalau dirinya ternyata selamat. Dia mungkin sangat beruntung karena masih hidup hingga sekarang.
"Gue masih hidup!" UcapArsen yang bicara kepada dirinya sendiri sambil menatapi sekujur tubuhnya dan menggerak-gerakkan jari-jari tangannya.
Dia mencoba merasakan kalau semua ini benar-benar nyata dan dia benar-benar masih hidup sekarang ini.
"Cklek!" Terdengar suara pintu kamar rumah sakit Arsen yang baru saja dibuka oleh seseorang.
Mendengar bunyi pintu itu, Arsen pun langsung mengalihkan tatapannya ke arah pintu. Matanya menatap penuh harap. Dia berharap agar orang yang membuka pintu itu adalah orang-orang yang berada dalam bayang-bayang pikirannyanya saat dia sedang kritis.
Walaupun Arsen membenci orang-orang tersebut, namun Arsen merasa kalau dia sangat ingin melihat mereka semua. Dia sadar kalau dirinya jadi takut mati sebelum melihat mereka untuk yang terakhir kalinya.
Dia tidak ingin menyesal. Maka untuk sekali ini saja dia berharap bisa melihat mereka semua sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan mereka untuk selamanya. Dan ternyata harapannya terkabul.
Keluarganya memasuki pintu itu!
Ada kakak, ibu, dan bahkan ayahnya pun juga masuk melalui pintu itu. Keluarga yang benar-benar lengkap kini hadir di hadapannya. Entah ini mimpi atau nyata. Arsen hanya bisa menatapi mereka satu persatu bergantian dengan tatapan sedih yang penuh makna mendalam.
"Arsen.... Kamu sudah.... sadar!" Isak mamanya dengan air mata yang mengalir deras.
Melihat kesadaran Arsen yang begitu tiba-tiba, mamanya sontak langsung berlari ke arah Arsen dan memeluknya yang masih terbaring lemas. Mamanya memeluknya sangat erat seperti tidak mau melepaskan anaknya yang satu itu.
Sementara itu, Arsen sendiri juga merasakan hal yang sama. Dia juga merasa ingin selalu dipeluk hangat seperti itu oleh sosok ibunya.
Kemudian, setelah pelukan sang mama itu berakhir, kini gantian ayahnya yang memeluknya.
"Papa senang karena akhirnya kamu sadar. Maafkan papa karena selama ini telah meninggalkan kamu. Maaf. Maafkan Papa." Ucap sesosok pria tua yang tidak lain adalah ayah Arsen dengan nada haru sambil terus memeluknya erat.
"Gak apa-apa, Pa. Makasih karena Papa udah mau datang ke sini untuk Arsen." Ucap Arsen seakan memaafkan segala hal yang terjadi bertahun-tahun begitu saja.
Kesadaran Arsen menjadi sebuah momen yang mengharukan sekaligus membahagiakan bagi kedua orang tuanya dan juga bagi Adit. Dan setelah cukup lama bercengkrama dengan ayah dan ibunya, Arsen pun akhirnya bisa merasakan perasaan menjadi seorang anak yang utuh.
Pertemuan kembali dengan kedua orang tuanya setelah tidur panjang itu seakan menjadi momen yang teramat penting bagi dirinya. Ternyata ucapan Pelangi memang benar. Memang seharusnya seperti ini.
Saling memaafkan satu sama lain dan menjadi manusia yang lebih baik. Batinnya tiba-tiba teringat akan ucapan Pelangi beberapa waktu yang lalu. Dan begitu mengingat hal itu, pikirannya pun langsung melesat tajam memikirkan gadis baik itu.
"Gue mau ngelihat dia." Batinnya berbisik kepada jiwanya sendiri.
*****
Jangan lupa vote, follow, sama komentar
-XOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Blind Rainbow
Novela Juvenil[Teen Fiction] Follow dulu, baru dibaca. "Awal pertemuan kita bagai takdir. Antara aku dan dirimu seperti terikat oleh seutas benang tak kasat mata yang disebut kebetulan. Kita dengan semua perbedaan yang ada bertemu dalam keadaan tidak terduga. Da...