Meet

5.1K 1K 25
                                    












Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru cafe. Terlihat seperti orang bodoh sebelum gue mengangkat ponselnya sedikit ke atas. Dia dengan masker dan topi seperti sebelumnya dan  berjalan menghampiri gue yang duduk di meja pinggir dekat jendela.

Dia mengambil ponsel yang sudah gue taruh di atas meja. Setelahnya, dia mengeluarkan dompet dan beberapa dolar uang dan menyerahkannya kepada gue.

"I don't need your money sir" balas gue.

"Ah! you're the same woman in the Bolduc and on the plane. Sesaeng, are you satisfied?" Tanyanya sembari melepaskan topi nya dan menaruhnya di atas meja.

"You want to see my face? Here! " Lelaki itu melepas maskernya dan menampilkan wajahnya yang khas Korea Selatan. Dan gue hanya memandangnya tanpa minat.

"Michyeoss-eo? Gue nggak segila itu mas aduh elah" (Kau gila?)

"Hangug-eoleul hal su iss-eoyo?( Kau bisa bahasa korea?)" Dia melebarkan matanya yang sipit sambil menatap gue.

"Of course! Do you know who iam?" Gue memandangnya kesal. Gila bisa sekesal ini gue berbicara sama dia.

"Sesaeng? Thief?"

"Aishhh, Anigeotdeonnyo! ( Bukan!)" Gue mendesah frustasi. Meladeni idol sialan di depan ini bukan pilihan yang baik. Gue pun berdiri dan berniat meninggalkan laki-laki itu disini. Namun dengan lancang nya dia menahan tangan gue.

"What are you doing?!" Marah gue.

"Take it with you. I don't  need that " Dia menunjuk lembaran dollar di atas meja dan menyuruh gue untuk mengambilnya. Sayang, gue bukan pengemis.

"Nado pil-yo eobs-eo! ( aku juga tidak membutuhkannya)" Balas gue tak mau kalah. Gue melepaskan paksa tangan dia yang menahan lengan gue sebelumnya.

"Sesaeng juga salah satu fansku dan kau membutuhkan tiket untuk kembali ke Korea!"

Gue nggak habis fikir. Dia bahkan masih mengira gue sebagai sesaengnya itu, yang bahkan gue nggak mengerti apa maksudnya.

"Bacot!" Gue keluar cafe setelah sebelumnya menyumpah dibalik bahasa yang hanya gue mengerti disini.



***


Gue membeli smartphone yang sama persis seperti yang sebelumnya. Bedanya, nomor telefon di ponsel gue hanya 5. Manajer gue, Febri, Inay, Anin dan pengawal pribadi gue. Nggak ada Chanhee yang tiba tiba muncul di lockscreen. Dan gue cukup tenang akan hal itu.  Sekarang gue masih di Hotel dan merupakan hari kedua gue berada di kota Quebec ini. 

Setelah sedikit mengecek dan mendownload aplikasi, gue pun memutuskan untuk menghubungi temen gue Febri yang bekerja di kedutaan.



"Halo Ri"

"Anjay gue di telfon sama penulis nih, minta signnya dong kakak!"

Gue tertawa menanggapi candaan yang sudah melekat di diri gue dari tahun lalu. Well, Febri ini sahabat gue banget waktu SMA.



"Gimana kabar lo? Sibuk banget nih yang di kedutaan nggak muncul di grup sok sibuk lo dugong."

Iya. Gue di aplikasi Line itu ada grup awalnya namanya itu "Grup Cantiq" terus diubah lagi jadi gabungan nama gue dan ketiga temen gue. nah setelah lulus SMA Anin atau Inay, lupa gue, sama mereka namnya diganti jadi "Hayang Kawin" beberapa minggu setelahnya sama Anin diubah lagi jadi "Gamonster" . dia masih gagal move on sama masa dimana kita gampang banget buat  ngumpul. Namanya memang random banget. Sama kayak yang bikinnya. Si Anin random parah.


Falsedad  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang