Terungkap

2.6K 723 96
                                    

Terjadi penembakan membabi buta di acara peluncuran buku Park Sena.

7 orang luka luka, diantaranya teman, fans dan security.

Diduga seorang gadis muda, berkedok seorang fans.

____

Seharian media cetak maupun internet, membicarakan aksi penembakan di acara peluncuran buku. Gue masih dengan keadaan syok terduduk dengan keadaan lemas di bangku tunggu rumah sakit. Ditemani oleh ketiga teman gue, pihak penerbit serta beberapa security. Tangan gue gemetar tatkala melihat jarum jam yang kian berjalan cepat, namun dokter tidak kunjung keluar dari ruang operasi.

Inay menangis, Febri mencoba menenangkannya, sembari sesekali mengatakan semuanya baik baik saja pada kami berdua.

Gue menundukkan kepala sembari berdoa dalam hati, semoga Anin baik baik saja. Semoga semuanya baik baik saja, baik yang terluka fisik maupun beberapa orang trauma yang kebteluan hadir di acara tersebut. Gue sebagai pihak yang ditujukkan sangat merasa bersalah, diliputi kecemasan, ketakutan dan rasa bersalah yang sangat besar.

Dari kejauhan terdengar langkah banyak dan cepat. Ketika gue mendongak, gue melihat Chanhee dengan wajah khawatirnya serta beberapa pengawal di belakangnya. Dan sosok yang tidak gue bayangkan datang juga disini. Ayah, dengan wajah ekspresi cemasnya. Seberapa gue benci dan kesal atas fakta kemarin yang benar benar membuat gue terpukul, namun Anin terbaring tidak berdaya di dalam sana. Ada banyak hal yang harus gue khawatirkan saat ini.

"Sena! Are you okay? Apa kau terluka?" Pertanyaan Chanhee datang menerjang dengan cepat.

Dia memegangi kedua pundak gue cemas begitupun dengan Ayah di belakang.

"Gwenchana, pelakunya sudah tertangkap, dia adalah gadis gila berpistol, tapi alasannya lebih gila lagi"

Gue meraih lengannya dengan cepat. "Nuga?! Waeyo? Kenapa dia melakukan itu?!"

Chanhee menggeleng cepat. "Aniya, jigeumeun andwae" (tidak, bukan sekarang)

Gue melepas tangan tersebut, dan mengusap gusar wajah gue saat ini.

"Ri, gue denger Anin kena ya? Dia masih di dalem?" Kata Chanhee pada Febri yang sibuk menenangkan Inay saat ini.

"Iya kak, masih di tangani dokter"

Chanhee mengangguk kemudian menepuk pelan pundak Febri dan Inay. "Semuanya bakalan baik baik aja, berdoa aja yang terbaik"

"Tadi yang ngeliat si pelaku gue duluan, gue yang sadar duluan, tapi karena gue takut, gue ngasih tau Anin dan pas banget ketika gue ngasih tau itu, si cewek berdiri sambil ngambil pistol di tasnya" ucap Inay terbata bata sembari menangis.

"Salah gue, kenapa nggak ngasih tau lebih awal, kenapa gue nggak sigap lebih dulu dari Anin, mungkin dia bakal baik baik aja sekarang"

Kepala gue mulai pening, ketika semua masalah muncul dan seperti datang bersamaan dengan waktu yang tidak jauh, ada suatu hal dalam diri gue yang ingin keluar dan memberontak.

Gue menutup mata, dan menundukkan kepala. Hanya satu yang gue harapkan saat ini, semoga Anin baik baik aja.

"Nggak Nay! Bukan salah Lo, ini udah kecelakaan, nggak ada yang bisa memprediksi, kita berdoa aja buat Anin semoga dia nggak apa apa" Kata Febri.

Selagi gue menunduk dalam, langkah Ayah mendekat dan membungkukkan tubuhnya hingga sejajar dengan gue saat ini.

"Semuanya akan baik baik saja Nak, Ayah lega, kamu tidak terluka, dan temanmu benar benar baik, dia pasti akan baik baik saja"

Falsedad  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang