Rumah ini lumayan besar, walaupun tidak sebesar rumah Ayah, namun cukup sejuk dan nyaman. Bercat dengan nuansa warna tanah yang kalem, sehingga membuat seseorang tenang dalam memandanginya. Hal yang menarik adalah, rumah ini tidak jauh dari mercusuar tinggi dekat bibir pantai, yang gue kunjungi beberapa waktu lalu bersama Daniel.
Rumah ini berpagar warna coklat. Setelah berdiam cukup lama memerhatikan rumah ini, gue pun turun dari mobil dan memencet tombol bel di dinding depan.
Sembari menunggu, gue mengetuk ngetukkan sepatu pada jalanan, menggigiti kuku lantaran gugup. Kalau bertemu, gue harus bagaimana? Apa yang harus gue lakukan? Apa yang harus gue bicarakan?
Memikirkan banyak hal, pintu pagar pun terbuka. Menampilkan sosok ibu ibu yang sama persis seperti dalam foto, dan sosok yang sama ketika insiden tabrak tidak sengaja di penyimpanan abu Ibu.
Beliau menatap gue kaget, memerhatikan diri gue serta keadaan sekitar. Matanya memandang gue dalam diam, mulutnya sedikit terbuka.
"Annyeonghaseyo" sapa gue sopan sembari membungkukkan tubuh 90°.
Dia terdiam. Kemudian dengan perlahan membuka pintu seluruhnya mempersilahkan gue masuk.
____
Sekitar 10 menit gue menunggu di ruang tamu, Ahjumma yang gue tahu sebagai tante kandung gue datang, membawa secangkir teh dan beberapa cookies. Gue tersenyum sebentar, kemudian dengan sopan menyesapnya pelan sembari sesekali melihat lihat sekitar.
"Saya sudah mengira kamu akan datang" Ucapnya memecah keheningan.
Gue mengangguk, bingung menyahutinya dengan kalimat seperti apa. Beliau nampak baik, namun membuat gue canggung bersamaan, karena tatapannya tidak lepas dari wajah gue saat ini.
"Kamu, memiliki wajah yang mirip dengan Lilian" Tambahnya lagi.
"Gamsahamnida"
Gue menarik nafas panjang, dan membuangnya secara perlahan. masih menelisik lingkungan baru, gue menemukan foto keluarga di nakas dekat vas bunga. Tante Sohee, suaminya dan seorang anak kecil bermata sipit dengan gigi kelinci yang tersenyum lebar. Gue berasumsi, dia adalah sepupu kandung gue saat ini.
"Maaf, terlambat datang, saya baru mengetahuinya baru baru ini" Ucap gue akhirnya.
Tante Sohee tampak mengangguk mengerti. "Memang, Ayahmu pasti menyembunyikan rapat rapat keberadaan Lilian, Lilian kami yang malang dia tidak pantas diperlakukan seperti itu"
Gue diam seribu kata, hening menyelimuti kami. suara detik jam terdengar menggema. gue mengigit bibir gue pelan menyesap setiap kata yang Tante Sohee ucapkan barusan. Benar, Ibu yang malang.
kemudian dia kembali tersenyum menatap gue dalam. "Tapi saya senang, kamu datang kemari, setidaknya itu cukup untukku saat kamu mengetahui ibumu yang sebenarnya"
"Kita pernah bertemu sebelumnya, di Memorial ibu, saya menabrak anda" Kata gue lagi.
Beliau lantas mengangguk pelan, "Iya, disitu saya tahu, kamu adalah Park Sena putri Lilian, hanya dengan sekilas kamu sangat mirip dengannya, dan kamu meninggalkan sticky notes benar?"
"Nde majayo"(ya benar) Balas gue.
"Boleh saya memelukmu?" Tanyanya.
Gue tersontak, bukannya nggak mau. namun belum siap, lebih tepatnya kaget. Gue pikir dia nggak begitu menyukai gue karena tinggal bersama Ayah selama ini. Namun gue tetap berdiri, dan membiarkannya bergerak memeluk gue saat ini. Mengusap rambut sesekali menepuk bahu gue pelan, dan gue membalas pelukan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Falsedad
FanfictionDalam bahasa Spanyol Falsedad berarti sebuah kepalsuan. sama seperti diri gue yang penuh dengan kepalsuan di depan banyak orang. Berpura pura tersenyum. Berpura pura baik. Berpura pura ramah. Apapun itu, tapi semua hanyalah semata mata bentuk pert...