AlcoholGue kembali pada kebiasaan jelek itu lagi. Bedanya, gue melakukan nya di kediaman gue sendiri bukan di bar atau apapun itu. Demi menjaga imej baik dan, gue menghargai larangan Samuel saat itu.
Lagi pula, tidak sepantasnya gue berada di sana.
Angin malam sesekali menerpa tubuh dan wajah gue saat ini. Kini gue terduduk di kursi balkon dengan pandangan kosong. Pikiran yang melayang kemana-mana, gue nggak tahu harus sedih atau apa.
Jika foto wanita di ruang tamu gue bukanlah ibu kandung gue yang sebenarnya. Lantas, kenapa gue mengelu elukan dirinya dan beranggapan bahwa gue mirip dengannya.Bodohnya, jika dilihat lihat gue dan gambar di foto itu memang tidak mirip.
Hujatan dan hinaan yang gue terima bukan tidak beralasan. Gue bukan dilahirkan dari ibu yang selama ini gue anggap ibu. lantas, kalau begitu mereka salah. Bukan gue pembunuhnya.
Pikiran gue terus bercabang kemana mana. Siapa Lilian Kim? Apakah dia benar ibu gue yang asli?Tapi kenapa akta kelahiran yang gue punya, nama ibu tertulis sama seperti ibu Chanhee.
Kalau begitu, dimana Lilian Kim berada sekarang?
Dan kenapa? Ibu Chanhee meninggal?
Kenapa Ayah nggak memberitahu gue? Atau setidaknya Chanhee diberitahu. Apa alasannya? Kenapa Ayah melakukan itu?
Ayah lebih tega dari apa yang gue pikirkan. Hidup gue kacau.Lebih tepatnya, keluarga gue kacau.
Gue menyesap kembali whiskey yang gue simpan di rak minum berbulan bulan. Ralat, bertahun tahun. Gue berniat membuangnya, namun nyatanya saat ini dia sangat berguna.
Mata gue mulai berkunang kunang dan berputar putar. Pikiran gue mulai melantur.
Gue mabuk.
Mulut gue berceloteh sesuatu yang nggak gue mengerti.
Kenapa hidup gue rumit sekali?
"Brengsek! Suicide juga nih lama lama"
Kepala gue mulai pening, gue menyenderkan tubuh gue ke kursi dan menatap langit malam tanpa minat.
Sebuah alunan lagu terdengar di telinga, bersamaan dengan ponsel gue yang terus bergetar. Gue melirik benda persegi yang menunjukkan ada panggilan, tangan gue menggapai mencoba meraihnya dari lantai dengan sisa-sisa kesadaran yang ada.
Tanpa melihat nama yang tertera gue pun mengangkatnya.
"Halo?"
Gue menggeleng kan kepala ketika rasa pening seakan memakan habis kesadaran penuh gue. Mata gue kembali berkunang kunang.
"Ashley, dimana?"
Ashley. Siapa lagi yang bisa memanggil nama gue seperti itu selain Daniel.
Udara semakin dingin seiring dengan suasana yang semakin malam. Gue mengeratkan jaket yang gue pakai untuk melindungi diri dari dinginnya malam. Namun sepertinya itu tidak berguna, ini semakin dingin.
"Ck. Dingin" Keluh gue.
Suasana di balik telepon hening sebentar. Nampaknya Daniel bingung atas jawaban gue yang sama sekali nggak berhubungan dengan pertanyaannya.
"Dingin? Kau dimana Ashley? Gwenchana?"
"Hmm, dimana ya? Niel, kau pernah mendengar cerita Cinderella?"
Gue terbatuk pelan, dan menyenderkan kembali kepala gue ke sandaran kursi.
"Pernah, aku punya masa kecil yang indah. Ngomong ngomong? Kau batuk, kau sakit lagi?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Falsedad
FanfictionDalam bahasa Spanyol Falsedad berarti sebuah kepalsuan. sama seperti diri gue yang penuh dengan kepalsuan di depan banyak orang. Berpura pura tersenyum. Berpura pura baik. Berpura pura ramah. Apapun itu, tapi semua hanyalah semata mata bentuk pert...