Skandal

5K 760 351
                                    




Terima kasih sudah menerima pengakuanku, mari lupakan perasaan ini dan hidup seperti yang seharusnya

Dibiarkannya rambut tersibak oleh hembusan angin yang seakan akan menari menerpa wajah dan tubuhnya. Dingin merasuki pori pori kulit. Dia terdiam sembari menatap kosong pemandangan di depannya.

Gemerlap kota Seoul di malam hari. Wajahnya yang pucat mengadah menatap langit gelap yang berawan.

Sepi dan kelam berada di sekitarnya. Malam hari, berdiri di atas gedung tinggi, manatap ke bawah seakan akan ingin menghempaskan semuanya.

Detik demi detik berlalu, gadis itu memijakkan kakinya pada lantai atap gedung, bergerak turun dari pembatas tembok paling ujung Rooftop.

Dia menggeleng kuat. Ketika wajah Chanhee dan ketiga temannya muncul bersamaan dengan sembari tersenyum.

_____


Dulu, ada seseorang yang berjanji tidak berniat meninggalkan dengan embel-embel sebagai cinta pertama. Gue yang baru merasakan bagaimana bahagianya diberi cinta dan kasih sayang, merasa di prioritaskan dan merasa di lindungi.

Tapi dia berjalan mundur perlahan dengan ucapan selamat tinggal yang menyakitkan.

Dulu Inay pernah bilang. Hal yang berurusan dengan cinta memang membuat sakit hati dan sakit kepala. Gue pikir, masalah kami berbeda. Kami nggak punya masalah lain selain bermain dengan takdir yang kejam. Bukan masalah cinta sepele yang dapat diselesaikan dengan kepala dingin. Hal ini bukan masalah yang bisa diselesaikan dengan cara berbicara, ini sudah berada di garis takdir dan akan selamanya seperti itu.

Gue tertawa dalam hati, sekali lagi Dia belum mengizinkan gue bahagia seperti orang orang. Dosa apa yang gue perbuat di kehidupan sebelumnya hingga takdir seakan mengejek gue dari sana.

Sewaktu kecil, ketika gue merasa tidak memiliki siapapun di dunia ini, gue nggak percaya sama yang namanya takdir. Ketika Daniel datang sebagai Euigon yang sudah dewasa, gue percaya bahwa takdir memang mempertemukan kembali gue dengan teman masa kecil di Kanada.

Tapi sekarang, takdir apanya. Gue nggak percaya sama yang namanya takdir. Nggak akan pernah.

Pada akhirnya, kisah cinta gue sama persis seperti novel yang gue buat.

Dua insan yang bersatu, kini berjalan mundur perlahan. Memutuskan menjauh dan saling melupakan cinta.

Hari ini, tepatnya hari Rabu gue berada di bandara internasional Incheon. Menunggu penerbangan ke Indonesia. Dengan di lengkapi kacamata bulat, topi serta masker gue berjalan memasuki lorong, menyeret koper yang tidak terlalu besar di belakang.

Dering ponsel membuat gue terhenti sebentar, setelah mengambil ponsel dalam saku Coat. Gue pun menerima panggilan tersebut.

"Halo Channie"

"Ew, don't call me like that, gue merasa seperti bencong Korea di lampu merah ok?"

Gue berjalan menyusuri koridor, mengikuti orang orang yang berjalan cepat di depan. Beberapa kali juga orang orang memerhatikan gue dalam waktu yang lama.

Well, ya gue Park Sena. The famous Park Sena.

"Ngapain telfon?"

"Lo ke Indonesia sendirian? Hari ini kan? Lo nggak apa apa sendirian? Nggak ngajak Anin gitu? Febri atau si Inay?"

Gue menghela nafas. "Gue udah biasa sendirian kenapa Lo malah nanya? Lagian Anin kan belom keluar dari rumah sakit, Inay yang jagain, Febri kerja gue nggak bisa ngajak dia kapanpun gue mau"

Falsedad  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang