Derasnya hujan membasahi kota Seoul. Malam yang penuh dengan gemerlap kota metropolitan, lampu lampu jalan menghiasi, serta beberapa lampu dari toko toko pinggir jalan, Cafe bahkan gedung gedung tinggi.Gue manatap kosong suasana jalan dari dalam mobil. Melalui jendela, melihat beberapa pria dan wanita yang berjalan tergesa gesa menggunakan payung. Gue lelah, lelah banget. Wajah gue udah nggak tau lagi kayak gimana, Maskara hancur karena air mata, eyeliner yang beberapa kali gue usap menggunakan tangan.
Terbayang bagaimana Tante Yoora membentak gue, menuduh gue sebagai pembunuh. Mengatakan gue adalah kesalahan, lantas apa yang membuat gue dicap sebagai sebuah kesalahan. Perenggut kebahagiaan. Gue nggak tahu, karena Ayah sendiri bungkam. Diam, seakan akan tidak masalah anak gadisnya dimaki, dihina dan dimarah marahi. Seakan akan gue bukanlah sosok yang harus diperdulikan.
Apa yang membuat gue menjadi hasil dari kesalahan? Gue anak Ibu dan Ayah.
Ibu meninggal karena melahirkan gue, berjuang hebat untuk menyelamatkan dan membuat gue bisa merasakan yang namanya hidup di dunia.
Kenapa?
Begitu dibenci.
Kepala gue terantuk ke depan, mobil sudah berhenti. Gue menoleh mendapati Minhyun yang melepas sabuk pengamannya. Pandangan gue beralih keluar, ini belum sampai di apartement.
Mata gue menyipit ketika melihat sebuah lapangan besar disana, lingkungan ini sedikit jauh dari ramainya kota. Seperti taman kota yang jarang dikunjungi oleh masyarakat.
"Kenapa berhenti disini?" Tanya gue.
Minhyun tersenyum kecil dia membuka pintu mobil. Cipratan hujan turun masuk kedalam, dan dinginnya malam bercampur hujan menyeruak masuk.
"Rasa sakit dan derita mu memang tidak mudah dihilangkan, namun setidaknya aku akan berusaha membuat hujan kali ini tidak begitu menyakitkan bagimu"
Gue tertegun sesaat, dan berteriak memanggil nama Minhyun ketika lelaki itu beranjak keluar mobil. Membiarkan tubuhnya basah di serang hujan, berlari ke tengah lapangan dan merentangkan tangannya.
Gue yang bingung pun akhirnya mencari cari sesuatu di dalam. Mencari benda pelindung hujan di dashboard. Namun tidak menemukan adanya payung disana.
Gue pun memutuskan keluar dan berlari menyusul Minhyun disana.
"Minhyun ayo kembali! Ini hujan! Kau bisa sakit!" Teriak gue.
Gue menarik tangannya dan mencoba membawanya kembali kedalam mobil. Dia menolak, justru tangan gue yang ditarik olehnya, dia membawa gue berlari mengelilingi lapangan yang di dera hujan malam.
"Ya! Minhyun! Berhenti! Kau gila!"
Dia tertawa pelan, dia terus menarik lengan gue dan membawa langkah kaki gue kesana kemari.
"Sena! Hujan itu menyegarkan! Kau harus berani merasakannya!"
"Menyegarkan kepalamu! Ini sudah malam! Kita bisa sakit!"
Dia melepas tautan tangan gue, dan menadangkan air hujan yang turun dari langit dengan kedua tangannya. Setelah penuh ia menyiramkannya tepat di wajah gue.
"Minhyun! Air hujan itu kotor!" Teriak gue kesal.
Ia tertawa terbahak ditempat dan menari nari random di tengah hujan. Entah apa yang ia narikan, mungkin dance grupnya. Gue nggak tahu. Tapi itu terlihat lucu ketika dia menggoyangkan pantatnya.
"Hahahaha! Berhenti kau seperti orang bodoh!"
Dia menunjuk gue, tatapannya menyiratkan ia tertegun dan senang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Falsedad
FanfictionDalam bahasa Spanyol Falsedad berarti sebuah kepalsuan. sama seperti diri gue yang penuh dengan kepalsuan di depan banyak orang. Berpura pura tersenyum. Berpura pura baik. Berpura pura ramah. Apapun itu, tapi semua hanyalah semata mata bentuk pert...