"Jadi, mau menemui Ibuku?"
Perkataan Daniel sukses membuat gue tersedak dengan ludah sendiri. Dia dengan cepat menepuk punggung gue dengan pelan, mencoba membantu menetralkan batuk yang tiba tiba datang tanpa diundang. Bukan soal batuk sih, tidak lain dan tidak bukan penyebab tersedak gue adalah ketika Daniel mengajak untuk menemui Ibunya sekarang. Yang benar saja, bukan bagaimana ya. Gue, nggak enak, sekaligus belum siap. Belum siap apa? Memang kita seserius itu? Intinya, gue nggak siap.
"Me-menemui ibumu?" Ulang gue sekali lagi.
Dia mengangguk antusias sembari tersenyum, tangannya menggenggam tangan gue erat.
"Kapan lagi kau bisa bertemu ibuku kalau bukan sekarang? Kesempatan adalah kesempatan, lagipula sekaligus mengantar Ibu pulang, jadi aku bisa mengantarmu setelah itu"
Gue menggeleng cepat. "No Daniel"
Mungkin perkataan gue membuat wajahnya murung dengan penolakan secara cepat tersebut.
"Aku kan membawa mobil, jadi ya aku bisa pulang sendiri" lanjut gue.
"Kau yakin mau pulang sendiri malam malam begini?" Tanyanya khawatir.
Ngomong ngomong, ini memang malam sih tapi nggak semalam seperti yang Daniel katakan. Mungkin sekitar jam 7 malam. Gue dan Daniel masih setia berada di pinggiran pantai, setelah tadi sore mengejar burung camar yang lewat, sekaligus ya You know Daniel itu telah melakukan hal yang membuat gue spot jantung lumayan lama.
"Ini tidak terlalu malam, lagipula siapa yang berani macam macam pada Park Sena yang sudah hidup mandiri selama 6 tahun ini eoh?"
"Justru itu karena kau adalah Park Sena, seseorang sepertimu rawan diculik, bagaimana kalau nanti mobilmu diberhentikan di tengah jalan---- Aw! Kenapa kau memukulku?!"
Buru buru gue memukul kepala Daniel, membuatnya berhenti mengatakan hal hal aneh dan perkiraan yang menurut gue tidak mungkin.
"Berhenti mengatakan macam macam!"
"Aduh iya! Kau ini perempuan bukan sih? Bogemnya kuat sekali" Dia mengeluh, mengusap kepalanya lantaran gue memukulnya barusan.
Lebay, padahal gue mukul juga nggak kenceng kenceng banget.
Gue menepuk pelan bahu Daniel dan berdiri dari posisi duduk. Menepuk pelan bagian rok belakang karena pasir pasir pantai yang menempel.
Sebelum Daniel berniat membantu menghilangkan pasir, gue menatapnya tajam.
"Jangan coba coba membantuku, ok?"
Daripada berakibat Daniel ikut ikutan menepuk rok belakang, lebih baik gue melakukannya sendiri.
Dia melotot tajam. "Aku tidak semesum itu!"
Daniel ikut ikutan berdiri, lagi dia menatap gue khawatir seperti sebelumnya. "Kau serius mau pulang sekarang? Menginap saja dirumahku, besok pagi baru pulang"
Ide yang cukup gila. Menginap di rumah Daniel bersama Ibunya. Bisa bisa gue mati kutu.
"Sorry, aku ada urusan besok. Sudah ya aku mau pulang, mau istirahat. Niel apa kau butuh pelukan? Sebelum aku pulang"
Gue merentangkan tangan, membuatnya tersenyum lebar seperti bocah yang mendapat hadiah PlayStation 4.
Daniel memajukan tubuhnya lantas memeluk gue erat. Ada sesuatu yang lucu bagi gue ketika Daniel memeluk. laki laki itu memiliki bahu lebar, dan tubuh besar yang tinggi. Berbanding terbalik dengan gue yang tidak tinggi dan kecil ini. Ketika Daniel memeluk, tubuh gue sepenuhnya hilang, karena tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falsedad
FanfictionDalam bahasa Spanyol Falsedad berarti sebuah kepalsuan. sama seperti diri gue yang penuh dengan kepalsuan di depan banyak orang. Berpura pura tersenyum. Berpura pura baik. Berpura pura ramah. Apapun itu, tapi semua hanyalah semata mata bentuk pert...