Pergi

31 3 0
                                    

Ketika gue membuka mata, hal yang gue temukan adalah plafon putih serta infus. Gue memandangi wajah Chanhee yang khawatir, Febri, beserta Anin dan Inay yang gue seharusnya berada di Indonesia. Kemudian Ayah gue. Matanya memerah, tangannya memegangi tangan gue erat.

Bau Rumah Sakit merebak memasuki hidung. Kepala gue masih pening. Entah apa yang terjadi hingga gue berakhir di tempat ini, Daniel mengajak gue pergi. Jauh. Dari semua ini.

Dan gue nggak menemukan Daniel disini.

Menyadari tatapan gue yang seakan mengelilingi ruangan, Chanhee menghela nafas.

"Daniel dijemput oleh Manajernya tadi pagi"

Gue diam, kemudian mata gue menatap jendela tertutup, dengan benda putih yang terus berjatuhan dari langit. Seakan siap menutupi pepohonan dan jalanan diluar sana.

"Salju pertama turun tadi pagi" Ayah gue menambahkan.

Gue mengangguk dalam diam, kemudian menatap pemanas ruangan yang beruap uap. Sekelebat kejadian tempo hari membuat mata gue berkedut.

Mulai dari peristiwa berita yang gue lihat dalam laptop. Gue yang dilempari telur di depan gedung YMC, gue yang marah, gue yang membaca komentar komentar, hingga gue yang memtuskan untuk mengakhiri hidup. Hingga seorang Lee Daniel muncul dalam kegelapan. Membawa gue turun dengan satu tarikan kencang, serta dirinya yang menangis melihat gue yang hampir terjun dalam kegelapan malam. Serta kata kata dirinya yang mengajak gue untuk pergi.

"Sena" Panggil Inay dengan nada sedih, melihat gue kembali menangis tanpa ekspresi.

Tangan Ayah gue yang mulai keriput mengusap rambut gue lembut.

"Sena, mau tinggal diluar negeri?" Tanyanya lembut.

Mata gue menatap Ayah. "Eodi?" (Dimana?)

"Belanda? New Zealand? Itali?" Ayah menawarkan. Serta Chanhee yang mengangguk, mencoba meyakinkan gue bahwa ini adalah pilihan terbaik.

Gue menggeleng pelan.

Terlintas pohon maple serta Bolduc Antiquies tempat barang barang antik berada. Dan Cafe Cantook dengan Lattenya.

Gue tersenyum kecil.

"Kanada"



_____



27 November 2018

5 hari telah berlalu. Gue sudah keluar dari rumah sakit. Hari ini adalah ulang tahun Chanhee yang ke 27 tahun. Gue berencana untuk membuatnya kejutan di rumah, dengan Ayah, Wendy, Inay, Febri, Anin serta teman temannya Chanhee.

Gue kedapatan tugas untuk membeli dua cake ulang tahun. Rasa coklat dan matcha kesukaan Chanhee.

Sebelah gue duduk Inay yang sedang membicarakan Wendy, lantaran cantik dan teman gue itu dulu sempat tertarik dengan Chanhee. Anin dan Febri duduk di kursi depan, dengan Febri yang menyetir untuk ke toko kue.

Kepala gue sedikit pening ketika Anin dan Inay berbicara bersamaan dengan topik yang berbeda. Menanggapi itu gue hanya sesekali tertawa dan mengangguk walupun tidak sepenuhnya mendengar. Tangan gue bergerak mengambil ponsel dalam tas.


Mengenai berita tentang gue, tentu masih memanas. Kebencian yang mereka berikan semakin besar. Ayah, Chanhee dan teman teman gue melarang untuk menonton tv. Walaupun gue masih memantau di internet.

Hari ini, tepat jam ini, semua media nyaris bersamaan menampilkan siaran langsung.

Sebuah konferensi pers yang digelar Lee Daniel WannaSee, sekaligus permintaan maaf. Di depan gedung YMC, tempat yang sama ketika gue tidak berdaya di benci oleh kerumunan orang orang. Dan ia melakukannya tepat disana.

Falsedad  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang