1.0 Kilasan fim rusak Dara

2.8K 109 1
                                    


" Bagiku, masa lalu hanyalah sebagian dari pengalaman hidup yang tidak akan aku lupakan."

-Dara Maharani-

Dara melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Karna jalan yang tidak terlalu macet, Dara bisa sampai ke tempat tujuannya dalam waktu sekitar lima belas menit.

Disini lah Dara, di depan gedung berlantai 14. Gedung yang menjadi pusat pengendalian Anggara Company, perusahaan yang bergerak dalam bidang property.

Dara memandang gedung ini sesaat, sudah dua tahun ia tidak pernah lagi kesini. Tidak ada yang berubah, hanya halaman gedung yang diberi beberapa pot bunga berukuran besar.

Dara tersenyum miris, sungguh malang nasib karyawan yang bekerja disini. Mereka bekerja di bawah perintah CEO yang berkelakuan seperti bajingan.

Gadis itu lalu melangkahkan kakinya masuk. Ia segera berjalan menuju lift. Beberapa karyawan yang berpapasan menyapa Dara yang dibalas oleh senyuman ramah olehnya. Ia memang sering berkunjung kesini, dulu.

Setelah masuk ke dalam lift, Dara segera memencet tombol 7. Untung saja Dara sendirian di dalam lift. Tidak lama kemudian, ia sudah sampai di lantai 7. Dara langsung menuju ruang CEO perusahaan ini. Terkadang ia balas tersenyum ramah saat ada yang menyapanya.

Dara sudah berdiri di depan pintu bertuliskan 'Mr. Fadli Adiputra'. Ia menghembuskan nafas pelan. Semoga saja tidak ada yang pecah di dalam ruangan itu setelah Dara masuk. Ia harus melakukan ini. Demi cafe dan pegawainya.

Dara menghembuskan nafas lagi. Setelah itu ia melangkah mantap memasuki ruangan itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ia tidak peduli apa tanggapan orang yang ada di dalam sana.

Gadis itu diam sesaat di depan pintu. melihat punggung kokoh berbalut jas hitam di depannya. Orang itu Fadli Aditama, orang yang ingin Dara temui sekarang.

" Kamu datang juga, ya." Ucap Fadli dengan suara beratnya. Pria itu berbalik. Ia sejenak tertegun melihat gadis di depannya.

Tidak banyak berubah sejak terakhir ia melihat. Gadis itu, Dara. Orang yang berusaha ia cari selama dua tahun ini, kini berdiri di hadapannya.

" Hmm. Jelaskan maksud anda tentang pernyataan sepihak mengenai kepemilikan tanah tempat berdirinya cafe saya." Balas Dara dengan nada formal. Seperti layaknya berbicara dengan seorang rekan bisnis.

Dalam hatinya, Dara ingin sekali memeluk dada bidang pria di depannya ini. Menumpahkan tangisnya di dalam pelukan pria itu. Menceritakan semua kegundahannya selama dua tahun terakhir. Menceritakan semua yang ia pendam selama ini. Tapi ego Dara melarang. Bagaimanapun juga ia membenci Fadli.

Bibir Dara bergetar, matanya memanas, dadanya sesak. Melihat Fadli yang berdiri tegap satu meter di depannya. Ia kembali mengingat kilasan kejadian yang begitu pahit baginya. Terulang kembali seperti film rusak yang harusnya tidak pernah ditayangkan kembali.

Seorang putri kecil turun dari lanta dua sambil menyandang ransel biru langit miliknya. Dengan memakai seragam merah putih dan sepatu sekolah hitamnya, anak itu berjalan riang menuju meja makan. Hari ini hari kelulusannya. Ia akan datang bersama mama dan papanya ke sekolah.

Anak itu duduk di kursi yang biasa ia tempati. Matanya menatap sekeliling meja makan. Tidak ada orang lain selain Bu Ani yang menyiapkan sarapan. Anak itu berpikir mungkin kedua orang tuanya masih bersiap-siap di kamar.

" Non Dara mau sarapan apa?" tanya seorang wanita berumur tiga puluh enam tahun. Anak yang diapanggil Dara itu menoleh. Menatap asisten rumah tangganya dengan tatapan berbinar dan senyum yang mengembang.

Lucha || END ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang