1.1 Putus

2.9K 114 0
                                    



" Lo boleh nangis disini. Tapi jangan pernah nangis di depan musuh lo. Karna itu sama aja nunjukin kelemahan lo di depan mereka."

-Dara Maharani-

Dara melangkah lesu menuju kamarnya. Saat di tangga, ia berpapasan dengan Bu Ani yang baru selesai meletakan pakaian di lemari Dara. Dara hanya mengangguk saat Bu Ani bertanya. Sepertinya Dara tengah badmood.

Gadis itu menghempaskan tubuhnya ke kasur. Berbaring dengan kaki yang menggantung. Ia menatap lelah langit-langit kamarnya yang berwarna abu. Seperti mencerminkan keadaanya sekarang.

Untuk beberapa saat, Dara masih menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang melayang entah kemana. Sampai suara ketukan dari luar kamar menyadarkan Dara, Ia lalu bangkit dan berjalan gontai menuju pintu kamar yang sengaja ia kunci.

Mendapati Bu Ani di depan kamarnya, Dara mengernyit bingung. "Kenapa Bu?" tanyanya. " Ada neng Diva di bawah." Jawab Bu Ani sembari menunjuk tangga. Dara lagi-lagi mengernyit, tidak biasanya Diva tidak langsung ke kamarnya. Dan, tadi Bu Ani bilang hanya Diva yang datang. Tumben Diva datang sendirian tanpa Dinda.

" Suruh masuk kamar Dara aja ya Bu. Dara mau mandi dulu. Oh iya, nanti tolong bikinin Dara salad ya bu." Ucap Dara yang dibalas anggukan mengerti Bu Ani.

Bu Ani lalu permisi turun ke bawah sedangkan Dara masuk ke kamar mandinya. Berniat mandi berharap semua masalah hidupnya bisa hilang terbawa air dingin yang membasahi tubuhnya.

Dua puluh menit kemudian, Dara sudah selesai mandi dan berpakaian lengkap. Hanya celana kain coklat sepaha dan kaos longgar berwarna putih.

Baru saja Dara keluar kamar mandi, ia sudah mendapati Diva yang duduk manis di atas kasurnya dengan semangkok salad sembari menatap layar datar televisi yang menampilkan film kartun.

" Tumben sendirian. Dinda mana?" tanya Dara memulai percakapan. Ia sudah duduk di samping Diva juga dengan salad yang ia minta buatkan pada Bu Ani tadi.

Diva yang masih mengunyah potongan selada di dalam mulutnya tidak menjawab. Gadis itu bahkan tidak menoleh pada Dara. Itu membuat Dara berdecak sebal karna merasa diabaikan.

Dara mengambil bantal terdekat dan memukulkannya pelan ke kepala Diva. Gadis itu lantas mengerang kaget. Ia mengusap kepalanya yang dipukul Dara. Sebenarnya tidak sakit, hanya bentuk refleks tubuh Diva.

" Ck. Apa sih Lo! Gue tuh lagi nonton si petrik tau gak!" ucap Diva sebal. Acara menonton yang tadinya khidmat kini terganggu oleh keberadaan Dara yang memukul kepalanya dengan bantal.

" Lo yang apaan nyet! Udah dateng nggak ngasih kabar, ditanya malah nggak jawab!" Balas Dara tak kalah sebal.

" Lo nanya apa?"

" Dinda mana? Tumben lo sendirian?"

Diva memperbaiki duduknya menghadap Dara. Gadis itu meletakan saladnya di nakas kecil samping kasur Dara. Ia lalu mengambil bantal dan meletakkan di pangkuan. Dara juga melakukan hal serupa. Sepertinya apa yang akan dibicarakan oleh Diva adalah hal yang penting.

" Gue pen boker, Ra." Ucap Diva setelah beberapa detik menatap dalam Dara. Dara berteriak kesal dan melempar Diva dengan bantal selagi gadis itu berlari menuju toilet. Dara mendengus kemudian mengambil ponselnya yang terletak di bawah bantal.

Sepertinya ia butuh ketenangan untuk saat ini. Masalah mengenai cafe tadi cukup menguras tenaga serta pikiran Dara. Membuat kepala gadis itu seperti  akan pecah saat ini juga.

Lucha || END ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang