3.5 Be mine, please?

1.8K 82 0
                                    


Lisa dan Dirga berjalan bersama di koridor. Beberapa pasang mata menatap mereka iri. Mereka baru beberapa hari sekolah namun sudah menjadi primadona. Wajar saja, Lisa itu cantik dan Dirga ganteng.

Bahkan beberapa siswi kelas X menamakan diri mereka sebagai D-lovers yang mana berarti Dirga lovers. Benar-benar berlebihan.

" Lo nggak risih diliatin gitu?" Tanya Lisa menyinggung lengan Dirga. Lisa memang tidak nyaman saat menjadi pusat perhatian seperti sekarang. Apalagi beberapa siswa menggodanya dengan siulan-siulan tidak jelas. Dirga sendiri hanya memasang tampang datar dengan mulut yang mengunyah permen karet. " Nggak." Jawab cowok itu singkat.

Lisa mempercepat langkahnya meninggalkan Dirga yang masih berjalan santai. Saat berada di depan tangga menuju koridor kelas XII, Lisa berpapasan dengan Alfy dan seorang cowok yang tidak ia ketahui namanya. " Hai Fy." Sapa Lisa ramah. Alfy hanya balas tersenyum kemudian melanjutkan langkahnya. Lisa tersenyum tipis. Alfy memang banyak berubah.

Seandainya dulu ia tidak menyianyiakan Alfy, pasti sekarang mereka menjadi sepasang kekasih yang bahagia. Seandainya dulu ia tidak meninggalkan Alfy, pasti sikap cowok itu tetap hangat padanya. Seandainya... begitu banyak andai yang bersarang dibenak Lisa hingga tanpa sadar satu tetes air mata mengalir begitu saja dipipinya. Lisa menghapus air mata itu dengan kasar, ini memang resiko yang harus ia hadapi bukan? Memang benar, seseorang akan menyadari betapa berharga nya orang lain saat ia sudah kehilangan.

-0o0-

Dirga tidak melanjutkan langkahnya saat melihat Alfy berjalan ke arahnya. Bukan Alfy yang menjadi pusat perhatiannya, tapi seseorang disamping Alfy, Rio.

Saat mereka bear-benar berpapasan, Dirga menarik lengan Rio membuat cowok itu tertarik ke belakang. Alfy yang merasa tidak ada yang mengikutinya dari belakang lantas menoleh. Kemudian mengangguk samar saat Rio memberi isyarat 'duluan aja' dari matanya.

" Lo mau apa?" Tanya Rio to the point.

Dirga perlahan melepaskan cekalannya di lengan Rio. " Lo gak kangen gue?" tanya-nya kalem. " Gue udah lurus Ga, jangan ganggu gue lagi." Jawab Rio dingin.

" Belum. Lo masih ngeliat gue kayak dulu. Mata lo gak bisa bohongin gue Devian." Balas Dirga tak kalah dingin. Rahang Rio seketika mengeras. Tangannya terkepal kuat bersiap meninju wajah Dirga saat ini juga. " Gue udah lurus! Lo nggak usah ganggu gue lagi!" nada bicara Rio naik satu oktaf meski tidak terlalu keras.

" Gue makin yakin, lo belum sepenuhnya lurus. Kenapa masih nyangkal sih Devian? Jujur aja. Gue sama kayak lo." Dirga masih tidak peduli pada emosi Rio yang sudah memuncak.

" Gue bilang udah ya udah! Dan satu lagi, gue Rio bukan Devian!"

Rio berjalan meninggalkan Dirga dengan napas terengah-engah seperti habis berlari ratusan meter. Tidak peduli pada orang-orang yang menatapnya aneh. Bagaimana tidak? Seorang Devian Rio arescha yang terkenal ramah menampilkan raut wajah emosi yang menyeramkan.

Dalam benaknya, Rio hanya memikirkan bagaimana cara agar Dirga tidak lagi mengganggunya. Tidak lagi menerornya dengan panggilan Devian. Karna saat seseorang memanggilnya Devian, ada gelanyar aneh dalam dirinya. Dan itu berdampak buruk bagi Rio sendiri.

-0o0-

" Nunggu lama ya?" Dara duduk di pinggiran rooftop tepat disamping Alfy. " Nggak kok." Suara Alfy terdengar tidak yakin. Setelah memikirkan ucapan Rio dua hari yang lalu, Alfy memutuskan untuk 'menembak' Dara hari ini. Tadinya ia membawa bunga dan coklat, tapi coklatnya sudah keburu cair dan bunga yang Alfy bawa terjatuh ke selokan saat ia berjalan terburu buru.

Jadilah ia hanya duduk menunggu Dara dengan tangan kosong. Harusnya ada Rio yang memetik gitar sebagai pengantar suasana romantis. Tapi Alfy tidak tau kemana cowok itu sekarang.

" Lo mau ngomong apa?" tanya Dara. Alfy menghela napas panjang. Hilang sudah kalimat-kalimat puitis yang tadi ia hapalkan. Saran Rio dari dua hari yang lalu tidak ada yang berguna. Buktinya sekarang ia tetap gugup. Demi apapun, Alfy tidak pernah segugup ini sebelumnya.

" Ra, gue gak punya kalimat puitis yang bisa bikin cewek-cewek melting. Gue juga bukan cowok romantis yang nembak pake gitar segala macem. Gue nggak bisa ngungkapin perasaan gue pake kalimat aneh-aneh. Gue cuman mau bilang, gue sayang sama lo." Ucap Alfy dengan satu tarikan napas. Ia menarik tangan Dara dan menyelipkan jarinya diantara jari Dara yang mungil.

Tidak ada kejutan yang lebih mengejutkan dari ini semua menurut Dara. Jantungnya sudah berpacu dengan cepat dan sekarang ia lupa cara bernapas. Bagus.

" Ra, be mine, please?"

Saat itu juga jantung Dara seperti mencelos. Ada desiran hangat yang mengalir di peredaran darahnya saat ini. Perpaduan sempurna antara kaget, senang, terharu, dan malu. Semuanya seolah berebut menjadi dominan.

Alfy terlihat gusar menunggu jawaban Dara. Banyak pikiran nengatif di benaknya. Bagaimana jika Dara menolaknya dengan alasan " Kamu terlalu baik buat aku." Seperti cewek kebanyakan.

Tapi pikiran negatif itu segera ia hapus begitu mendengar kalimat yang Dara ucapkan. Begitu pelan, malah terdengar seperti bisikan. Namun karna keadaan rooftop yang sepi, Alfy dapat mendengar dengan jelas.

" I'm yours."

Lucha,2018

Lucha || END ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang