3.7 Moment manis

1.8K 75 1
                                    



Langit biru yang bersih tanpa awan terlihat begitu menawan di mata Dara. Cuaca memang sedikit terik tapi Dara justru merasa nyaman. Ia menoleh ke samping, mendapati mata cantik itu tertutup sedang kepalanya mendongak.

Beberapa saat Dara terdiam, melihat karya Tuhan yang begitu indah di sampingnya. Rahang kokoh serta hidung yang terpahat indah. Ditambah alis tebal dan bibir merah alami. Terlalu cantik untuk seorang lelaki. Dara sempat berpikir, apa Alfy ini sebenarnya adalah seorang perempuan?

" Jangan diliatin terus, nanti tambah suka." Celetuk Alfy dengan mata yang masih tertutup. Dara segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Malu tertangkap basah sedang menatap pacarnya sendiri. " Liat cowok sendiri mah gak dosa Ra." Ucap Alfy lagi. Cowok itu masih setia menutup matanya.

" Tadi katanya jangan, gimana sih." Dara masih tidak menatap Alfy.

" Liat sini deh." Otomatis Dara kembali menatap Alfy. Alfy segera menangkup pipi Dara dan memaksa cewek itu untuk memperhatikan wajahnya. " Sekarang boleh, kamu harus liatin muka aku biar kamu bisa bersyukur udah punya pacar seganteng aku."

Tawa Dara meledak begitu mendengar kalimat penuh percaya diri Alfy. " Kamu terlalu pede tau gak." Ucapnya dengan tawa yang masih berderai. " Harus pede jadi orang, gak boleh minder."

" Tapi gak boleh berlebihan, nanti jadinya sombong."

" Iya, tau."

" Kita di rooftop terus, lama-lama aku bosan." Keluh Dara.

" Gak pa-pa. Ini tuh tempat bersejarah kita. Dari awal kenal kan kita emang sering kesini." Alfy melepaskan tangannya dari pipi Dara. Lalu mengambil tangan Dara dan menggenggamnya erat. Menyelipkan jari-jarinya diantara sela jari Dara yang mungil.

" Hmm, Minggu depan ada pesta ulang tahunnya Dinda, kamu mau ikut?"

" Tergantung, kalo diundang ya ikut."

Tepat setelah Alfy mengucapkan kalimatnya, bel masuk berbunyi nyaring. Dara segera berdiri lalu membersihkan bagian belakang roknya. Begitu juga Alfy yang membersihkan bagian belakang celana abunya. " Aku duluan, ada pelajaran sama Bu Ratna." Ucap Dara pamit lalu berlari turun takut terlambat.

Sementara Alfy berjalan santai menuruni tangga. Senyum tipis terlukis di wajah tampannya. Merasa begitu menikmati setiap moment manis bersama Dara, pacar pertamanya.

-0o0-

Dinda berseru heboh begitu Bu Ratna keluar karna sudah jam istirahat. " Woy! Minggu depan gue ulang tahun dan kalian semua harus dateng. Besok gue kasih undangannya. Harus dateng, okee!" Ucapnya di depan kelas tanpa merasa malu. Padahal teman sekelasnya memandang gadis itu bingung.

" Dimana?" Celetuk salah satu siswi yang duduk di barisan belakang. Namanya Dea.

" Alamat, dresscode, dan yang lainnya ada di kartu undangan yang bakal gue kasih besok, Pokoknya kalian harus dateng, sip!" Jawab Dinda dengan penuh semangat. Diva hanya menggelengkan kepalanya melihat salah satu sahabatnya bertingkah seperti anak TK yang untuk pertama kalinya merayakan ulang tahun.

" Udah deh Din, pesta ulang tahunnya masih lama." Dara angkat suara lalu menarik tangan cewek pecicilan itu agar segera pergi ke kantin. Perutnya sudah meronta minta diisi.

Dinda pasrah saja ketika tangan ditarik. Cewek blasteran itu tersenyum ke semua orang yang ditemuinya dan mengatakan agar datang ke pesta ulang tahun minggu depan bahkan ke senior yang Dara tidak kenal.

Begitu memasuki area kantin -yang sudah sesak oleh siswa siswi yang bertujuan sama : Ingin memenuhi kebutuhan mendesak perut masing-masing- Dara tidak melihat kursi kosong selain kursi paling pojok yang dipenuhi murid nakal.

" Mau duduk dimana nyet? Lo sih, kelamaan." Omel Diva berkacak pinggang. Dara menangguk setuju, " Iya din, gak ada tempat lagi kan. Mau makan dimana coba?"

Dinda yang menjadi sasaran omelan kedua sahabatnya hanya tersenyum lebar sedangkan Diva dan Dara mendengus kesal. " Ya maaf, gue kan lagi semangat."

Dari arah belakang seseorang menepuk pundak Diva hingga cewek itu terlonjak kaget. " Astaghfirullah." Ucap Diva spontan. Lantas cewek itu menoleh ke belakang dan menemukan Rio yang menyengir lebar padanya. Alfy yang berada di samping Rio hanya memasang wajah datar andalannya.

" Kenapa berdiri disini? Sana duduk." Perintah Rio yang dibalas dengusan Diva. " Gak ada kursi lagi, Rio. Lo gak bisa liat, ha? Udah penuh semua." Balas Diva malas.

Rio lalu berjalan menuju salah satu meja yang ditempati beberapa siswi yang Dara tau adalah kelas X. Rio lalu berbisik pada salah satu dari mereka yang terlihat paling menonjol –Dara duga dia adalah Queen bee-nya. Lalu mereka semua tertawa dan tidak lama kemudian siswi itu beranjak pergi masih dengan tawa yang disengaja agar terdengar imut.

" Ganjen banget sih tu bocah." Alfy yang sedari tadi diam kini angkat bicara. " Pasti deh abis ngerayu adek kelas. Emang dasarnya playboy sih susah." Alfy mendengus di akhir kalimatnya.

" Dasar temen lo. Sehari aja gak goda cewek dia bisa mati kayaknya." Komentar Diva sewot. Dinda tersenyum jahil mengerti maksud tersembunyi dari kalimat Diva. " Lo cemburu yaaa?" goda Dinda jahil.

Wajah putih Diva segera menunjukkan reaksi dengan perubahan pada kedua pipinya yang perlahan memerah. " Apa sih? Enggak! Gue gak suka Rio, tau! Playboy gitu." Diva mengedikkan bahu-nya berlagak seperti orang jijik. Tentu saja hanya sebuah akting.

Dara, Alfy dan tentunya Dinda mengulum senyum mereka. Dari sikap ketus Diva barusan, bisa dipastikan bahwa cewek itu memang menyukai Rio. Tak lama cowok itu kembali setelah berhasil mengusir sekelompok siswi kelas X tadi.

" Sana duduk, cukuplah buat berlima."

Mereka lalu pergi ke meja yang Rio maksud sedangkan cowok itu sendiri pergi memesan makanan. Setelah memesan 5 porsi mi ayam, Rio kembali dan duduk tepat di samping Diva.

" Oh iya, minggu depan ada pesta ulang tahun gue, lo berdua dateng ya." Ucap Dinda menatap Rio dan Alfy. Alfy lansung saja meangguk dan kembali memakan mie ayamnya.

" Undangan nya mana? Ngundang orang ganteng mah harus pake undangan khusus." Ucap Rio santai.

" Najis lo." Celetuk Diva tidak terima.

" Apa? Gue emang ganteng kok. Lo perhatiin deh." Rio mendekatkan wajahnya pada wajah Diva namun cewek itu menolak dengan mendorong wajahnya menggunakan telapak tangan.

Sepanjang jam istirahat, Rio tak henti hentinya menggoda Diva yang berakibat pada pipi Diva yang terus memerah. Dinda maupun Dara dan Alfy tidak mau mengganggu, mereka hanya sesekali ikut menggoda Diva.

Siang itu mereka menghabiskan waktu dengan tertawa melepaskan beban berat masing-masing untuk sementara.

Lucha,2018

Lucha || END ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang