Rio berjalan santai melintasi koridor menuju taman belakang. Rencananya Rio akan menikmati satu atau dua batang rokok di sana. Beberapa teman seangkatannya menyapa cowok itu ramah, yang dibalas Rio tak kalah ramah. Modal utama playboy ya itu, harus ramah dan pinter ngomong.
" Eh kita ketemu lagi. Apa kabar lo?" Rio menghentikan langkahnya menatap bingung seorang cowok yang menghadang langkahnya. Rio semakin terlihat bingung bahkan sekarang tatapannya menelusuri cowok itu dari atas ke bawah. Mengulangnya beberapa kali seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
" Kaget?" ucap cowok itu lagi. Rio mendapatkan kembali kesadarannya. Dengan tampang sinis, cowok itu mendelik dan berucap " Ngapain lo?" dingin.
Cowok di depan Rio malah tertawa mengejek. " Ya sekolah lah, ya kali gue kesini mau jualan." Ucap cowok itu meremehkan. " Gue gak ada urusan sama lo." Balas Rio dingin.
Dirga melangkah maju. Menatap Rio dengan tatapan menantang. Rio hanya balas menatap dingin cowok yang sedikit lebih tinggi darinya itu. Keadaan hening, mereka berdua hanya sibuk saling menatap tanda ada yang membuka pembicaraan.
Rio akhirnya memutuskan kontak mata mereka. Ia melangkahkan kakinya meninggalkan Dirga dengan wajah super dingin. Dirga tertawa sinis lalu menarik bahu Rio hingga cowok itu kembali menghadap padanya. " Mau apa lagi sih lo?!" Ucap Rio emosi. Dengan susah payah ia menahan emosi namun Dirga justru memancing emosinya terus menerus.
Dirga tersenyum sinis. Matanya menelusuri Rio dari atas ke bawah beruang kali. Membuat Rio risih akan tatapan Dirga yang tidak biasa. " Apa kabar Devian?" Ucap Dirga pelan menatap manik mata Rio.
" Gue Rio!!" Jawab Rio lantang. Suaranya menggema di koridor yang sepi. Untung saja mereka sedang berada di koridor menuju laboratorium Kimia yang sepi. Jadi tidak akan ada guru yang menegur mereka karna suara lantang Rio.
" Gue anggep kabar lo baik, Devian." Ucap Dirga berjalan meninggalkan Rio yang mengatur emosinya agar tidak kelepasan menonjok Dirga sekarang juga.
-0o0-
Dara segera membersihkan tubuhnya sepulang dari pengadilan. Lagi-lagi ia kalah melawan taktik Fadli. Sepertinya Dara memang harus memberikan perusahaan itu pada Fadli. Lagi pula, ia ragu bisa memimpin perusahaan besar yang sudah sejak lama dirintis oleh kakeknya itu.
Mungkin besok Dara akan pergi ke kantor Fadli sepulang sekolah. Tentu saja untuk menadatangani surat-surat yang sudah dipersiapkan oleh Fadli.
Cewek itu merendam tubuhnya ke dalam bathtub. Mencoba relax dengan air hangat juga aroma terapi yang tercium olehnya. Berharap bisa menetralkan pikirannya agar bisa menemukan solusi terbaik untuk masalah ini.
Lima belas menit berlalu, Dara sudah selesai dengan aktivitasnya di kamar mandi. Cewek itu sudah siap dengan balutan piyama doraemon di tubuhnya. Segera Dara mengambil ponsel dan duduk di kursi meja belajarnya.
Dara menghidupkan ponselnya melihat beberapa notifikasi yang masuk. Cewek itu membuka obrolan grup bersama dua temannya, Diva dan Dinda.
Anti cabe-cabe club.
Dara tertawa pelan melihat nama grup yang sudah sejak kapan diganti oleh Diva. Grup yang awalnya diberi nama " Diskusi calon ibu pejabat #aminn" itu sudah diganti jadi " Anti cabe-cabe club." Entah dari mana Diva mendapatkan ide tersebut.
Adinda PA : Hellowwww epriwan!!!
Adinda PA : Woyy!!
Adinda PA : Kacang kuaci permenn..!
Adinda PA : Dikacangin beneran :(
Diva Suci A : Berisik nyet!
Adinda PA : Santai dong njing!
Diva Suci : Biasa aja dong Bi!
Adinda PA : Apa sih bitch?!
Dara : Para bitches tolong diam.
Dara : Jangan spam, hp gue nge-hang ntar.
Diva Suci : Hp lo murahan sih!
Adinda PA : 2
Dara : Bangsyat
Dara terkekeh pelan membaca obrolan grup yang tidak bermanfaat. Membaca pesan dari Diva yang mengatakan hp-nya murahan, Dara jadi teringat pertemuan pertama kali bersama Alfy. Saat cowok itu menangkap basah dirinya yang sedang merekam kegiatan laknat di dalam gudang.
Ia tidak menyangka gudang bisa jadi tempat pertemuan mereka untuk pertama kalinya. Dilanjutkan oleh pertemuan-pertemuan yang tidak disengaja berikutnya. Lalu hingga saat ini Alfy menjadi pacarnya –walaupun hanya sandiwara.
Saat ini Dara justru merasa bingung disebut apakah hubungan mereka. Teman? Dara rasa lebih dari itu. Sahabat? Rasanya tidak pas mengingat Alfy tidak memperlakukannya sebagai seorang sahabat. Pacar? Memang kapan Alfy pernah meminta Dara untuk jadi pacarnya?
Entahlah, terlalu banyak pemikiran yang muncul di benaknya.
Apapun nama hubungan mereka, yang jelas baik Dara maupun Alfy sama-sama nyaman. itu sudah cukup. Masalah status itu tidak penting.
Dara meninggalkan ponselnya diatas kasur kemudian berlalu keluar kamar menuju dapur untuk mengambil beberapa camilan. Mungkin Dara akan menghabiskan malam ini dengan menonton banyak musik EDM yang bisa membantu menjernihkan pikirannya.
Kembalinya Dara dari dapur, ia melihat ponselnya bergetar menampilkan notifikasi pesan dari nomor yang tidak Dara kenal.
081344xxxxxx : Hai :)
Satu alis Dara terangkat. Siapa yang sedang menjahilinya dengan nomor tidak dikenal seperti ini? ia pikir Dara akan menanggapinya? Tentu saja tidak. Ada banyak orang yang mengiriminya pesan tidak jelas sama seperti ini. Jadi tentu saja Dara mengabaikannya.
081344xxxxxx : Lo lupa sama gue?
" Apaansih ni orang nggak punya kerjaan banget." Monolog Dara. Cewek itu meninggalkan ponselnya di atas bantal kemudian berlalu menuju kamar mandi untuk melakukan ritual sebelum tidur.
Ponsel Dara berbunyi menandakan adanya panggilan masuk. Dengan wajah yang masih basah, Dara bergegas menghampiri ponselnya. Cewek itu dengan cepat menerima panggilan tanpa melihat siapa yang menelpon.
" Halo?"
" Hai Rani.."
Seketika Dara mematung mendengar suara dari ujung sana. Darahnya berdesir dan dengan cepat jantung Dara memompa dengan ritme yang tidak teratur.
" Rani? Kok diem?"
Panggilan itu lagi.
Perlahan memori menyedihkan itu terputar di benak Dara. Semuanya, tanpa terkecuali. Dengan jelas peristiwa itu terekam di memorinya. Kembali terputar tanpa Dara perintahkan.
" Apa kabar Rani? Kamu sehatkan?"
Orang disebrang sana masih setia meneror Dara dengan suara rendah yang terdengar mengerikan di telinga. Dara masih diam, tidak melakukan gerakan sedikitpun. Bahkan sejak tadi napasnya tertahan.
" Aku tau Rani pasti kaget,"
" Aku cuman mau bilang, kita bakal ketemu lagi besok."
" Jangan takut, aku nggak bakal ganggu kamu kok."
Rasanya Dara sudah lupa cara berbicara. Juga cara bernapas. Dara ingin menjawab tapi lidahnya terasa kaku.
" Tama kembali, Ranii.."
Panggilan terputus.
Dara masih merasa ini mimpi.
Jadi yang Riana bilang kemaren beneran?
LUCHA, 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucha || END ✅
Ficção AdolescenteHighest rank #22 in quotes [210119] *** Berawal dari pertemuan di depan gudang yang tidak disengaja. Alfy dan Dara terus terjebak pada pertemuan-pertemuan selanjutnya. Mereka terjebak drama yang mengharuskan Alfy berperan sebagai pacar Dara dalam w...