-IV-

859 61 2
                                    

Samith berjalan santai di rumah kaca mewah yang memiliki halaman sangat luas itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Samith berjalan santai di rumah kaca mewah yang memiliki halaman sangat luas itu. Mobilnya terparkir asal dan kopernya sudah dibawakan para pembantu rumah itu.

Pria ini berjalan santai dengan terus menyesap rokoknya dan menyelipkan salah satu tangannya ke saku celana. Rambutnya tidak lagi tertata rapi dan sudah sedikit berantakan. Mata tajamnya tidak lagi teduh seperti beberapa saat lalu.

Rumah kaca besar itu begitu sepi walau terdapat seorang pria paruh baya berumur empat puluh sembilan tahun yang berdiri menatap Samith dengan senyuman mengembang.

Jejak hujan masih menyelimuti kota, percikan air di jalanan yang ditekan oleh telapak kaki seakan menimbulkan suara yang mampu untuk mengusik diri. Tidak ada cahaya yang terang saat berada di luar, tapi saat langkah semakin mendekati halaman rumah besar itu, dengan jelas lampu besar mampu menguasai pemandangan.

Pria ini memicingkan mata sejenak, ia menelengkan kepalanya untuk meneliti rumah yang ada di hadapannya ini. Ternyata ayahnya tidak berubah, ia masih menjadi pria yang berkuasa. Setiap properti yang dihasilkan oleh tangan busuknya ternyata bertahan lama.

Ia pikir apa yang dikerjakan dengan tangan buruk tidak akan bertahan lama, tapi siapa sangka rumah ini selama menghina dirinya, bahwa Napa memang ditakdirkan untuk ayahnya yang busuk itu.

Rokok masih terselip di mulutnya, dan dengan perlahan menjauh dari bibir. Pria ini kasih berdiri dengan diam, dan dahinya yang tadi mengkerut mulai menghilang saat ada gerakan dari pintu yang semakin dibuka lebar oleh pria yang tadi memberikan senyuman mengembang.

Hari ini jika saja anak buahnya tidak memberikan kabar bahwa malam ini setelah konser di gelar akan ada kedatangan tamu, mungkin Fertoe tidak akan menyambut kedatangan putranya. Anak buahnya ternyata bekerja dengan baik, walau harus ekspresi yang menyebalkan dari pemuda itu, tapi dirinya senang bisa menyambut kedatangan yang telah lama dirinya nantikan.

"Samith Honours, putraku.. Kau tumbuh dengan gagah, Son!" nada itu bahkan tidak berubah, Napa benar-benar menjadi kota senjata bagi bangsat satu ini. Samith mengendikkan bahu, ia tersenyum malas dengan kalimat menggelikan itu. Bagaimana mungkin Fertoe terlihat tidak sedikitpun kesulitan setelah menghancurkan dirinya di masa lalu.

Fertoe  menghampiri Samith dengan masih memertahankan senyuman. Tahukan pria itu betapa tololnya bibir yang sedang ditunjukkan itu, seakan mulutnya tidak lebih dari sampah yang mengeluarkan cairan busuk. Fertoe bahkan bukan hanya sekadar memberikan senyuman, bahkan tangannya sempat terjulur untuk meminta pelukan. Namun sial, keparat muda itu hanya hanya acuh dan diam.

"Apa kabar, Mr. Fertoe?" keparat ini  menyesap tokonya dan an membuang asap dari mulut itu tepat di hadapan pria yang lebih tua, suaranya terdengar parau saat tadi dihempaskan.

A Pianist Say Good Bye √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang