-LI-

280 26 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


'Rasanya aku ingin sekali menusuk hatimu, merobek bibirmu, menghancurkan jantungmu dengan sekali remukan. Rasanya aku ingin sekali menenggelamkanmu di dalam samudera yng paling dalam. Aku ingin kau mati dengan segala kesakitan melebihi luka di hatiku. Tapi sial! Kau curang, kau masuk ke dalam hatiku dan membuat aku lemah tidak berdaya. Kau memaksaku untuk terdiam tidak dapat berpikir.

Kau adalah wanita sialan yang masuk tanpa izin ke dalam hatiku dan berani sekali pergi begitu saja! Kau masuk ke dalam hatiku dan bertahan di sana, lalu meninggalkan jejak yang begitu jelas hingga rasanya rulit sekalinya menyembunyikan jejak sakit yang tertinggal. Rasanya aku ingin menjadikanmu sebagai makananku. Aku ingin membakar matamu yang barani membuatku tidak berdaya. Aku ingin menghancurkan segala di dalam dirimu! Tapi aku tidak mampu! Aku terjebak denganmu.. Aku telah menjadi korban dalam ucapan perpisahan yang kau banggakan itu.

Aku ingin memenggal kepalamu yang pernah singgah di pangkuanku. Aku ingin sekali mengambil lidahmu yang begitu mudah mengucapkan kata munafik! Tapi aku tidak sangup! Kau masuk ke dalam kehidupanku.. Kau merusak segalanya dengan mudah. Kau tinggalkan aku dalam kegelapan. Kau benar-benar terkutuk, Camryn Parrish.'

Ada banyak rasa yang ingin pria ini rasakan, sama banyakanya dengan kata-katanya yang ingin dilepaskan dengan lisan. Senua kalimat yang dilepaskan di dalam hati memang cukup banyak, tapi bagi pianis ini semua itu tidak cukup.

Wanita itu adalah sesuatu yang sempat dirinya sebut anugerah. Dulu ia sama sekali tidak percaya dengan nikmat Tuhan yang diberikan. Tapi wanita itu menarik dirinya untuk percaya pada Rosario, lalu menenggelamkan dirinya, dan pergi begitu saja saat ia sesak napas.

Samith terdiam duduk di depan piano dengan kesepuluh jarinya terus membuat nada. Semua nada yang melengking dan mereda secara bergantian membuat yang mendengarnya menutup telinga dan menekan dada. Rasanya begitu perih dengan nada ini, dan jelas sama pedihnya dengan yang dirasakan. Lagu yang sebenarnya lembut tapi sengaja dibuat dengan sangat berbeda.

Hari itu saat lututnya terluka, saat semua rasa malu ia singkirkan, menjadi hari paling terkutuk dalam hidupnya. Harapannya sudah benar-benar habis, pria ini tidak lagi memiliki harapan apapun yang tersisa. Camryn telah menghunuskan semuanya, termasuk naps damai yang dulu pernah Samith terima.

Lantunan musik musim semi dengan kesunyian bermain di tempat yang sunyi ini. Tidak ada yang berani menghentikan nada ini, terkecuali si pemainnya sendiri. Air mata terus membasahi tuts-tuts piano setiap kali nada itu berubah-ubah dalam sekali permainan. Ini hanyalah tentang patah hati, tapi kedukaan yang dituangkan entah kenapa seperti ada kematian yang direnggut.

Satu jam telah berlalu di malam yang sunyi. Air yang semula beku menjadi cair karena sudah terlalu lama berada di luar. Mata pria ini harusnya sudah beku saat hujan terakhir yang ia terima, tapi nada ini mencairkan kembali. Dan harusnya air mata yang ia jatuhkan sama dengan tangisan yang ia berikan saat ibunya meninggal. Tapi kenapa berbeda dengan hati manusia yang patah hati tidak terlihat ada yang pergi tapi di hati sakit sekali.

A Pianist Say Good Bye √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang