-II-

970 78 11
                                    

Malam begitu gelap menyapu permukaan kota Napa yang memang sedang hujan lebat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Malam begitu gelap menyapu permukaan kota Napa yang memang sedang hujan lebat. Suasana begitu diam tidak banyak suara hanya derasnya hujan memekakan telinga.

Hujan itu membawa beberapa petir yang membuat siapa saja yang mendengar akan menutup kedua telinganya dengan kedua tangan terbuka. Saat ini kota Napa sedang memasuki cuaca kurang mendukung untuk kesehatan.

Seorang pria, duduk tegap dengan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kayu kuat, dengan melipat kaki kanan ke atas kaki kiri dan tangan kanannya berada di meja kaca yang berukuran kecil sembari jari telunjuknya mengetuk-ketuk meja menghasilkan irama yang lamban dan mengancam, sedangkan tangan kirinya yang bebas ia diamkan turun di bawah.

Pria itu sama sekali tidak menghiraukan apapun yang ia dengar atau apapun yang ia lihat, hanya diam dengan kening berkerut tanda malas. Beberapa tetes darah menemani permukaan ubin yang berwarna putih pekat.

Ini adalah malam yang mencekam, banyak yang harus dilakukan untuk membunuh perasaan bosan. Termasuk mungkin salah satunya darah yang mengotori lantai adalah hiburan bagi yang berjiwa mudah bosan.

Terdapat beberapa pria di ruangan ini, tapi hanya ada satu orang yang duduk santai. Pria itu terlihat jengah dengan sesekali membersihkan sepatu hitam mengkilatnya dari sentuhan tangan orang yang saat ini berlutut mengemis dengan luka di mana- mana.

Napas pria penuh luka itu tersengal-sengal, seakan nyawa sudah berada di ujung tanduk. Ada sorotan mata yang lebih dari takut, mungkin terkesan pasrah.

"Aku mohon.. beri aku kesempatan, Bos. Aku sungguh khilaf melakukan itu.." ujar seseorang terdengar pelan dan lirih. Tenaganya sudah terkuras dari hantaman pukulan yang menyakitkan.

Mendengar nada itu harusnya bisa membunuh sedikit rasa bosan, tapi ternyata telinga membawa rasa yang lebih dalam. Jiwa bosan itu semakin menumpuk, hingga dengkusan di keluarkan dengan kasar.

Ini bukan kali pertama untuk pria itu datang ke kota, dan bukan kali pertama juga melihat pria di hadapannya babak belur. Bukankah yang terlalu sering terjadi menimbulkan rasa bosan? Itulah yang sedang terjadi dengan pria yang duduk itu.

Warna biru di wajah sudah benar-benar mendominasi pria berlutut ini. Napas tercekat yang meliputi diri semakin menegaskan jika nyawa akan dengan mudah hilang di sini.

Luka didapatkan tentu memiliki alasan, dan bagi pria yang kesal itu apa yang dirinya berikan bukanlah tanpa sebab. Si berengsek yang babak belur telah sangat mengecewakannya.

Samith, seorang pria antagonis yang memiliki sifat ketus, dingin, bahkan lebih dari itu. Pria ini juga memiliki sifat menakutkan, sebuah sifat yang mampu melayangkan nyawa siapa pun jika sebuah keputusan dilanggar.

Sehari sebelum keberangkatan ke Napa, pria ini mendapat sedikit masalah yang dibuat oleh salah satu orang dan itu membuat Samith benar-benar tidak terima.

A Pianist Say Good Bye √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang