-LXIII- END

993 61 9
                                    

Seorang bocah kecil dengan bibir mencibir terus berjalan dengan langkah kasar di bawah hujan tanpa perlindungan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seorang bocah kecil dengan bibir mencibir terus berjalan dengan langkah kasar di bawah hujan tanpa perlindungan. Seperti yang sudah dikatakan di awal, jika awan yang sudah mendung ternyata memang mendatangkan hujan besar. Rasanya sangat menyebalkan jika dirinya mengingat jawaban ayahnya tadi pagi, semua yang dikatakan dari mulut orang dewasa memang sering kali menjerumuskan. Bocah itu berjalan dengan wajah yang dilipat dan mulutnya seperti mengatakan banyak umpatan.

Orang-orang yang melihat bocah ini harusnya merasa iba. Tapi sialan, mereka jusru tertawa dengan anak lelaki kecil itu. Kakinya yang terasa berat dan dipaksa untuk terus berjalan terlihat menggemaskan saat diimbangi dengan bibir mencabik lisan tentang kekesalan di hati. Hujan turun sesuai dengan dugaannya, bahwa akan ada hari sialan. Perasaan bocah ini dari tadi pagi sudah merasa tidak nyaman. Apalagi saat ia menunggu lama di halte dekat sekolah elitnya itu, firasatnya semakin kacau saja.

Ada banyak hari sial yang terjadi hari ini. Ia bahkan di sekolah mendapatkan masalah karena seorang perempuan yang meminta bantuan untuk dirinya menggambarkan bunga di buku gambar. Anak perempuan memang selalu merepotkan, dan bocah ini berharap ibunya tidak akan melahirkan jenis kelamin itu.

Nick masih mendengkus kasar ketika ingatannya kembali disaat ia mencoba untuk menghubungi ayahnya tetapi justru nomor ponsel milik kedua orangtuanya tidak ada yang menjawab satupun. Anak laki-laki ini semakin kesal saja jika mengingat hal itu. Apa mereka tidak peduli jika asaja dirinya diculik atau mengalami hal buruk. Apalagi saat ini sedang hujan besar, kemungkinan tentang hal buruk bisa saja terjadi.

Sial! Ayahnya benar-benar payah. Pria dewasa dan kata-katanya hanyalah omong kosong belaka, dan sepertinya hal yang pernah dikatakan oleh paman Allergen jika ayahnya adalah pria menyebalkan itu benar. Sekarang bocah ini bukan hanya percaya, tapi dirinya benar-benar menyadarinya.

"Kau menyebalkan! Ayah macam apa kau!" ponselnya mati karena kehabisan daya, dan tidak ada satupun orang yang mencarinya di halte ini. Nick benar-benar membenci hari Senin, dan terutama sosok ayahnya itu. Pria kecil ini masih mengeluarkan kutukannya, dan Nick berharap telinga ayahnya akan semakin panas dengan lucahan yang sedang dirinya berikan.

Ada banyak menit yang ia habiskan di tengah hari yang sepi. Dan ketika perasannya sudah semakin parah, bocah ini terpaksa berjalan keluar dari perlindungan halte dan mencoba mencari taksi. Setidaknya meksipun Senin adalah hari yang berengsek, ia bisa menemukan taksi. kendaraan itu memang menyenangkan untuk orang dewasa, tapi tidak untuk dirinya. Bukan karena kendaraan ini tidak nyaman seperti mobil mewah ayahnya, hanya saja supir taksi sempat menolak dirinya karena masih kanak-kanak.

Jika saja dirinya tidak menunjukkan isi dompet kecil yang pernah diberikan ayahnya setahun yang lalu, mungkin ia akan berjalan sampai sejuah kakinya lumpuh. Hujan terlihat semakin besar ketika dirinya sudah masuk ke dalam taksi. Dan sialnya ia harus berjalan seorang diri kembali saat sudah sampai di gerbang rumahnya yang besar.

A Pianist Say Good Bye √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang