Hari itu tiba. Hari di mana setelah setelah sekian lama terasa menyakitkan bagi semuanya. Hari yang menjadi penutup musim semi dan dilanjutkan dengan musim selanjutnya telah tiba. Gereja klasik yang tua dengan hiasan sederhana terlihat jelas di depan mata. Suara-suara musik pengiring pernikahan terdengar dengan indah. Karpet merah itu sudah digelar untuk dilintasi para calon pengantin pria dan wanita, sungguh pemandangan yang menyejukkan untuk siapa saja yang memandangnya.
Pagi ini terasa indah dengan matahari yang bersinar cerah. Burung berkicau yang hinggap di tangan patung di depan Gereja itu terlihat membisu tanpa siulan yang biasanya terdengar merdu. Kursi-kursi para tamu sudah banyak di tempati walau masih terdapat bagian yang kosong. Dan kekosongan yang terlihat adalah bagian tengah dekat dengan sebuah guci yang terdapat hiasan. Pemain piano yang sudah siap memainkan nada terlihat tengah sibuk memakai sarung tangan putih. Piano putih yang masih baru bahkan kain penutup piano itu baru saja terlepas dan memerlihatkan penampilan permukaan piano yang berkilau.
Piano itu indah sekali, tapi akan jauh lebih indah jika saja dimainkan oleh si pianis yang hebat pilihan mereka. Gereja di sini sudah siap untuk dijadikan tempat sumpah suci persatuan kedua pasang manusia yang akan melangsung pernikahan.
Bahkan seorang Pendeta yang gagah sudah membuka Alkitab nya dan melingkarkan kalung Rosario itu di telapak tangannya untuk mendoakan kesatuan umat manusia pagi ini. Pernikahan akan dimulai lima belas menit lagi sehingga wajar saja jika Gereja ini masih dipadati oleh hadirin saja tanpa pihak keluarga. Para mempelai sedang sibuk mempersiapkan diri mereka masing-masing, belum ada tanda-tanda kedatangan.
Awan di luar bergerak sedikit lebih cepat dari biasanya. Hal itu membuktikan betapa cepat waktu yang berjalan untuk dilalui tanpa kesadaran diri. Lonceng kecil di atap menara Gereja ini terdengar saat tertiup angin pagi yang cerah. Lonceng yang besar berbunyi menandakan betapa besar kekuatan angin ini, sama besarnya tekad yang akan terjadi di sini.
Apakah kegigihan seorang pemuda akan berdiri tagap di tempat ini berjalan dengan baik? Semoga saja keteguhannya seperti angin yang dapat menghantarkan musik dalam lonceng, tanpa ada masalah yang terjadi.
Samith yang sudah dari satu jam lalu datang kini tidak menunjukkan diri untuk keluar dari mobil hitam mewah miliknya. Di dalam mobil mewah itu terdapat orang terkasih yang juga sepertinya enggan untuk keluar. Bobby, Robbert, Chrystal dan Janne yang juga tidak sedikitpun meninggalkan diri pianis itu sedang dalam keadaan seperti penuh kekosongan.
Peter yang tidak dapat mendampingi Samith karena istrinya di Paris akan segera melahirkan selalu memantau dari jarak jauh. Sudah lebih dari satu jam yang lalu pianis ini hanya terduduk di dalam mobil tanpa suara apapun, kebosanan meliputi keadaan di dalam sini.
Mereka semua terdiam di dalam mobil itu. Satu-satunya suara yang ada hanya tentang napas mereka yang tersendat-sendat. Semua membisu melihat pianis itu menunduk memegang kotak cincin yang tidak memiliki arti apapun untuk kebahagiaan hari ini. Mereka menangis tanpa suara dan tentu saja pianis ini tahu akan hal itu. Lagipula siapa yang tidak menangis jika kalimat yang akan dijadikan sebagai kebahagiaan justru akan digunakan sebagai bahan sebuah keputusan yang ditukarkan dengan pemaksaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Pianist Say Good Bye √
RomansaSamith Honours, adalah seorang pianis dan Bos Besar muda, dengan sifat angkuh, seangkuh tuts piano menghantarkan setiap nada. Dia sudah lama menghilang semenjak perencanaan brutal orang-orang atas pembedahan otaknya secara paksa tanpa dia sendiri ta...