-XLIII-

303 27 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Samith terdiam sejenak ketika mendengar segala percakapan ditelpon antara Camryn dan Allergen saat ia baru saja sampai di rumah. Pria ini mencoba untuk menahan segala amarah yang datang. Bahkan emosi masih terus ditahan sampai perbincangan maksiat itu berakhir. Betapa perih hati dan hidupnya saat menerima kenyataan bahwa wanita yang paling dipercayai, wanita yang paling ingin dilindungi, dan wanita yang paling dicintainya ternyata harus menerkam dirinya dari belakang.

Akan sangat menyakitkan jika mengingat semua yang telah dirinya lakukan. Tidak ada penolakan yang dirinya berikan untuk wanita itu, keseluruhan yang ia miliki diserahkan tanpa keraguan. Dengan tangan yang masih mengepal ia lihat wanita itu bahkan berani untuk tersenyum senang saat mengakhiri pembicaraannya. Matanya mungkin terlihat baik-baik saja saat melihat semua yang ada di depan, tapi tentu saja sebenarnya hatinya tidak bisa menerima dengan segala yang ia lihat dan dengar itu.

Ketika tadi ia memutuskan pulang dengan diantara oleh anak buahnya, Samith berharap jika kendaraan itu akan segera membawa dirinya kembali. Tapi tentu saja kembali bukan untuk mendapatkan semua kejutan seperti ini. Saat ia pulang tadi pria ini jika awan begitu cerah dan angin yang tenang menemani diri. Semua kedamaian itu memang masih bisa dirinya rasakan saat ini tapi semua itu tidak dapat meredakan segala emosi yang melingkupi dirinya detik ini juga.

Sisa-sisa senyuman sialan wanita itu kasih terlihat, walaupun tarikan setiap sudutnya berkurang, tapi tetap saja bekasnya meninggalkan perasaan keparat. Pianis ini memejamkan mata beberapa detik, lalu menyugar rambutnya untuk terlihat kuat. Ia tidak bisa mengandalkan siapapun sekarang, hanya mengandalkan diri sendiri agar tidak terjatuh dan semakin dipermalukan.

"Camryn! Apa yang kau lakukan ! Apa kau bermaksud benar-benar ingin mengkhianatiku!" ini adalah kalimat kedua untuk menyinggung tentang sebuah pengkhianatan, dan entah akan ada berapa kali pernyataan seperti ini diulang. Pekikan itu terasa jelas sekali penuh tekanan saat Samith dan membuat ponsel yang digenggam Camryn jatuh ke lantai.

Bahkan ekspresi wanita ini masih sama ketika berada di taman waktu itu. Yang membedakan hari ini dengan waktu itu hanya satau, bahwa pria yang menjadi bahan pengkhianatan tidak ada di sini.

"Sam.. Samith... tidak. .aku.. Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya ingin membuatmu sadar.. Sungguh." Wanita yang dirinya kenal selama beberapa bulan ini tidak pernah menuntut tentang sebuah kesadaran apapun, bahkan menuntut tentang lisan yang berkaitan dengan patah hati. Selama beberapa bulan yang dijalani hanya pembahasan masa depan, tidak sekalipun ada hal munafik.

Hari ini saat wanita itu menangis, tentu saja pianis ini akan menyebutkan jika wanita itu adalah sosok yang munafik. Yang seharusnya menangis adalah dirinya, karena wanita itu telah menusuknya dari belakang dan mengikuti segala yang dikatakan pria diluar sana yang keparat. Kenapa bukan dirinya yang menangis? Kenapa harus pianis ini yang lagi-lagi yang bertahan untuk kuat? Sialan! Bersama wanita ini bukan hanya mengajarkan dirinya tentang menjadi anak yang pembangkang terhadap ibunya tapi juga merasakan apa artinya dikhianati oleh wanita yang sangat penting.

A Pianist Say Good Bye √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang