-XXIX-

460 53 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Robbert sepertinya diminta libur hari ini oleh Samith untuk menemani dirinya berbincang mengenai Allergen serta Nelco yang sedang mengarah ke Paris. Di sana memang ada Pater dan pianis ini tidak begitu yakin Pater, teman kuliahnya itu mampu menahan sendirian. Pria itu tidak ahli menembak hanya ahli mesin dan segala bentuk IT, Dan pianis ini tidak merasa yakin bahwa nyawa temanya akan baik-baik saja.

Meksipun tidak ada satupun yang bisa dianggap dirinya sebagai teman, setidaknya satu orang sudah lebih dari cukup. Peter bukan jenis pria yang akan dengan hati diperintah, pria itu memang suka dengan kerja sama, tapi dengan cara berpikir berbeda asalkan memiliki tujuan yang sama.

Hari ini menjadi satu bulan untuk masa pemulihan pianis ini. Banyak hal yang telah terjadi selama satu bulan penuh. Dari mulai perubahan rencana dan berisiknya tentang keinginan wanita kecil itu. Tapi setidaknya selama satu bulan penuh ini pianis itu sudah mengalami kemajuan dalam fisiknya.

"Aku pikir kondisimu sudah cukup baik. Aku masih tidak bisa percaya padamu. Bagaimana mungkin kau memenuhi keinginan wanita itu untuk membuat sebuah Gereja kecil disaat dirimu saja membutuhkan bantuan." Bahkan meskipun kejadian itu telah berlalu sela satu bulan, tapi tetap saja Robbert tidak bisa percaya dengan kenyataan ini.

Rumah menjadi aneh ketika wanita itu menghabiskan banyak waktu di sana, dan cenderung seperti menghasut mereka untuk ikut masuk ke sana. Dasar wanita sialan memang. Robbert mendesah setelah kalimatnya terlepas, ia kembali membuka majalah di meja kamar Samith ke halaman berikutnya.

Pianis ini sudah terlihat mampu lepas dari infus selama beberapa waktu lalu, walau kepalanya masih terdapat perban tapi setidaknya luka jahit mulai mengering. Ada banyak luka yang memerlukan jahitan, lengan yang tertembak juga tidak luput dari ingatan. Meskipun ada banyak luka dan jahitan, tapi setidaknya saat ini darah itu tidak mengalir lagi.

"Aku sengaja melakukan ini untuk mengelabuhinya. Aku rasa dirinya tidak akan tahu ayahnya tewas jika dirinya sibuk beribadah." Semakin sibuk wanita itu mengabaikan waktu sebagai wanita yang suci, maka kejadian mala  itu tentu tidak akan pernah diketahui. Entah sampai kapan hal ini akan disembunyikan, yang terpenting dalam satu bulan ini kejadian itu seakan hilang dalam ingatan.

Samith mengambil pena nya yang bertinta merah itu untuk mengoreksi dokumen dan laba dari perusahaanya serta mol nya itu. Ia memang harus fokus pada pembalasan, tapi tentu dirinya juga tidak bisa meninggalkan perusahaan begitu saja, apalagi saat Fertoe sempat mengguncang perusahaan miliknya yang ada di Prancis.

"Aku sempat berpikir kau mulai lunak dengan semua doa-doanya. Well, kau semakin licik saja, Sam. Aku membayangkan bagaimana jika wanita itu tahu ayahnya tewas di tanganmu, aku rasa kau akan memulai debut sebagai mafia dari para wanita yang gemar mengutuk." Bukan hanya sesekali Robbert berpikir jika Samith telah dikuasai Samith, dan hal itu cenderung membuat dirinya kesal sendiri. Tapi sekarang saat ia sudah mendengar alasan dengan jelas, rasanya lega sekali.

A Pianist Say Good Bye √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang