-LII-

265 30 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Awan masih terlihat begitu malu-malu untuk bergerak mengikut arah mata angin. Ranting-ranting yang dengan jelas dapat dilihat berbagai jenis pasang mata itu juga terlihat rapuh dengan kulit penuh terkelupas. Musim semi yang seharusnya indah seakan-akan menjadi gersang begitu saja, terlewatkan dan sama sekali tiak dirasakan manfaatnya. Musim semi yang biasanya bermekaran dengan bunga dan tanaman yang segar kini hanya menjadi hiasan alam yang terlewatkan. Musim semi yang sepertinya tidak memiliki arti.

Banyak yang telah terjadi sehingga menghasilkan keburukan, meskipun mereka yang terlibat hal buruk tidak bisa memungkiri jika musim semi selalu sehat, tapi hati mereka menyakitkan diri. Hari ini tidak berbeda dari hari sebelumnya, sepertinya tahun ini apapun musimnya maka semua akan tetap sama terasa buruk.

Sedari tadi Bobby hanya diam menutup mata mencoba untuk menikmati musim semi yang terasa hambar untuk dirinya rasakan. Bahkan sebelumnya musim paans juga terasa kosong meskipun matahari bergerak lambat. Hari ini entah kenapa ia merasa justru musim semi seperti musim dingin yang membekukan seluruh organ fisiknya. Hidungnya tidak bisa menghirup aroma bunga, semua tanaman, termasuk bunga tulip yang ada di rumah ini, tidak bisa terdeteksi keberadaannya.

Sudah lebih dari tiga jam lamanya pria ini seorang diri berdiri didekat pohon apel yang besar di belakang halaman rumah besar milik si pianis yang sangat terawat ini. Pohon yang telah tumbuh sejak dua puluh tahun lebih itu memberi keteduhan untuk pertahanan diri dari teriknya matahari. Dedaunan yang saling bergesek mampu pria ini rasakan keberadaannya, tapi tetap saja aroma apel yang mungkin sudah siap di petik telah hilang.

Pohon ini bukanlah satu-satunya jenis tanaman yang ada di sini, ada pohon besar lainnya seperti beberapa hektar kebun seorang pembajak. Jika saja rumah ini dimiliki orang mereka yang memiliki suasana hati yang baik, pasti pohon yang subur akan dianugerahi piknik.

Bobby menarik napas berulang kali, ia masih mencoba memekakan pendengaran dari angin yang menggoda apapun yang bisa digoyangkan. Pikiran pria ini benar-benar kalut dan lelah, kantung matanya bahkan terlihat sejak beberapa hari ini. Sudah berulang kali dirinya menangis seperti orang idiot, dan ia juga sudah berulang kali memohon sesuatu yang penting tetapi diabaikan dengan alasan yang menjijikan. Jika ada alasan yang lebih keren untuk menolak, seperti adanya aktivitas luar biasa, sepertinya itu bisa dimaklumi. Tapi alasan menjadi idiot adalah hanya karena seorang wanita.

Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan dengan dengkusan kasar, Bobby mencoba membuka kembali matanya. Sinar matahari yang masuk ke celah-celah daun di atas kepala membuat pandangannya sedikit buram karena silaunya. Ketika matanya terbuka dalam beberapa menit memejam, hal pertama yang dirinya lihat adalah semak-semak yang berwarna hijau kekuningan di setiap pinggir pagar pembatas antara halaman dan taman.

"Kau tidak lelah terus berdiri dan melamun?" dengan udara yang begitu sejuk dan pikiran kusut, rasa lelah bukan hal penting untuk menimpa diri. Ada lebih dari perasaan itu, mungkin muak ingin muntah menjadi salah satunya. Tapi Bobby tentu saja tidak akan menjawab dengan kejujuran semacam itu, ia hanya tersenyum tipis saat mendengar suara wanita sedang tertuju padanya.

A Pianist Say Good Bye √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang