-XLIV-

348 29 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Samith berangkat pagi-pagi sekali dengan mobil yang satunya, sebuah kendaraan yang sering dirinya gunakan ketika ingin pergi ke manapun. Kecepatan tinggi ia lakukan untuk pagi ini, seperti tidak takut bahwa mungkin saja di hari sibuk ini akan ada banyak penjaga lalu lintas di jalan raya. Setelah mengetahui keberadaan orang yang penting, rasanya berkendara dengan laju lambat bukan pilihan yang tepat.

Pria ini akhirnya mengatahui ke mana mantan temannya yang berengsek itu dan ayahnya akan pergi. Mereka berdua bermaksud mealrikan diri setelah mendapatkan sertifikat miliknya yang kemarin telah dicuri melalui tangan seorang wanita pengkhianat. Kecepatan di atas rata-rata pria ini lakukan dan tidak peduli apapun yang terjadi.

Dengan sesekali melihat jam kecil yang ada di dalam mobilnya, pria ini menggeram tidak sabar. Di sana angka menunjukkan bahwa waktu masih mengarah pada jam setengah tujuh pagi. Terlalu pagi untuk melakukan kebrutalan di jalan raya, tapi pianis ini sama sekali tidak peduli.

Setelah sudah tahu jam berapa saat ini, kini gilaran mata pria ini melihat pada I Pad nya yang terpasang GPRS yang menunjukkan keberadaan bangsat itu. Tidak sulit mengetahui keberadaan Allergen karena Samith masih memiliki bakat IT di dalam otaknya yang terluka itu.

Samith tersenyum miring ketika melihat sebuah mobil yang sedang melaju di depannya. Semalam adalah hari yang kacau untuk dirinya. Ia menangis dan merajuk layaknya bayi yang butuh banyak perhatian. Tapi seperti yang sudah ia katakan dalam hati, bahwa hanya malam itu saja ia melepaskan diri, kenajdi sosok yang sangat melankolis.

Hari ini saat pagi telah datang dan matahari menyembulkan diri dari balik awan yang berjalan, saat itulah semua jejak air mata seakan tidak pernah ada. Rasanya munafik memang jika ia berkata bahwa dirinya telah bangkit, padahal sebenarnya sisa dari patah hati masih jelas ada. Tapi terlarut dalam kesedihan bukan hal baik, apalagi untuk wanita pengkhianat seperti itu.

Kini mobil miliknya dan milik berengsek itu ada di jalur yang sama. Mereka saat ini berada di tempat yang basah dan sepi, terlalu mudah menemukan musuh karena pria ini jelas tahu bahwa mantan temannya dan ayahnya akan memotong jalan agar dirinya tidak menemukan keberadaan. Memang tempat ini ada beberapa mobil yang melewati, hanya saja tidak seramai jalan raya yang besar. Pianis ini lagi-lagi tersenyum miring dan mencengkeram setir mobil karena merasa begitu geram.

"Kalian tidak dapat lari dariku!" suara berat itu datang seringan dengan mobil yang melaju semakin cepat. Meskipun tangan akan dicemooh oleh jajaran tuts piano, tapi setir mobil justru akan membanggakan dirinya. Samith memainkan kemudi dengan lincah, dirinya tanpa ragu memutar arah saat melihat laju mobil di depannya itu juga berbelok arah. Tepat di saat ada tikungan sebelah kiri yang terdapat jalanan yang lebih renggang dan mobil di depannya itu merendahkan kecepatan, saat itulah Samith mendahului mobil yang di kendarakan Allergen. Pianis itu membuat ban mobilnya berdecit di jalanan yang licin saat berhenti tepat di depan mobil lawannya hingga membuat pria yang ada di dalam mobil payah itu juga ikut menghentikan mobilnya dengan cepat dan menimbulkan suara decitan yang sama.

A Pianist Say Good Bye √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang