-XLVI-

306 26 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Camryn masih terus memainkan Rosario yang melingkar di lehernya yang putih. Wanita ini dengan termenung duduk seorang diri. Udara awal musim semi terlihat sangat segar dengan banyak sekali berbagai tanaman tumbuh di halaman rumah sakit mewah ini. Rosario itu membuat ia selalu teringat akan pianis itu. Sosok yang telah hilang dalam beberapa hari ini dan tidak ada kabar sedikitpun karena memang dirinya sendiri yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini.

Jujur saja meskipun dirinya yang telah menajdi antagonis, tapi air mata akan selalu mengalir jika saja seseorang mengingatkan mengenai betapa cintanya pianis itu pada dirinya. Camryn terus terdiam dan matanya sedikit bergerak ketika melihat Allergen yang sudah tersadar sedang sarapan bubur hangat diawal musim. Pria ini sudah lebih baik, hanya saja balutan perban yang berada di kepalanya belum dilepas.

Allergen yang baru tersadar beberapa jam lalu dengan segala perbaruan ingatan menelan bubur itu dengan dahi berkerut. Mungkin rasa dari makanan itu tidak seenak dalam bayangan dan di tolak oleh lidah.

"Apa kau sudah lama mengenalku?" kesunyian yang daritadi terjaga perlahan mulai luntur, dan menjadi pecah saat ada satu kalimat yang dilayangkan. Allergen memecahkan kesunyian saat menyelesaikan sarapannya. Dirinya memang sudah teeluhatbsehat, dan tidak ada tanda-tanda luka masih basah. Tapi dibdalam kepala pria ini masih terlihat sangat buruk, apalagi saat ingatan telah hilang setelah kecelakaan waktu lalu.

Camryn segera tersadar dari pikiran kosongnya dan tangannya berhenti melakukan aktifitas yang terus mengusap Rosario itu. Dengan segera ia membalas tatapan pria ini dan memberikan senyuman hangat. Ini kalimat pertama yang dilayangkan oleh Allergen setelah kesadaran diri datang, dan jujur saja wanita ini merasa terkejut dengan pertanyaan yang diberikan.

Cerita yang dimiliki dirinya dengan pria ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan pianis itu, tapi entahbkenapa dengan pianis arogan itu justru lebih kuat biasa. Tidak, sialan! Dirinya tidak boleh memikirkan pianis itu, apalagi saat ia dengan jelas telah memilih siapa.

"Sudah sangat lama. Kita bahkan sudah saling mengetahui keadaan masing-masing." Terlalu lama dan bahkan mubgjin jika bercerita akan membutuhkan lebihbdari satu hari. Wanita menjawab dengan sabar dan masih mempertahankan senyumannya. Ketika melihat ada kerutan kebingungan dari Allergen, dengan perlahan Camryn berdiri dan berjalan mendekati pria itu yang sepertinya sedang berpikir.

Ternyata inilah yang terjadi, entah sebesar apapun perasaan yang dirinya miliki untuk pria lain atau sebesar apa kebencian dirinya untuk pianis keparat itu, nyatanya keadaan seperti ini tidak bisa dihindari. Sebuah kebenaran seharusnya menjadi kunci namun kenapa harus terhapus kebenaran itu dalam sekali waktu saja secara bersamaan. Jika saja pria ini tidak hilang ingatan, mungkin kebenaran yang menjanjikan akan membntu penyelesaian. Tapi sekali lagi alam memang sialan, dan Tuhan selalu memiliki cara tersendiri untuk memisahkan orang-orang yang tidak diinginkan.

"Apa kita pernah berkencan?" sial! kenapa harus dengan kalinat seperti ini yang dilepaskan. Pertanyaan itu membuat wanita tersentak, dan bahkan ia merasa jengah untuk memberikan jawaban. Tentubsaja dirinya terlalu malas untuk memberikan pernyataan, karena pertanyaan ini merupakan kalimat yang di mana jawabannya sama sekali belum ada persiapan.

A Pianist Say Good Bye √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang