Dua hari.
Ini sudah hari ke dua sejak terjadinya kejadian yang benar-benar tidak terduga antara aku dan Justin. Kejadian dimana cowok itu, masih dengan wajah kusut dan nada bicaranya yang dingin itu memutuskan untuk menyusulku ke pantai di belakang Resort, dimana dia dengan terang-terangan menanyaiku apakah aku marah dengannya, dimana dia bersikap aneh dan meminta maaf kepadaku, dimana dia dan aku terbuai dalam suasana pantai ketika itu dan berakhir dengan sebuah pelukan yang sangat hangat dan nyaman sekaligus.
Pelukan dengan durasi yang tidak singkat itu cukup membuat aku melihat sisi lain dari Justin. Sisi lembut Justin. Bukan sisi yang biasanya dia tampilkan ketika dia berbicara atau bertemu dengan ku. Pelukan itu juga entah kenapa membuat rasa benci ku terhadapnya hilang. Itu benar-benar tidak masuk akal. Maksudku, bagaimana bisa sebuah pelukan dari seorang cowok yang aku benci bisa menghilangkan rasa benciku terhadapnya. Rasa benci yang dulunya seperti berakar dalam hati, seketika hilang hanya karena sebuah pelukan yang di berikan oleh cowok itu. Pelukan yang pasti bukan berarti apa-apa bagi Justin. Pelukan yang pasti sama seperti ketika Justin memberikan sebuah pelukan terhadap salah satu beliebernya. Aku juga heran, kenapa aku bisa-bisa nya berpikiran bodoh kaya gini. Membiarkan pikiranku sibuk memikirkan pelukan tempo hari itu.
‘Jangan bodoh, Kelsey. Pelukan itu pasti gak berarti apa-apa buat Justin.’ Batinku pada diri sendiri. Aku menggelengkan kepalaku, trying to stop this whole hugs things dancing on my mind. It’s been two days since that whole thing went down with Justin at that beach.
And...I’m still confused as hell.
I don’t understand it. I can’t stop thinking about what happened.
Maksudku, aku sedikit suka dengan pelukan yang Justin berikan tempo hari itu. Bukan. Bukan sedikit.
Aku suka dengan pelukan nyaman itu.
Dan aku membenci fakta bahwa aku menyukai pelukan dari seorang Justin Bieber. Maybe it’s not a big deal for him.
But still. It’s. Justin. Fucking. Bieber.
I hate him. And he hates me.
That’s why.
Semuanya benar-benar terasa canggung antara aku dan Justin. Kami berdua seperti sama-sama menghindar dua hari belakangan ini. Aku, sebisa mungkin membuat diriku tidak terlibat dengan cowok itu. Justin juga sebaliknya. Dan seperti yang kalian tau, Pattie bersikap seperti biasanya, sikapnya yang selalu membuat aku dan Justin ‘bagaimanapun-caranya’ harus menghabiskan waktu bersama. And thank God, selama dua hari belakangan ini aku bisa membuat alasan yang cukup kuat untuk Pattie tidak memaksaku menghabiskan waktu bersama Justin. Contohnya ketika Justin, Chaz, Ryan dan Kenny pergi ke tempat soundcheck kemarin. Pattie tentu saja menyuruhku untuk ikut dan aku dengan akting berpura-pura tidak enak badan itu sukses membuat Pattie percaya dan tidak memaksaku untuk ikut bersama mereka.
*Otheside*
Justin sedang memainkan iPhone miliknya dengan ekspresi wajah bosan. Mata Justin tertuju tepat kepada layar iPhonenya, tetapi pikirannya tidak. Pikiran cowok itu masih dipenuhi oleh malam dimana cowok itu memberikan sebuah pelukan kepada seorang gadis yang dibenci nya dua hari lalu.
It’s not like he hasn’t hugs a girls before. In fact, Justin hugs girls all the time.
But he thinks it’s the fact that he just huged Kelsey Wijaya several days ago. It’s been freaking Justin out.
Maksud Justin, they used to hate each other.
Until that night.
Malam dimana Justin dan Kelsey terbuai oleh pelukan hangat yang diberikan oleh keduanya. Malam yang diakhiri dengan Kelsey yang tiba-tiba melepas pelukan Justin dan berpamitan untuk masuk ke dalam Resort. Justin tau, Kelsey pasti merasa semuanya menjadi sangat canggung malam itu. Begitu juga Justin. Dan itu kenapa Justin mencoba untuk menghindari Kelsey selama dua hari belakangan ini. Justin tidak mau membuat semuanya terasa menjadi lebih canggung lagi. Sudah cukup tindakan bodoh Justin malam itu yang membuat semuanya menjadi canggung antara dia dan Kelsey. Justin sudah berusaha untuk tidak memikirkan hal itu. Hal yang sudah memenuhi ruang di dalam pikiran Justin selama dua hari belakangan. Tapi sepertinya semakin keras ia berusaha, semakin sering juga pikiran-pikiran itu muncul.
It’s not like Justin didn’t like the hug, but it’s the fact that he just huged Kelsey.
Justin akui, dia menyukai pelukan yang diberikan oleh cewek itu. Kehangatan yang sangat nyaman yang tiba-tiba muncul ketika Kelsey memeluknya, wangi strawberry yang menyelimuti tubuh gadis itu, dan semua sensasi yang diberikan oleh gadis itu membuat Justin menyukai pelukan itu.
Justin menghela nafasnya berat, lalu berusaha menaruh konsentrasinya kepada iPhone di depannya ketika dia baru sadar bahwa baru saja ada sebuah bunyi yang diikuti dengan getaran yang berasal dari handphonenya. Justin kemudian membuka sebuah pesan teks yang baru saja dia terima. Dia tersenyum kecil ketika membaca nama pengirim pesan itu.
From: Selena baby<3
‘Babyyy I miss youL’
Justin kemudian tersenyum lebih lebar lagi ketika membaca pesan teks dari gadis yang berstatus pacarnya itu. Justin benar benar rindu dengan cewek itu. Dengan cepat, Justin langsung menekan beberapa huruf pada layar handphonenya dan membalas pesan dari Selena.
From: Justin
‘I miss you more. You had no idea how much I missed you, Sel<3’
Ketik Justin lalu menekan tombol ‘send’ pada layar handphonenya. Masih dengan senyum di bibirnya, dia menunggu balasan dari Selena. Cewek yang berhasil ngebuat Justin jatuh cinta lagi. Cewek yang seakan menjadi dunia bagi Justin. Cewek yang benar-benar berarti bagi Justin. Justin lalu menaruh pandangannya kepada layar iPhonenya lagi ketika baru saja ada sebuah pesan teks masuk.
From: Selena baby<3
‘L What are you doing? x’
From: Justin
‘Just chillin in my room. You? Anyway have you gotten your lunch, yet?’
From: Selena baby<3
‘About to get my lunch with some friends. Gotta go. Baby, skype tonight?’
From: Justin
‘Sounds good. Can’t wait to see your beautiful face tonight. Love you, take care J<3’
From: Selena baby<3
‘Okay babe, luv u too<3’
Kebosanan segera melanda Justin ketika percakapannya dengan Selena berakhir.
Justin lalu menghela nafas panjang ketika dia melihat jam yang berada pada jam tanggannya itu menunjukkan pukul setengah lima sore. Kemudian Justin memutuskan untuk keluar kamar dan menyempatkan memiliki waktu untuk bersenang-senang bersama Ryan dan Chaz.
***
“I can’t tell her…”
“But you should,”
“I don’t want to be the one who tell her.”
“Then who else?”
Ryan Good menghela nafas berat lalu mengusap dahinya dengan tangan kanannya, dengan masih memegang handphone yang berada pada telinganya. Dia benar-benar kaget dengan berita ini. Dan dia sangat tidak siap untuk memberitahukan Kelsey soal ini. Ryan Good tau benar, Kelsey sangat benci dengan perceraian kedua orang tuanya itu. Dan dia juga tau, Kelsey sempat tidak terima ketika waktu itu dia dan Raisa Wijaya (Mama Kelsey) memberitahukan bahwa mereka ga bisa bersama lagi. Kelsey sudah cukup terpukul dengan semua perceraian kedua orang tuanya itu.
Perceraian orang tuanya itu benar-benar membuat Kelsey seperti kehilangan dunianya. Dia juga seperti kehilangan arah hidup ketika itu. Dia sempat mengurung dirinya dikamar selama dua hari dan memutuskan untuk mogok makan juga mogok bicara kepada kedua orang tuanya. Dia benar-benar seperti orang yang kehilangan akal. Dia hanya menghabiskan dua hari itu dengan menangis. Kelsey tau menangis itu gak akan merubah kenyataan bahwa kedua orang tuanya akan bercerai. Tapi setidaknya itu membantu Kelsey untuk menghilangkan beban yang seakan berkecamuk didadanya. Satu minggu sejak dia tahu kedua orang tuanya akan bercerai, gadis itu benar-benar seperti mayat hidup. Dia tidak peduli dengan apapun, bahkan penampilannya sekalipun. Die kehilangan beberapa kilo gram dari berat badannya, matanya berkantung seperti dia kurang tidur, dan dia hanya diam dan meng-ignore semua orang di sekitarnya. Dia benar-benar berada di titik terendahnya ketika itu. Jika bukan karena Mikayla dan Nate, mungkin dia sudah benar-benar tidak punya semangat hidup. Mikayla Jones, sahabat Kelsey sejak dia pindah ke New York dan Nate seorang cowok biasa yang kebetulan mengambil beberapa kelas yang sama dengan Mikayla dan Kelsey, yang berujung dengan sebuah persahabatan yang terjalin diantara mereka. Mikayla dan Nate adalah kedua sahabat terdekat Kelsey, dan mereka adalah orang orang yang membantu Kelsey untuk bangkit dari keterpurukannya itu. Butuh waktu kurang lebih satu bulan untuk Kelsey menemukan semangat hidupnya.
Sejak perceraian kedua orang tua Kelsey juga, dia benar-benar berubah drastis. Kelsey yang tadinya hanya seorang gadis manis yang selalu mematuhi kedua orang tuanya itu berubah menjadi gadis yang keras kepala dan pemarah sekaligus. Mungkin itu cara Kelsey untuk menutupi kesedihannya karena percerain kedua orang tuanya. Ryan Good, tentu saja merasa dirinya diselimuti rasa bersalah ketika itu. Dia membenci fakta bahwa pekerjannya adalah salah satu faktor dia dan Raisa bercerai. Dia benar-benar menyalahkan dirinya karena udah ngebuat Kelsey kaya gitu. Dia benci melihat anak satu satunya itu kecewa. Dia janji dia gak akan ngebuat Kelsey kecewa untuk yang kedua kalinya. Itu kenapa Ryan Good enggan untuk menyampaikan berita yang mengejutkan ini kepada Kelsey. Dia gamau Kelsey kecewa lagi.
“Ryan?” Ucap seseorang di sebrang telepon setelah Ryan Good tidak mengeluarkan kata-kata lagi. Ryan Good hanya bisa diam dan memikirkan semuanya. Bagaimana cara dia untuk memberitahukan hal ini?
“You there?” Ketika orang yang sedang di teleponnya itu tidak bergeming, seseorang di seberang telepon itu berucap lagi.
“Uhm.. yeah I’m still here,” Ucap Ryan Good sambil membersihkan tenggorokannya. Dia hanya menatap televisi di depannya dengan tatapan kosong.
“So, you’re gonna tell her, right?” Perempuan di seberang telepon itu bertanya dengan hati-hati.
“Yeah, but not today or tomorrow” Jawabnya lirih. “I will tell her when the time is right,” Lanjutnya lagi.
“Okay…” Balas seseorang di telepon itu singkat. Orang di seberang telepon itu sangat mengerti perasaan Ryan Good, dia pasti takut Kelsey akan ‘freaking out’ ketika mendengar berita ini. Begitu juga dia, dia sangat takut Kelsey menjadi sangat marah dan bakal bertindak seperti dulu lagi, ketika dia dan Ryan bercerai.
“Yeah, I will call you if I already told her” Ucap Ryan Good, memperjelas bahwa dia akan menelpon mantan isterinya itu jika dia sudah member tau Kelsey soal ini.
“Okay,” Balas Raisa dari ujung telepon.
“Yeah,” Balas Ryan Good singkat. Entah kenapa dia masih merasa canggung jika berbicara atau bertatap muka dengan mantan isterinya itu.
“So…bye?” Ucap Raisa yang terdengar seperti kalimat tanya di telinganya. Dia sadar pasti mantan isterinya itu juga merasa canggung dengan semua ini.
“Ok bye,”
“Bye,”
Dan semua percakapan mereka berakhir dengan super duper awkward.
***
“Dad?” Aku melangkahkan kakiku ke arah kamar Papa. Berusaha menemukan sosok nya yang dari tadi sudah aku cari kemana mana. Aku yang dari tadi hanya berdiam diri dikamar akhirnya bosan juga dan memutuskan untuk turun ke lantai satu. Dengan tujuan untuk memiliki waktu berbicara dengan Papa.
Entahlah, akhir-akhir ini aku dan Papa sudah jarang sekali memiliki waktu bersama kami. Waktu antara seorang anak perempuan dengan ayahnya. Dimana kami menghabiskan waktu kami bersama, berbicara tentang sesuatu yang sedang terjadi belakangan ini, melemparkan lelucon satu sama lain, dan waktu dimana Papa yang tidak henti hentinnya meledekku dengan Nate.
Ya, Nate.
Salah satu sahabatku. Nate, ternyata diam diam memendam rasa sukanya terhadapku. Sampai suatu hari, dia memutuskan untuk mengutarakan semuanya. Kurasa Nate sudah memiliki cukup keberanian untuk menyatakan perasaannya kepadaku saat itu. Dia dengan terang-terangan menyatakan perasaannya kepadaku. Well, tentu saja aku suka Nate. But not in ‘that’ way. Aku sudah nyaman dia menjadi sahabatku, dan aku tidak akan mencoba untuk mengubah status itu. Dan ya, aku jelas menolaknya. Dengan sangat halus tentunya. Bagaimana pun aku tidak tega menyakiti sahabat ku yang satu itu. Dan sejak saat itu, Papa tidak henti hentinya meledekku dengan Nate. Walaupun aku sudah bilang Nate dan aku tidak ada apa-apa, tapi tetap, Papa tidak menghentikan kebiasannya yang satu itu. Sampai sekarang.
“Dad, are you there?” Ucapku lalu membuka pintu kamar Papa. Aku melangkahkan kaki ku masuk ke dalam ruangan itu dan dapat melihat Papa sedang duduk di sebuah tempat tidur besar dengan tatapan kosong ke arah televisi di depannya. Aku mengerutkan keningku dan melanjutkan langkahku menuju Papa. Semakin aku mendekatinya, semakin juga aku bisa melihat raut wajah Papa. Dia seperti…….sedang memikirkan sesuatu?
“Dad,” Aku menepuk bahu Papa pelan dan mengakibatkan Papa sedikit telonjak dari tempatnya. Papa kemudian menatapku dengan tatapan yang aneh. Bukan tatapan yang biasanya membuatku nyaman. Tapi tatapan yang sering aku lihat ketika sesuatu mengganggu pikirannya.
“Hey,” Papa memaksakan senyumnya sambil berucap. Kemudian bergeser sedikit, menyediakan ruang untukku dan menyuruhku duduk disampingnya. Aku kemudian duduk di sampingnya dan menatapnya diam.
“What’s wrong?” Tanyaku setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan. Papa kemudian menghadapkan badannya ke arahku dan hanya menatapku beberapa detik.
“Nothing,” Ucapnya pelan. “Erm, Nothing’s wrong” Lanjutnya lalu melukiskan senyum palsu di bibirnya. Uh, aku benci itu. Aku benci ketika Papa menunjukan senyumnya yang itu. Dan aku lebih benci lagi ketika Papa berbohong. Aku tau benar dia sedang bohong. Terlihat dari pancaran matanya ketika dia tadi mengatakan bahwa tidak ada yang salah. Tentu saja ada. Aku tau pasti ada suatu beban yang mengganggu pikirannya. Aku tau itu.
“Dad, I can tell it’s something” Aku menghela nafas pelan sebelum berucap. Lalu menatap Papa dan berharap dia akan memberitau aku yang sebenarnya. Memberi tauku tentang sesuatu yang menganggu pikirannya.
“Itu bukan apa-apa, Kelsey. Just like I said, it’s nothing” Ucap Papa dengan bahasa Indonesia dalam accent Amerikanya. Tentu saja Papa bisa berbicara Bahasa Indonesia sedikit-sedikit. Secara dia sudah tinggal bertahun-tahun bersama Mama, yang memang keturunan asli Indonesia. Walaupun Papa bisa berbahasa Indonesia, tapi beliau jarang sekali menggunakannya. Karena ya memang, seluruh Bieber Crew hanya berbicara dalam English, jadi Papa sangat jarang sekali menggunakan bahasa Indonesia. Papa biasanya hanya berbicara Bahasa Indonesia denganku, atau Mama. Well, semenjak mereka..uh. Berpisah, jadi Papa hanya berbicara dalam Bahasa Indonesia kepadaku.
Aku menghela nafasku lagi. Papa sepertinya benar-benar tidak ingin memberitahukan apa yang sudah menganggu pikirannya itu kepadaku. Aku memutuskan untuk mengalah, lalu mengangguk pelan, tanda aku percaya kepadanya.
“So, what are you doing here, Kelsey?” Tanya Papa, berusaha mengalihkan pembicaraan dengan mengganti topic pembicaraan kami.
“I honestly don’t know. I just….. um bored?” Ucaku menjawab pertanyaan Papa. Aku benar tidak tau apa yang aku lakukan disini, entah kenapa aku tiba-tiba ingin bertemu dengan Papa berbicara dengannnya. Terdengar bodoh memang, tapi entah kenapa aku hanya rindu dengan moment moment dimana kami menghabiskan lebih banyak waktu bersama.
“You wanna go to beach?” Tanya Papa, menanyakan kepadaku apakah aku ingin pergi ke Pantai atau tidak. Aku kemudian menampilkan wajah berpura-pura berpikirku dan menggangguk senang dengan senyum lebar di wajahku. Papa lalu tertawa lebar melihat tingkahku itu dan beranjak dari tempat duduknya. Dilihatnya aku hanya diam, Papa kemudian menampilkan senyum tengil di wajahnya.
“What?” Ucapku bingung.
Papa tidak menggubris pertanyaan ku barusan. Dia hanya diam masih dengan senyum tengilnya itu dan kemudian dengan tiba-tiba Papa menggendongku dalam pelukannya dan berlari keluar kamar. Aku yang masih shocked karena tingkah Papa barusan itu hanya bisa terdiam selama beberapa detik.
“DAD!! PUT ME DOWN!!” Teriakku histeris setelah sempat terdiam selama beberapa detik. Papa hanya tertawa lebar dan terus berlari menuju ke arah pintu belakang Resort, dimana Pantai itu berada. Aku masih dengan usahaku berusaha turun dan keluar dari dekapan papa itu. Dan papa, masih dengan gelak tawanya menggendengku dan berlari ke arah pantai.
“Not until you touch water,” Jawabnya dengan tawa puas diwajahnya. Dia bilang dia gak akan menurunkan aku sampai aku menyentuh air?
Itu artinya……..He’s gonna put me on the water?!
“DAD, NO!” Seruku lagi ketika Papa tidak juga berhenti berlari. Sekarang aku bisa melihat pasir pantai dari mataku. Dan melihat air pantai yang biru itu menggulung dengan indah. Dan tiga orang laki-laki yang sedang berlarian sambil menyerukan nama mereka satu sama lain.
Justin.
Chaz.
Ryan.
“Shit,” Aku mengumpat dalam diriku pelan. Sepertinya usahaku dua hari belakangan ini akan berakhir sia-sia. Usahaku untuk menghindari dari cowok itu seperti nya akan sia sia.
Thanks, Dad.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Affair
FanfictionHow it feels like if you happened to be Ryan Good's daughter? Yes, Ryan Good yang bekerja sebagai stylist dari seorang popstar yang selalu menjadi center of attention disemua penjuru dunia. And the worst, what it feels like to have to stay with Rya...