Part 16: First Kiss

2K 66 1
                                    

*Kelsey’s POV*

Dingin.

Mungkin hanya satu kata itu yang dapat mendeskripsikan keadaanku sekarang. Hatiku dingin, sama seperti halnya otakku yang seakan tidak bisa berfungsi dengan baik karena tetap memikirkan apa yang sedang terjadi.

Ketidaknyataan berwarna hitam, kosong dan rasanya tidak terlalu menyakitkan. Kenyataan berwarna merah, dan aku merasa seperti baru saja ditinju oleh petinju professional.

Kenyataan adalah ketika aku mengetahui bahwa mama akan menikah lagi.

Kenyataan adalah merasakan sakit yang amat sangat ketika mengetahui bahwa kedua orang tua ku tak akan pernah kembali bersama, dan hidup bahagia selamanya.

Kenyataan adalah mengetahui bahwa aku tak akan pernah menjadi anak normal, memilik keluarga yang harmonis seperti orang lain.

Kenyataan adalah merasakan kesendirian ketika kita berada pada ruangan yang ramai.

Kenyataan datang begitu cepat.

 Bahkan aku baru saja merasakan sebuah rasa bahagia sesaat, dan kenyataan pahit itu datang.

Aku merasakan panas tubuhku mulai menghilang sedikit demi sedikit. Seakan aku baru saja tenggelam di dalam air laut yang sangat dingin. Udara dingin dengan cepat membalut setiap lapisan dalam kulitku.

“Are you okay?” Tanya seseorang disampingku lembut. Aku menoleh kearahnya, kemudian mengangguk pelan dan membuang pandanganku ke luar jendela. Melihat butiran-butiran hujan yang membasahi kaca dengan seksama. Aku bisa merasakan canggung nya kondisi di dalam mobil ini. Ryan dan Chaz duduk dalam diam di kursi depan, tidak tau apa yang sedang terjadi. Dan Justin, laki-laki disampingku ini masih memperhatikanku dengan tatapan simpati.

 Setelah Justin menemukanku di taman tadi, dan berakhir dengan terbukanya beberapa kenyataan pahit seorang Kelsey Wijaya, Justin kemudian memegang pinggulku lembut dan membawa diriku masuk kearah mobil yang dibawa oleh Ryan.

“Are you cold?” Laki-laki disampingku bersuara lagi. Aku hanya menggeleng tanpa melihat kearahnya. Aku kembali berkutat dengan pikiranku sampai tak sadar seseorang disampingku melepas jaket yang ia pakai dan membalutkan jaketnya ke tubuhku. Aku menoleh. Kemudian memberikan tatapan bingung ke arahnya. Dia hanya membalasku dengan senyuman. “You need it more than I do,” Ucapnya ketika aku hendak melepas jaket itu dan memberikannya lagi untuknya.

“Thanks,” Ucapku dengan suara serak dan sedikit gemetar. Aku merapatkan jaket yang sudah terbalut pada tubuhku karena dinginnya udara semakin menyeruak ke dalam tubuhku. Justin hanya mengangguk kemudian memandang lurus ke depan. Aku membuang pandanganku ke luar jendela lagi. Melihat butiran-butiran air hujan yang semakin deras. Mataku mulai berat dan aku terlelap ke dalam dunia mimpi. Dunia dimana kita bisa menghindar dan melupakan kenyataan.

***

Terdengar suara-suara diikuti oleh masuk nya cahaya matahari ke dalam kamarku. Aku masih menutup kedua kelopak mataku, masih terlalu lelah untuk membukanya. Aku merasakan tubuhku seperti habis diinjak-injak oleh segerombolan banteng. Dan panas yang menjalar di seluruh tubuhku. Aku mencoba membuka satu persatu kelopak mataku, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalamnya.

Aku melihat sekelilingku. Banyak orang.

Ada Papa, Justin, Pattie, Ryan dan Chaz, Alfredo, bahkan Scooter. “How are you feeling?” Pattie tersenyum lalu melangkahkan kakinya kearah tempat tidurku. “I don’t know,” Aku memperhatikan wajah Papa sebelum menjawab. Wajahnya telihat lelah dan…menyesal? Justin hanya tersenyum kearahku sama seperti yang lainnya. Pada saat-saat seperti ini aku berharap aku bisa menjadi Edward Cullen untuk sesaat, agar bisa  membaca semua pikiran orang-orang yang berada di dekatku. Aku menutup mataku ketika sesuatu seakan memukul kepalaku. Benar-benar pusing. Pattie menjulurkan tangannya kemudian memegang dahiku. Merasakan suhu tubuhku yang panas. “You’re definitely sick,” Ucapnya kemudian menjauhkan tangannya dari dahiku.

AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang