Laki-laki itu belum juga datang.
Kelsey mendesah. Ia masih berkutat dengan iPhone baru yang di berikan oleh papanya tempo hari itu. Ia menekan beberapa tombol pada layar di depannya lalu menaruhnya di telinga. Ia masih mencoba menghubungi laki-laki yang sudah berjanji akan mengajaknya makan malam itu. Tetapi sepertinya orang yang sedang ia coba hubungi itu tidak kunjung mengangkat teleponnya, karena Kelsey kerap menaruh handphonenya di telinga lalu mengotak-atik layar di depannya lagi, untuk kali yang ke tiga.
Kelsey melihat empat digit angka di handphonenya lalu menggigit bibir. Sekarang sudah pukul 11.36 malam dan cowok itu belum juga datang. Rasanya Kelsey ingin sekali menangis. Ia sudah berada di tempat ini sejak tadi, ketika mentari baru saja tenggelam di barat. Kelsey sudah berada gazebo lantai atas selama empat jam dan hal yang ia lakukan dari tadi hanya lah berkutat dengan handphonenya, berusaha menelepon cowok yang sudah mengisi hatinya selama beberapa minggu belakangan ini, sambil sesekali berharap nama Justin muncul berkedap kedip pada layar handphonenya.
Terdengar bodoh memang, menunggu seseorang untuk waktu yang begitu lama. Jangan pikir Kelsey menunggu cowok itu dengan perasaan senang. Sambil diselimuti oleh angin malam yang dingin, perasaan gelisahnya membuncah sejak tadi. Bahkan ia terlalu gelisah untuk berpikir dengan jernih. Dari tadi rasanya Kelsey sudah ingin kembali ke kamar dan berbaring pada ranjangnya yang empuk. Tetapi ada secercah harapan dan sebagian dari diri Kelsey yang menahannya untuk melakukan itu semua. Sebagian dari diri Kelsey itu khawatir dengan kemungkinan jika Justin tiba-tiba datang ke gazebo dan tidak mendapatkan Kelsey disitu. Justin pasti akan kecewa berat padanya.
Secercah harapan itu kian muncul setiap kali Kelsey akan menyerah menunggu cowok itu dan kembali ke kamar. Ia masih berharap bahwa Justin akan muncul beberapa menit lagi dengan seulas senyum di bibirnya, menghampiri Kelsey lalu memeluknya dengan erat dan semua penantian ini hanyalah rencana dari kejutan Justin.
Tetapi sekarang, Kelsey mulai kehilangan harapannya. Harapan yang tadi masih tersisa di benaknya, sepertinya sudah benar-benar terkuras habis. Kali ini ia benar-benar berpikir bahwa Justin lupa dengan janjinya dengan Kelsey tadi siang.
Tapi bagaimana bisa Justin menjadi seseorang yang begitu pelupa? Maksud Kelsey, Justin bukanlah orang tua berumur tujuh puluh tahun yang daya ingatnya sudah mulai berkurang. Bagaimana bisa dia melupakan semua janjinya dengan Kelsey itu?
Apakah semua hubungan ini hanyalah sebuah candaan belaka bagi cowok itu?
Apakah semua waktu dan moment yang telah mereka lakukan bersama tidak berarti apa-apa bagi Justin?
Apakah…
Suara mesin mobil Ferarri yang khas terdengar memasuki gerbang rumah dan seketika menghentikan pikiran Kelsey yang sudah mulai melantur. Senyum Kelsey mengembang lebar. Harapan yang tadinya sudah terbakar habis akibat menunggu, muncul lagi ketika mendengar suara mesin mobil di bawah itu.
Kelsey tidak bisa menolong dirinya untuk menengok ke bawah dan melihat cowok itu keluar dari mobilnya. Ia berlari kecil menuju balkon lalu mencondongkan tubuhnya sedikit ke bawah agar bisa melihat pemandangan di bawahnya dengan jelas.
Mobil yang sudah di tunggu-tunggu oleh Kelsey akhirnya datang juga.
Itu benar mobil Ferarri milik Justin.
Senyum di bibir Kelsey mengembang lebih lebar lagi ketika pintu mobil Justin terbuka. Ia sudah tidak sabar melihat cowok itu keluar dengan gaya cool nya dari mobil, yang jelas setelah membetulkan rambutnya pada kaca spion di mobilnya. Seperti biasa. Itu hal kebiasaan Justin yang biasanya ia lakukan sebelum ia keluar dari mobil. Ia pasti selalu membetulkan rambutnya terlebih dahulu. Dia bilang rambutnya adalah segalanya. Jadi sebisa mungkin dia selalu membetulkan rambutnya, menjaga anak anak rambutnya agar tidak keluar dari tempat semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Affair
FanfictionHow it feels like if you happened to be Ryan Good's daughter? Yes, Ryan Good yang bekerja sebagai stylist dari seorang popstar yang selalu menjadi center of attention disemua penjuru dunia. And the worst, what it feels like to have to stay with Rya...