Part 38: Goodbye?

1.6K 62 1
                                    

Kelsey sudah mengemasi barang-barangnya dan siap untuk berangkat. Sekarang pukul dua dini hari dan ia baru saja melangkahkan kakinya keluar dari kamar yang selama beberapa minggu belakangan menjadi kamarnya. Dengan hati-hati, Kelsey menutup pintu kamarnya agar tidak menimbulkan bunyi berdecit.

Ia sudah bertekad untuk tidak berbicara pada siapapun tentang kepergiannya. Tidak pada Alfredo, Scooter, Pattie, apalagi lelaki yang tadi malam baru saja mendaratkan tangannya di pipi kiri Kelsey. Ia juga tidak menuliskan satu pucuk surat pun untuk orang yang berada di rumah itu. Pikirnya, untuk apa ia memberitahu mereka tentang kepergiannya, toh pasti tak akan ada yang peduli jika ia pergi.

Kelsey belum tidur sejak tadi malam. Sinting, bukan?

Jadwal tidurnya benar-benar menjadi berantakan, tanpa ia sadari. Pikirannya masih tidak bisa mencerna kejadian yang baru saja ia alami. Rasa nyeri di pipinya juga tak lekas hilang, malah terasa semakin nyeri jika Kelsey terus menerus memikirkan tentang hal itu.

Matanya memerah, terlihat sembab. Pipinya yang nyeri menimbulkan memar yang cukup besar. Kelsey harus menutupi memar di pipinya itu dengan foundation bedak yang sebenarnya jarang sekali ia kenakan. Tapi, apa boleh buat. Ia tidak ingin ayahnya tahu tentang memar di pipinya dan mulai membanjirinya dengan pertanyaan yang tak kunjung ada habisnya.

Perempuan itu berhenti menyeret koper kecilnya yang berwarna merah muda ketika kakinya sudah menyentuh halaman rumah Justin. “Dad,” Sapa Kelsey dengan suara pelan pada ayahnya yang terlihat sedang mengeluarkan kunci mobil dari saku jaketnya.

“You got all of your stuff already?” Tanya ayahnya sambil tersenyum walaupun sorot matanya mencerminkan kesedihan disana. Kelsey tahu ayahnya pasti merasa sedih karena permintannya yang tiba-tiba itu. Tapi ia memang tak bisa berada disini lebih lama lagi karena semakin lama ia tinggal disini semakin besar juga rasa sakit hatinya bertambah.

Kelsey mengangguk dan melirik koper yang sejak tadi di seretnya dengan ujung matanya. “All packed.”

“Okay,” Sahut ayahnya. “You stay here for a bit, I’m gonna get the car.” Ayahnya megecup pucuk rambut Kelsey lembut kemudian mulai berjalan ke arah garasi.

Mata Kelsey beralih dari punggung ayahnya kepada mansion yang berada di depannya. Kelsey mengambil napas, kemudian menghembuskannya perlahan. Merasakan udara yang berkeliaran di sekitar rumah Justin untuk terakhir kalinya.

Dalam lubuk hatinya, Kelsey tahu ia akan merindukan rumah yang selama beberapa minggu sudah ia tempati itu. Pada suasananya, pada bieber crew, juga pada laki-laki itu. Tidak peduli seberapa keras ia menyangkal bahwa ia membenci Justin, tapi ia tahu hati kecilnya sama sekali tidak membenci laki-laki itu.

Well, mungkin sebagian darinya membenci laki-laki itu. Namun rasa cintanya terhadap Justin seakan mengalahkan bagian yang membenci Justin itu.

He put Kelsey through all of this, yet Kelsey still have her heart set on him.

It feels like, he got Kelsey under his spell.

Kelsey mendesah. Ia tahu Justin sudah melakukan hal-hal buruk padanya sejak hubungan mereka di ketahui oleh orang banyak, tapi entah kenapa ia yakin benar bahwa ia akan merindukan lelaki itu. Tuhan, belum juga menginjakkan kaki keluar dari gerbang depan pintu rumah Justin ia sudah merindukan laki-laki itu.

AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang