Part 10: Shut up

1.5K 67 0
                                    

Justin melangkahkan kakinya ke arah tangga dan menuruninya dengan penuh rasa kesal. I could tell he's pissed. Ryan dan Chaz mengikuti langkah Justin dari belakang. Aku bisa mendengar Chaz meminta maaf ketika dia sudah berada di depan Justin. Aku mengikuti mereka menuruni tangga, dan aku berhenti pada tangga ke lima, lalu menyenderkan tubuhku pada dinding yang berada di dekat tangga. Dari sini, aku bisa melihat Justin masih dengan wajah kesalnya berkata kepada Chaz "What the fuck is she doing there? And you both just laughing your ass off when I was screaming for help. Fuck you!" 

"I don't know. And sorry bro, but that was funny," Ucap Chaz sambil memamerkan senyumnya kemudian menepuk bahu Justin pelan. 

"Yeah I don't know how's she did that," Tambah Ryan.

"Sorry bro," Ucap Chaz meminta maaf lagi kepada Justin. Justin hanya diam dan membuang pandangannya ke arah lain. 

"Justin," Pattie yang tiba-tiba muncul dari dapur berucap. Kemudian Pattie melihat aku yang sedang berdiri diatas tangga dan menyender pada dinding. Tangga resort ini memang dapat dilihat dari arah dapur, tetapi jika kalian berada pada ruang tamu, kalian tidak akan bisa melihat tangga yang merupakan jalan untuk menuju lantai dua ini. Itu kenapa sejak tadi Justin Chaz dan Ryan tidak tau kalau aku sedang mendegarkan pembicaraan mereka. 

"Kelsey? What are you doing?" Pattie yang sedang membawa sebuah kertas yang berisikan daftar barang-barang yang harus Justin beli itu bertanya.

"Shit," aku mengumpat dalam hati. Sepertinya Pattie menunggu jawabanku, karena dia dari tadi hanya menatapku sambil tersenyum. Menunggu aku untuk menjelaskan apa yang sedang aku lakukan. 

"Um, I.." Aku memutus perkataanku, memaksa otakku untuk mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan kepada Pattie apa yang sedang aku lakukan. 

"I...I just....you know" lagi lagi aku diam. Dan lagi-lagi Pattie masih saja menatap ku sambil tersenyum. Duh, apa yang harus aku katakan kepada Pattie? Masa iya aku bilang kalau aku sedang mengintip anaknya dan ke dua sahabatnya yang sedang membicarakan anaknya yang baru saja aku 'prank' itu? Tidak mungkin kan.

"Eavesdropping huh?" Ucap seorang cowok yang tiba tiba muncul itu dengan tatapan yang bener-bener gak bersahabat.

"No," Ucapku ragu-ragu dan membuang pandanganku dari cowok itu. 

"Okay okay," Akhirnya Pattie berucap. Aku menghela nafas lega, akhirnya aku tidak harus berbohong kepada Pattie tentang pertanyaannya. 

"So Justin, this is the list" Pattie menyodorkan sebuah kertas kecil kepada Justin. Justin hanya mengangguk lalu mengambil kertas yang barusan disodorkan oleh Pattie lalu memberi tatapan dingin ke arahku dan melangkahkan kakinya ke arah pintu. 

"Justin wait!" Pattie memanggil nama Justin ketika baru saja Justin beranjak dari tempatnya. Justin berbalik menghadap Pattie dan berkata "What again, mom?" 

"Take Kelsey with you," Ucap Pattie lalu membalikkan badannya dan melangkahkan kaki nya menuju dapur. 

"What?" "What?" Aku dan Justin berkata berbarengan. Lalu kami bertukar pandang selama beberapa detik, dan aku membuang pandanganku dari dia. 

"But Mom--" 

"No buts," Pattie memotong ucapan Justin ketika baru saja Justin ingin protes. Justin jelas tidak ingin aku ikut dengannya dan ke dua sahabatnya ke Walmart. Terlebih lagi setelah aku mengerjainya. Pasti dia makin kesel sama aku. Dan aku, aku juga gamau menghabiskan waktu ku dengan mereka. Ugh, Pattie why you always do this to me?

***

"So Kelsey, tell us something about you" Chaz yang berada disamping Justin akhirnya memecahkan es yang sedari tadi berada diantara kami ber empat. Kami ber empat berada pada mobil Justin sekarang. Justin yang dari tadi sibuk menyetir memutuskan untuk diam. Sedangkan Chaz dan Ryan mereka hanya bertukar beberapa kalimat tentang sesuatu yang sedang nge hits pada sekolah mereka. I don't know, I'm not paying attention. Aku hanya berkutat dengan blackberry milikku dan membuat beberapa tweets tidak jelas. All I could say is....this ride is fuckin awkward.

"Like what?" Aku bertanya balik kepada Chaz ketika dia meminta ku untuk bercerita tentang diriku. Well, actually I don't really want to talk about my self when I'm around Beaver. 

"Like do you have a boyfriend yet? Or something," Jawab Chaz dengan senyum nakal di bibirnya. Hah yeah, aku hampir lupa kalau Chaz itu genit. Flirtyyyy. 

"Seriously Chaz? You think she has a boyfriend? Are you blind or what" Justin yang dari tadi diam akhirnya berbicara juga. Aku melirik Justin tajam. Kata-kata yang barusan Justin ucapin itu bener-bener gak sopan. Aku tau jelas apa maksud Justin. Secara ga langsung dia bilang ke Chaz bahwa Chaz bodoh banget pake nanya aku pertanyaan kaya gitu. Seakan akan aku tuh cuma cewek jelek yang sama sekali ga menarik. 

"Dude," Komen Chaz. Chaz tidak habis fikir sama sahabatnya yang satu ini. Kenapa Justin bisa tiba-tiba jadi kasar gini sih? Menurut Chaz kata-kata barusan tuh sama sekali gak pantes buat di ucapin. Apalagi di depan seorang cewek. 

"Shut up, Beaver." Ucapku ketus. Lalu membuang pandanganku keluar jendela, mencoba untuk tidak memikirkan kata-kata yang keluar dari mulut Justin barusan. 

"What? I'm right then? Well no wonder you don't have a boyfriend yet. I'm sure no guy want to be your boyfriend. You're annoying as fuck," Ucap Justin sambil tertawa kecil. He thinks its funny? 

Aku mencoba untuk diam dan tidak menggubris perkataan Justin barusan. Aku tetap memandang ke arah luar jendela dan mencoba menahan air mata yang ingin dari tadi sudah menggenang pada pelupuk mataku. What? Jangan bilang aku cewek lemah. His words was deep. And hurt. I hate him. 

"Oh plus you're not even pretty," Tambah Justin dengan senyum puas di bibirnya. Oke. Kali ini aku membiarkan air mata yang sejak tadi aku tahan jatuh mengenai kedua pipi ku. Kata-kata Justin berhasil mengenai perasaanku. Aku paling ga bisa ngedenger seseorang komen tentang penampilan ku atau sesuatu yang buruk tentang ku. Apa lagi kata-kata itu keluar dari mulut Justin. Cowok ngeselin yang emang aku benci sejak awal. Aku menghapus air mataku dengan telapak tanganku. 

"Who do you think you are? You think you can judge me just by the way I look?" Aku tidak bisa menahan kata-kata yang mengiang ngiang di pikiranku. Chaz dan Ryan hanya bisa diam di tempatnya, froze. Mereka hanya menonton pertengkaran antara aku dan sahabatnya sedang adu mulut.

"Oh me? I'm Justin Bieber. And of course I can. I can do whatever I want," Jawab Justin masih dengan nada tajam di dalam nada bicaranya.

"No. You're nothing but some rich pop star who thinks that you can do everything you want!" Aku berteriak dengan air mata yang sudah mengalir di pipiku. Aku tidak tau apa yang sedang aku rasakan sekarang. Sakit, sedih, marah. Entahlah. Semua bersatu menjadi sebuah perasaan yang tidak bisa di deskripiskan. 

"If I could, I won't go on tour with some cocky popstar like you. All you do is insult me!" I was hurt. Aku hanya membiarkan kata-kata yang ada dipikiranku keluar bebas dari mulutku, tanpa berpikir dua kali. 

Justin tiba-tiba menginjak pedal rem, yang membuat mobil yang sedang kami tumpangi berhenti. Justin lalu menatapku dari kaca mobil, matanya memancarkan kesedihan. Apakah kata-kataku menyakiti perasaan seorang Justin Bieber? Jika ya, aku tidak peduli. Karena kata-katanya juga menyakitiku.

Dengan cepat aku membuka pintu mobil, dan melangkahkan kakiku menjauhi mobil itu sambil sesekali mengusap air mata yang sudah berada di pipiku.
Aku lalu terus berjalan meninggalkan mobil itu. Dengan sebuah emosi yang aku sendiri masih tidak mengerti mengapa perasaan ini terus berkecamuk di dada.

***

AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang