*Kelsey’s POV*
Aku sangat merindukan perasaan yang sudah lama tidak aku rasakan ini.
Perasaan hangat yang menggelitik di hati ketika aku melihat seseorang yang aku rindukan berada di hadapanku sekarang. Oops. Maksudku dua orang.
Rasanya aku ingin tersenyum lebar-lebar hingga pipiku sakit. Oh well, aku pikir aku sudah melakukannya.
Entahlah. Rasanya sangat melegakkan ketika kita bertemu sahabat lama setelah beberapa bulan tidak bertemu.
Aku tidak bisa mendeskripsikan perasaan ini, but it really feels good.
Aku seperti sedang memutar waktu; memundurkan beberapa bulan ke belakang, berada pada masa lalu; ketika kami sama-sama masih berstatus sebagai murid SMA Denovan.
Yeah, kami. Aku, Mikayla dan Nate.
Semuanya masih terasa segar di pikiranku.
Tepat pada kedai kopi di pusat kota New York yang sama, dan pada kursi dan meja yang sama juga.
Tempat ini tidak banyak berubah. Hanya ada beberapa meja yang ditambahkan dan juga beberapa pelayan yang mukanya tidak begitu familiar.
Kami sering sekali menghabiskan waktu kami di tempat ini.
Sehabis pulang sekolah, ketika ada waktu senggang, malam minggu—setiap waktu.
Aku juga tidak tahu seberapa sering kami pergi kesini waktu itu, yang jelas pemilik kedai kopi ini sampai hafal nama kami bertiga.
Kedai ini tidak hanya menyediakan kopi saja, mereka juga menyediakan makanan-makanan kecil seperti cupcakes dan kue-kue lainnya. Jadi kami tidak selalu memesan kopi pada kedai ini.
Kedai kopi ini memang memiliki banyak kenangan yang tidak mungkin aku lupakan.
Terlalu banyak waktu yang kami habiskan pada tempat ini.
Dan aku tau kenapa sekarang Mikayla dan Nate memutuskan untuk membawaku ketempat ini setelah sudah lama aku tidak menginjakkan kakiku disini.
Mereka ingin mengingatkanku tentang semua kenangan yang pernah kita bagi satu sama lain.
Well aku tidak tau tentang Nate dan Mikayla, apakah mereka masih sering pergi ke tempat ini bersama, karena mereka masih satu sekolah dan masih sama sama tinggal pada satu kota yang sama, New York.
“Kelsey?” seseorang di depanku bertanya. Aku memindahkan pandanganku ke arahnya, setelah puas menganalisa sekeliling tempat ini. “mmh-hm?” aku bergumam.
“Are you even listening to me?” Tanya Mikayla dengan seringai di bibirnya.
Aku tersenyum sebelum menggeleng. “No?”
Dia tidak membalas ucapanku. Kemudian melipat kedua tangannya dan menaruhnya pada dada lalu memasang ekspresi kesal yang sengaja ia buat-buat.
“I’m sorry I didn’t listening to you back there. Do you forgive me, madam?” Candaku sambil menahan tawa yang ingin pecah.
“This time you are lucky. Because the queen is forgiving you.” Ucapnya dengan wajah serius yang mengundang tawa dari bibir Nate.
Mendengar tawanya yang sudah lama sekali tidak terdengar di gendang telingaku, akhirnya aku ikut tertawa juga.
Pernahkah kalian menemui orang yang memiliki suara yang lucu ketika mereka sedang tertawa?
Bahkan kalian ingin tertawa bukan karena lelucon yang di lemparkan tetapi karena suara tawa mereka yang seakan mengajak kalian untuk tertawa juga?
KAMU SEDANG MEMBACA
Affair
FanfictionHow it feels like if you happened to be Ryan Good's daughter? Yes, Ryan Good yang bekerja sebagai stylist dari seorang popstar yang selalu menjadi center of attention disemua penjuru dunia. And the worst, what it feels like to have to stay with Rya...